HomeNalar PolitikMungkinkah Ridwan Kamil Pimpin IKN?

Mungkinkah Ridwan Kamil Pimpin IKN?

Untuk mewujudkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) “Nusantara” di Kalimantan Timur (Kaltim), Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memilih seorang Kepala Badan Otorita IKN yang berlatar belakang arsitek dan kepala daerah. Mungkinkah pilihan Presiden jatuh kepada Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil?


PinterPolitik.com

Siapa yang tidak pernah bermain seri gim video yang berjudul SimCity? Permainan simulasi satu ini mengharuskan pemainnya untuk membangun hingga mengatur suatu kota. Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Beberapa di antaranya ialah membangun zona-zona tertentu – seperti zona agrikultur, zona bisnis, hingga zona perumahan. 

Mulanya, para pemain akan diberi petunjuk untuk memulai kotanya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, pemain akan menemui sejumlah persoalan yang umum terjadi di kota-kota nyata.

Kemacetan, misalnya, kerap menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi seiring perkembangan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi. Tidak hanya itu, kriminalitas, ancaman kebakaran, hingga polusi udara turut menghantui.

Maka dari itu, agar berbagai persoalan di kota yang dibangun di SimCity tidak bermunculan, perlu juga diantisipasi dengan desain kota yang memadai sehingga warganya dapat hidup dengan lebih aman, nyaman, dan bahagia. 

Mungkin, kecemasan yang sama dalam membangun kota kini juga dihadapi oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang berencana untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke suatu wilayah di Kalimantan Timur (Kaltim) yang bakal disebut “Nusantara”.

Kabarnya, Nusantara ini bakal menjadi salah satu kota pintar (smart city) di Indonesia. Disertai berbagai teknologi yang canggih, Nusantara akan menjadi kota yang sangat terintegrasi sistemnya.

Namun, tentu, untuk mewujudkannya Jokowi membutuhkan orang yang mumpuni. Menariknya, beberapa waktu lalu, sang Presiden menyebutkan sejumlah kriteria yang diharapkan ada pada sosok Kepala Badan Otorita IKN.

Beberapa di antaranya adalah sosok yang berlatar belakang kepala daerah. Selain itu, Presiden Jokowi juga menyebutkan bahwa sosok Kepala Badan Otorita IKN merupakan seorang arsitek.

Baca Juga: Membaca “Jodoh” Ridwan Kamil di 2024

Bukan Ahok Ridwan Kamil Otorita IKN

Mungkin, bila Jokowi bermain SimCity, sosok inilah yang bakal menjadi pemberi tutorial dan walkthrough dalam membangun kota baru yang kondusif. Siapa tahu, bila dilakukan dengan hati-hati, persoalan-persoalan yang ada di Jakarta tidak akan terbawa ke IKN? Bukan begitu?

Namun, bocoran dari Jokowi menjadi menarik, karena dari kriteria tersebut, empat nama yang sebelumnya pernah mencuat – yakni Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, Bambang Brodjonegoro, Azwar Anas, dan Tumiyana – tidak memenuhi kriteria tersebut. Justru, banyak pihak kini menilai bahwa sosok yang disebut Jokowi adalah Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat (Jabar).

Bila benar demikian¸ menjadi menarik untuk dibahas karena RK sendiri merupakan salah satu kepala daerah yang dikabarkan telah mantap akan maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Mungkinkah pilihan Jokowi ini berkaitan dengan itu? Lantas, mengapa Jokowi memilih RK?

Ridwan Kamil, Pilihan Rasional?

Terdapat sebuah kutipan menarik dari Presiden ke-32 Amerika Serikat (AS) yang bernama Franklin Delano Roosevelt (FDR) yang berbunyi, “Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara tiba-tiba. Bila terjadi, kau pun bisa bertaruh bahwa itu telah direncanakan demikian.”

Baca juga :  Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Bukan tidak mungkin, presiden AS yang menjabat kala Perang Dunia II meletus ini benar adanya. Pasalnya, bocoran yang diberikan oleh Presiden Jokowi terkait sosok pengisi jabatan Kepala Otorita IKN tentu tidak akan dilontarkan tanpa alasan.

Untuk memahami pilihan Jokowi yang kemungkinan jatuh pada RK ini, sejumlah pendekatan terhadap pengambilan kebijakan publik (public policy) dapat digunakan. Pasalnya, bagaimana pun, kebijakan publik yang diambil Jokowi terkait IKN dirumuskan dengan berbagai pertimbangan.

Salah satu pendekatan kebijakan publik yang digunakan adalah teori/model rasional-komprehensif. Dalam model ini, mengacu pada penjelasan Rita Mae Kelly dan Dennis Palumbo dalam tulisan Theories of Policy Making, pengambil kebijakan akan menimbang-nimbang berbagai outcome (hasil) yang ditimbulkan dari keputusan yang diambil guna mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Maka dari itu, bisa jadi masuk akal bila RK lah yang dipertimbangkan oleh Jokowi. Gubernur Jabar tersebut memiliki pengalaman panjang dalam dunia arsitektur.

Baca Juga: Ridwan Kamil “Kecanduan” NFT?

Urban Indonesia yang merupakan firma arsitektur yang didirikan RK, misalnya, menjadi salah satu firma arsitektur yang kerap mendapatkan penghargaan dengan desain-desain bangunan seperti Menara Maritim, Nipah Mall, dan Kirana Commercial Avenue. Salah satu penghargaan yang disabetnya adalah penghargaan BCI Asia Awards Indonesia pada tahun 2018 silam.

Tidak hanya itu, RK sendiri memiliki latar belakang yang mumpuni dalam bidang tata kota (urban design). Pada tahun 2001, mantan Wali Kota Bandung tersebut berhasil menyelesaikan studi masters-nya di University of California, Berkeley, AS dan sempat bekerja di pemerintahan setempat.

Latar belakang pendidikannya ini pun menjadi hal yang menarik karena perguruan tinggi di AS itu juga identik dengan para teknokrat dalam sejarah Orde Baru (Orba). Pada era pemerintahan Soeharto, para pejabat pemerintahan yang merupakan lulusan Berkeley ini mendapat gelar “Mafia Berkeley”.

Bukan tidak mungkin, peran para teknokrat ini kini diisi kembali oleh para teknokrat baru – salah satunya RK. Michael Hatherell dalam bukunya yang berjudul Political Representation in Indonesia: The Emergence of the Imnovative Technocrats menyebutkan bahwa RK merupakan salah satu politikus yang gemar mendorong citra modern dan inovasi – menjadikannya sosok pejabat yang mengedepankan kemajuan di persepsi masyarakat.

Dari latar belakang hingga pengalamannya, bisa jadi RK menjadi pilihan Jokowi untuk mengoordinasikan pembangunan IKN yang modern dan serba canggih berdasarkan merit yang dimilikinya. Namun, apakah penilaian ini menjadi satu-satunya alasan bagi Jokowi untuk memilih RK? Mungkinkah ada pertimbangan lain?

Mungkinkah Pilihan Politis?

Sayangnya, di balik pengambilan kebijakan publik, ada pendekatan lain yang turut menjelaskan alasan pejabat dalam mengambil keputusan. Model yang digunakan ini adalah pendekatan politik birokratis (bureaucratic politics).

Dalam model ini, di samping pertimbangan rasional, ada tawar-menawar yang turut terjadi. Brent Durbin dalam tulisannya di Britannica menjelaskan bahwa politik birokratis ini berujung pada hasil-hasil kebijakan yang berasal dari proses “permainan” tawar-menawar yang terjadi di antara sekelompok aktor-aktor pemerintahan di tingkat tinggi.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Bukan tidak mungkin, permainan seperti ini terjadi di balik keputusan Jokowi. Bukan rahasia umum lagi bahwa kepentingan-kepentingan politik turut mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh sang Presiden – mengingat RK sendiri merupakan seorang politikus.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sebenarnya Cawapres Ideal?

Ridwan Kamil Puan Maharani 2024

Dari sini, pilihan Jokowi yang jatuh pada RK bisa saja berujung pada keuntungan politis. Bila benar RK yang dipilih oleh sang Presiden, posisi Kepala Otorita IKN bisa jadi memunculkan modal politik bagi Gubernur Jabar tersebut.

Modal politik yang dimaksud di sini bisa merujuk pada definisi modal politik menurut Kimberly Casey dalam tulisannya yang berjudul Defining Political Capital. Mengacu pada konsep modal sosial dari Pierre Bourdieu, Casey menjelaskan bahwa modal politik dapat bersumber pada sejumlah modal lain, seperti modal ekonomi (finansial), modal sosial, modal sumber daya manusia (human capital), modal institusional, modal kultural, modal simbolis, dan modal moral.

Bila dilihat dari modal sosial, bukan tidak mungkin RK memilikinya dalam bentuk relasi sosial. Sebagai salah satu politikus yang menjanjikan dalam pertarungan pemilihan presiden (Pilpres) pada tahun 2024 mendatang, RK dinilai bisa menarik dukungan sejumlah partai politik. 

Baru-baru ini, RK telah menyatakan secara mantap untuk mencalonkan diri di Pilpres tersebut. Meski sering bertemu dengan sejumlah pimpinan partai lain, menariknya, RK dinilai juga bisa saja maju sebagai pendamping Ketua DPR RI Puan Maharani yang disebut-sebut hampir pasti mendapatkan tiket Pilpres 2024 dari PDIP.

Tidak hanya itu, RK bisa juga memiliki relasi tertentu terhadap Presiden Jokowi. Soal IKN sendiri, misalnya, Gubernur Jabar tersebut sempat ditunjuk sebagai salah satu juri atas sayembara desain IKN oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2019 lalu.

Dari berbagai modal sosial ini, bisa jadi Jokowi akhirnya menjadikannya pertimbangan dalam memilih RK. Apalagi, usai Presiden tidak menjabat, modal sosial RK yang terjalin melalui pemilihan oleh Jokowi sebagai Kepala Otorita ini bisa menguntungkan Jokowi – utamanya untuk melindungi warisan politik Jokowi sendiri.

Selain relasi sosial ini, RK sendiri memiliki kedekatan tertentu dengan negara-negara lain. Pasalnya, Gubernur Jabar tersebut kerap bertemu dengan banyak diplomat, khususnya mereka yang berasal dari negara-negara Eropa seperti Britania Raya (Inggris), Denmark, hingga Uni Eropa (UE).

Tentunya, menjadi menarik untuk diamati terus soal kemungkinan RK untuk menjadi Kepala Badan Otorita ini. Layaknya membangun kota di SimCity, modal tertentu juga pasti dibutuhkan – mulai dari kemampuan finansial sampai kemampuan tata kota (urban design).

Namun, bila di SimCity yang dibutuhkan hanya modal ekonomi dan finansial untuk pembangunannya, di dunia nyata, kemampuan politis mungkin bisa juga menjadi pertimbangan. Apakah mungkin pembangunan IKN lebih ke Tropico – gim video simulasi politik membangun negara-kota – dibandingkan SimCityWho knows? (A43)

Baca Juga: Ridwan Kamil ‘Cocok’ Gubernur DKI?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?