HomeHeadlineMungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

Mungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

PDIP dirumorkan akan segera bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mungkinkah ini bentuk CLBK (cinta lama bersatu kembali) antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri?


PinterPolitik.com

“You could break my heart in two. But when it heals, it beats for you” – Selena Gomez, “Back To You” (2018)

Cerita drama apa lagi yang lebih seru dibandingkan cinta lama yang bersemi kembali (CLBK)? Setidaknya, cerita-cerita romansa seperti inilah yang banyak digemari di budaya populer.

Lagu Selena Gomez yang berjudul “Back To You” (2018), misalnya, merupakan lagu yang menggambarkan cerita demikian. Dalam lagu itu, Selena menggambarkan situasi di mana dirinya selalu memikirkan sosok mantan meskipun tengah bersama yang baru.

Seperti kutipan lirik di awal tulisan, Selena mengatakan bahwa mantannya begitu menyakitinya, hingga mematahkan hatinya menjadi dua bagian yang berbeda. Namun, ketika hatinya sudah mulai sembuh, perasaan cinta itupun muncul kembali meskipun rasa itu diperuntukkannya yang sudah menyakiti hati.

Mungkin, bukan hanya lagu Selena saja yang memiliki alur CLBK sebagai tema utama. Lagu yang sempat populer beberapa tahun lalu, “Glimpse of Us” (2022) dari Joji, juga memiliki tema demikian, yakni soal bagaimana sang mantan masih berada di angan-angan.

Bukan tidak mungkin, alur putus-nyambung seperti ini juga eksis di dunia politik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, misalnya, merupakan salah satu contoh yang sesuai.

Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012, Prabowo menjadi salah satu orang yang mendorong agar Jokowi yang kala itu merupakan Wali Kota Solo bisa maju sebagai calon gubernur. Namun, seiring berjalannya waktu, keduanya malah menjadi rival politik di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019 meskipun akhirnya bersatu kembali.  

Nah, kemungkinan balikan serupa tampaknya juga mulai ramai dibahas, yakni potensi CLBK antara Jokowi dan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri setelah sebelumnya saling ‘bermusuhan’ pada Pilpres 2024. Rumor mengatakan bahwa PDIP akan segera bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga :  Prabowo, Trump, dan Sigma-isme

Mungkinkah CLBK Jokowi-Megawati ini benar akan terjadi? Namun, bila CLBK ini tidak terjadi, skenario apa yang kemudian muncul dalam dinamika politik Indonesia ke depannya?

PDIP yang Selalu Caper?

Mungkin, bagi pasangan yang baru putus, upaya cari perhatian (caper) merupakan cara yang jitu. Dengan caper, satu individu sedang berusaha untuk menarik kembali sang mantan untuk memikirkan dirinya kembali.

Cara ini, misalnya, bisa dilakukan dengan mengunggah foto atau video tentang keseharian terbaru. Biasanya, ini dilakukan dengan harapan agar sang mantan mengetahui kegiatan terbarunya dan akhirnya bisa menanyakan perihal kegiatan baru itu.

Hal inipun berlaku dalam politik. Katakanlah, sang mantan ini adalah Jokowi, seorang kader yang bisa menjadi presiden selama dua periode pemerintahan. Anggaplah PDIP menjadi pihak yang sedang melakukan upaya caper.

Upaya caper ini terlihat dari bagaimana PDIP selalu ‘menyerang’ Jokowi. Polemik Pilkada 2024, misalnya, menjadi salah satu contoh nyata.

Saat Anies Baswedan gagal maju ke Pilkada Jawa Barat (Jabar) 2024, Ono Surono yang juga merupakan kader PDIP langsung menyerang sang presiden. Ono mengatakan bahwa sosok bernama Mulyono (nama kecil Jokowi) adalah penyebab gagalnya Anies maju di Pilkada.

Tidak hanya itu, PDIP juga beberapa kali mengkritisi perihal jet pribadi Kaesang Pangarep yang kini sedang ramai di banyak media. Beberapa waktu lalu, Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus menilai bahwa kedatangan Kaesang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya sebuah gimmick.

Well, upaya caper seperti ini bisa dipahami sebagai cara untuk meningkatkan daya tawar PDIP. Bukan tidak mungkin, semakin ramai PDIP, semakin besar pengaruh partai ini dipertimbangkan.

Setidaknya, begitulah yang dijelaskan oleh Debra L. Shapiro dan Robert J. Bies dalam tulisan mereka yang berjudul “Threats, Bluffs, and Disclaimers in Negotiations”. Penggunaan ancaman dalam negosiasi bisa dilakukan untuk mengubah persepsi lawan negosiasi, dalam hal ini adalah kubu Jokowi-Prabowo.

Dengan daya tawar yang lebih tinggi, kubu lawan bisa saja melakukan konsesi, yakni memberikan pilihan lain yang lebih cenderung dekat dengan kepentingan utama si pemilik daya tawar tinggi. Bisa jadi, PDIP berharap untuk mendapatkan posisi tertentu di pemerintahan selanjutnya.

Baca juga :  Nadiem, PHK Gen Z, & Generasi Cemas?

Namun, mungkinkah CLBK ini benar terjadi? Mengapa skenario lain bisa saja terjadi?

Bukan Jokowi, Tapi Prabowo?

Namun, permainan ini sebenarnya tidak hanya dimainkan di antara dua pemain, melainkan tiga pemain. Jadi, sebenarnya, siapa yang ingin didekati oleh PDIP dan Megawati?

Jawabannya bukan tidak mungkin adalah Prabowo. Megawati bisa jadi memiliki beberapa pertimbangan tertentu mengapa Prabowo-lah yang ingin didekati oleh PDIP.

Pertama, Prabowo adalah pemegang kekuasaan selanjutnya. Artinya, ke depannya, Prabowo-lah yan menentukan dinamika politik ke depan, termasuk apa saja yang bisa didapatkan PDIP bila bergabung ke pemerintahan.

Jokowi akan segera lengser pada Oktober 2024 nanti. Dalam arti lain, pengaruh Jokowi lambat laun akan melemah. Mengacu ke tulisan Joshua Kurlantzick yang berjudul “Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man” di PinterPolitik.com, Prabowo juga nantinya akan terbebas dari pengaruh Jokowi.

Kedua, Megawati dikenal memiliki kebiasaan melibatkan perasaan dalam keputusan politik. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), PDIP selalu terlihat berada di seberang pemerintah.

Kemudian, ketiga, ini bisa menjadi cara untuk menghilangkan satu lawan dalam permainan yang berisikan tiga pemain. Mengacu ke tulisan William P. Fox yang berjudul Solving the Three Person Game in Game Theory Using Excel, cara memainkan permainan berisikan tiga orang adalah dengan mengeliminasi satu pemain terlebih dahulu.

Caranya adaah dengan berkoalisi dengan salah satu pemain atau membinasakan pemain lain sebelum akhirnya melawan pemain satunya lagi. Dalam hal ini, cara ini bisa jadi upaya yang tengah dilakukan Megawati terhadap Jokowi.

Pada akhirnya, bila rumor bahwa PDIP akan bergabung ke pemerintahan Prabowo benar adanya, Jokowi bisa saja menjadi pihak yang terpinggirkan. Alhasil, bukan menjadi cerita CLBK seperti pada lagu Selena Gomez, melainkan hanya menjadi kisah cinta baru bersama orang baru. (A43)


Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Mampukah Prabowo Make Indonesia Great Again? 

Konsep Make America Great Again (MAGA) ala Donald Trump beresonansi dengan dorongan adanya keperluan konsep Make Indonesia Great Again (MIGA). Mampukah ambisi ini dijalankan? 

Amerika Sudah “Ditamatkan” Tiongkok? 

Tiongkok semakin menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya bisa menyaingi Amerika Serikat (AS). Kini, kompetisi bagi AS bahkan datang di sektor yang didominasinya, yakni dunia artificial intelligence. Lantas, mungkinkah ini awal dari kejayaan Tiongkok yang menjadi nyata? 

AHY dan Jokowi’s Bamboo Trap?

Saling lempar tanggung jawab atas polemik pagar bambu laut di pesisir Kabupaten Tangerang memunculkan satu diskursus menarik mengenai head-to-head langsung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, diskursus itu menambah probabilitas eksistensi ranjau politik Jokowi terkait dengan pengaruh pasca presidensinya. Mengapa itu bisa terjadi?

Trump Ketar-ketir Lihat Prabowo-Anwar?

Prabowo dan PM Anwar Ibrahim bertemu kembali di Kuala Lumpur, Malaysia. Mungkinkah Prabowo dan Anwar kini sedang ‘bersaing’ satu sama lain?

“Segitiga Api” Prabowo, Salim dan Aguan

Ribut-ribut terkait pagar bambu di laut Tangerang yang dikait-kaitkan dengan PIK 2 jadi isu menarik dalam dinamika relasi antara penguasa dan konglomerat.

“Dosa” di Balik Siasat Trump Kuasai Antariksa 

Donald Trump, Presiden ke-47 Amerika Serikat (AS) memiliki ambisi yang begitu besar terhadap program keantariksaan. Mengapa demikian? 

Trump The Tech-cracy

Twitter/X, Google, Meta, Tiktok, Amazon, hingga Apple, semua tokoh utama perusahaan-perusahaan itu hadir saat pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.

Anies Masuk Kabinet Merah Putih?

Di tengah sorotan dan tuntutan untuk mengganti Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro yang diterpa dugaan kasus viral, satu ekspektasi muncul ke permukaan bahwa sosok yang tepat menjadi suksesornya adalah Anies Baswedan. Namun, jika di-invite ke kabinet, karier politik Anies bisa saja sepenuhnya akan ada di tangan Prabowo Subianto. Mengapa demikian?

More Stories

Trump Ketar-ketir Lihat Prabowo-Anwar?

Prabowo dan PM Anwar Ibrahim bertemu kembali di Kuala Lumpur, Malaysia. Mungkinkah Prabowo dan Anwar kini sedang ‘bersaing’ satu sama lain?

Prabowo, Trump, dan Sigma-isme

Presiden AS Donald Trump disebut berjasa untuk mengembalikan TikTok agar tersedia kembali di negeri Paman Sam. Mungkinkah ini sigma-isme?

Prabowo and the Hero Complex

Kisah seorang pahlawan (hero) selalu menciptakan inspirasi di hati banyak orang. Mengapa makna ini begitu berarti bagi Presiden Prabowo Subianto?