Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dikunjungi oleh Sandiaga Uno di kantornya beberapa waktu lalu. Kedua sahabat ini disebut membahas perkembangan vaksin Covid-19 dan situasi ekonomi dalam pertemuan itu.
“So no matter what, I promise you, if you need us, if you need me, I’ll be there” – Steve Rogers, Captain America: Civil Wars (2016)
Para penggemar komik dan film Marvel pasti tidak asing dengan Iron Man dan Captain America. Dua figur ini merupakan tokoh sentral dalam perjalanan kisah-kisah pahlawan super yang dibuat oleh Marvel.
Dua pahlawan super ini setidaknya saling mengisi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan kontribusi mereka masing-masing, tim pahlawan super yang bernama Avengers dapat dengan baik melawan kejahatan yang berusaha mengganggu kedamaian di muka bumi.
Kekompakan antara Iron Man dan Captain America ini setidaknya terlihat di sejumlah film Avengers. Namun, hubungan persahabatan di antara keduanya mulai menemui aral melintang.
Dalam film Captain America: Civil Wars (2016), para Avengers dihadapkan oleh sebuah masalah yang memecah belah kekompakan mereka, yakni Sokovia Accord. Perdebatan memuncak ketika Iron Man dan Captain America saling tidak sepakat – disertai drama dendam dan pertemanan masa lalu.
Namun, perseteruan tersebut akhirnya berakhir ketika musuh bersama yang lebih besar datang ke muka bumi. Bahkan, musuh yang bernama Thanos ini mengancam seluruh alam semesta dengan ambisi untuk menghapus separuh populasi makhluk hidup.
Alhasil, Iron Man dan Captain America sepakat untuk meninggalkan perseteruan lalunya dan berjuang bersama guna melawan Thanos. Momen-momen penting – seperti ketika Iron Man mengembalikan tameng Captain America – menunjukkan bahwa persahabatan mereka tetap erat.
Apa yang terjadi antara Iron Man dan Captain America ini sepertinya juga terjadi antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan mantan Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno. Meski sebelumnya berada di kubu yang berbeda pada Pilpres 2019, keduanya kini akhirnya telah berdamai.
Perdamaian ini terlihat dari bagaimana Erick dan Sandiaga kembali bertemu beberapa kali setelah Pilpres 2019 usai. Terakhir, keduanya kembali bertemu beberapa waktu lalu di kantor Kementerian BUMN.
Mungkin, kali ini, mereka merasa menghadapi musuh bersama yang kuat, yakni Covid-19. Pasalnya, Erick dan Sandiaga disebut membahas pengembangan vaksin Covid-19 dan situasi ekonomi di tengah pandemi.
Bahkan, Sandiaga disebut siap berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Kementerian BUMN bila Erick membutuhkan bantuan. Bukan tidak mungkin, mantan Cawapres 2019 itu akan bersedia untuk senantiasa memberikan masukan pada pemerintah.
Namun, pertemuan itu akhirnya kembali memunculkan wacana akan bergabungnya Sandiaga ke pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di tengah isu reshuffle kabinet. Juru Bicara Sandiaga – Karwenda Lukistian – juga sempat menyebutkan bahwa mantan Cawapres 2019 berkali-kali ditawari untuk menjadi salah satu menteri dan direksi di sejumlah BUMN.
Lantas, mengapa Sandiaga ini kerap mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi? Apa peran politik yang dapat diisi oleh Sandiaga di pemerintahan Jokowi?
Politikke Philia?
Seperti yang dijelaskan oleh Karwenda, tawaran untuk bergabung ke pemerintahan Jokowi kepada Sandiaga berkali-kali diajukan. Bahkan, Erick sendiri sebelumnya pernah berhadap agar mantan Cawapres tersebut bersedia bergabung membantu sejumlah BUMN.
Tawaran untuk bekerja bersama di pemerintahan tersebut bisa jadi datang karena hubungan pertemanan yang terjalin antara Erick dan Sandiaga. Keduanya memang disebut-sebut telah menjadi teman dan sahabat sejak bersekolah di tingkat dasar.
Bahkan, Erick dan Sandiaga disebut-sebut tetap menjadi teman dekat hingga berkuliah di Amerika Serikat (AS). Bukan tidak mungkin, Menteri BUMN merasakan kecocokan dirinya dengan Sandiaga apabila dapat bekerja bersama.
Pertemanan seperti ini sebenarnya juga dapat terjadi di dunia politik. Filsuf asal Yunani yang bernama Aristoteles, misalnya, pernah mencetuskan sebuah konsep yang disebut “politikke philia” – atau pertemanan politik.
Peran pertemanan ala Aristoteles ini dijelaskan lebih lanjut oleh Richard Mulgan dari Australian National University (ANU) dalam tulisannya yang berjudul The Role of Friendship in Aristotle’s Political Theory. Setidaknya, tulisan itu menjelaskan bahwa pertemanan politik ala Aristoteles ini menekankan pada ikatan yang ada di antara entitas politik.
Mulgan pun menyebutkan sejumlah jenis pertemanan politik. Di antaranya adalah pertemanan yang didasarkan pada nilai dan karakter (virtue-friendship), serta pertemanan yang didasarkan pada keuntungan (advantage-friendship).
Bisa jadi, pertemanan antara Erick dan Sandiaga ini didasarkan pada virtue-friendship yang dimiliki. Pasalnya, keduanya disebut-sebut sebagai sahabat yang telah lama kenal sejak masih duduk di bangku pendidikan dasar.
Namun, mungkinkah pertemanan politik antara Erick dan Sandiaga ini dapat menjadi sebuah advantage-friendship sekaligus? Tidak menutup kemungkinan kehadiran Sandiaga di pemerintahan dapat memberikan kontribusi tertentu.
Boleh jadi, kehadiran Sandiaga di pemerintahan Jokowi dapat menjadi keuntungan tersendiri. Pasalnya, mantan Cawapres tersebut juga kerap menjalin relasi dengan banyak perusahaan, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Selain itu, Sandiaga juga tidak jarang mendorong pemerintah untuk memperhatikan UMKM. Apalagi, UMKM menjadi sektor yang terdampak akibat situasi ekonomi di tengah Covid-19.
Isu reshuffle terhadap Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki juga berhembus karena dinilai tidak memberikan bantuan yang maksimal pada banyak usaha kecil. Bukan tidak mungkin, kedekatan Sandiaga dengan para pelaku UMKM menjadi modal untuk masuk dalam pemerintahan Jokowi dan menggantikan peran Teten.
Namun, meski kemungkinan itu bisa saja terjadi, pertanyaan lain turut muncul. Kira-kira, konsekuensi politik lanjutan apa bila Sandiaga bersedia bergabung dengan pemerintahan Jokowi? Bagaimana dinamika politik dapat terpengaruh bila keputusan tersebut diambil oleh pengusaha tersebut?
Pemusatan Kekuatan ala Jokowi?
Bukan tidak mungkin, bila Sandiaga bergabung dengan pemerintahan Jokowi, dinamika politik akan juga terpengaruhi. Pasalnya, mantan Cawapres 2019 tersebut dikenal dekat dengan berbagai kalangan.
Seperti yang banyak dibicarakan, Erick sendiri disebut-sebut tengah disiapkan Jokowi untuk menyongsong Pilpres 2024 mendatang. Sejumlah pihak menilai bahwa Menteri BUMN tersebut menjadi “anak kesayangan” presiden yang berpotensi di pesta demokrasi yang akan dihelat sekitar empat tahun kurang tersebut.
Erick sendiri bisa jadi pilihan Jokowi yang akan mengisi kancah politik pada tahun 2024. Apalagi, terdapat juga rumor bahwa sang presiden ingin membangun poros ketiga yang menandingi dua poros lama, yakni PDIP dan PKS.
Di sinilah peran Sandiaga menjadi penting. Pasalnya, mantan Cawapres 2019 tersebut bagaimana pun merupakan tokoh yang sangat populer sejak menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017 silam.
Selain populer, Sandiaga juga dikenal memiliki hubungan dekat dengan tiga golongan yang disebut sebagai NASAIN (Nasionalis, Agamis, dan Insan Bisnis). Bukan tidak mungkin, nama Sandiaga menjadi kunci bagi Jokowi untuk menjalankan pemusatan kekuatan terhadap tiga golongan tersebut.
Pemusatan kekuatan seperti ini sebenarnya sejalan juga dengan konsep kekuatan ala politik Jawa yang pernah dijelaskan oleh Benedict R. O’G Anderson dalam bukunya yang berjudul Language and Power. Pemusatan kekuatan seperti ini dilakukan untuk menguatkan posisi politik pemimpin Jawa.
Upaya seperti ini pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno sekitar tahun 1950-an. Kala itu, sang proklamator Indonesia tersebut mencetuskan konsep NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) yang berusaha menyatukan tiga golongan utama dalam kancah politik Indonesia saat itu.
Adanya kemungkinan pemusatan kekuatan inilah yang mungkin turut mendasari upaya pemerintahan Jokowi untuk mengajak Sandiaga bergabung meskipun telah ditolak berkali-kali. Pengalaman pemerintahan mantan Cawapres 2019 itu bisa saja menjadi modal politik baginya di tahun 2024 mendatang.
Mungkin, keinginan pemerintahan Jokowi tersebut juga menjadi upaya pembuktian terhadap Sandiaga di masyarakat. Pasalnya, modal sosial berupa pengakuan (name recognition) dapat membantu politisi untuk meningkatkan karier politiknya.
Jokowi sendiri, misalnya, memiliki pengalaman panjang di dunia pemerintahan – mulai dari menjadi Wali Kota Solo hingga menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bisa jadi, pengalaman ini menjadi penting juga bagi Sandiaga.
Akhirnya, bila pemusatan kekuatan dan pembuktian melalui Sandiaga ini telah dijalankan, bukan tidak mungkin Jokowi dapat membangun poros politik ketiga yang kuat di tahun 2024 mendatang – disertai dengan dukungan sejumlah partai politik seperti Golkar.
Namun, tentu saja, gambaran kemungkinan ini belum tentu benar akan terjadi. Sandiaga sendiri telah berkali-kali menunjukkan penolakannya untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Namun, yang namanya politik, semua bisa berubah seketika. Menarik untuk terus diamati. (A43)