Penunjukan Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) diprediksi akan semakin membuka peluangnya untuk bertarung di Pilpres 2024. Lantas apakah memang pengangkatan Sandi sebagai menteri ini memang demi kepentingan tersebut?
Tak butuh waktu lama, teka-teki daftar menteri-menteri baru Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya terjawab sudah. Sejumlah nama-nama yang sebelumnya telah diprediksi kuat akan bergabung ke dalam kabinet ternyata memang terbukti benar adanya.
Kendati demikian, proses perombakan formasi pembantu Presiden ini nyatanya tetaplah menarik perhatian publik. Di antara sejumlah nama-nama itu, yang paling memantik atensi adalah bergabungnya Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus mantan calon wakil presiden kompetitor Jokowi di Pilpres lalu, Sandiaga Uno.
Bergabungnya Sandi ke dalam kabinet memang bisa dibilang melengkapi keberadaan mantan duetnya di Pilpres 2019 lalu, Prabowo Subianto dalam gerbong pemerintahan. Fenomena ini pun menuai respons yang beragam dari publik.
Ada yang menganggap bergabungnya Sandi ke kabinet ini sebagai episode pamungkas penutup drama panjang ‘Cebong versus Kampret’. Namun di sisi lain ada juga yang mengkritisi kecenderungan Presiden Jokowi untuk merangkul semua lawan-lawan politiknya.
Sorotan minor semacam itu, nyatanya tak hanya datang dari masyarakat. Politikus Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago juga melontarkan komentar sinis terkait pengangkatan Sandi. Ia menilai dengan bergabungnya Sandi ke kabinet membuat upaya yang telah dilakukan partai-partai koalisi dalam memenangkan paslon Jokowi-Ma’ruf menjadi sia-sia.
Namun berbeda dari publik yang memberikan respons beragam, para pengamat politik sebagian besar satu suara dalam menganalisa penunjukan Sandi sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) itu. Mereka sepakat menilai bahwa jabatan ini akan semakin membuka lebar jalan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu untuk bertarung di Pilpres 2024 mendatang.
Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun bahkan menyebut lewat reshuffle kali ini, Presiden Jokowi terkesan sedang membentuk ‘kabinet capres 2024’. Pasalnya selain nama Sandi, ada juga nama Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini yang juga berpotensi besar maju di 2024.
Jika memang benar demikian, lantas pertanyaannya strategi apa yang sedang dimainkan Presiden Jokowi?
Jokowi Pecah Kongsi PDIP-Gerindra?
Sinyal-sinyal bahwa Jokowi memang akan mempersiapkan Sandi untuk berkontestasi di Pilpres 2024 sebenarnya sudah lama terbaca sebelum resmi ditunjuk sebagai menteri. Di acara pelantikan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Januari lalu, Presiden sudah mengisyaratkan bahwa Sandi berpotensi besar menggantikan dirinya di 2024.
Sandi sendiri menganggap bahwa pernyataan Presiden Jokowi itu hanyalah selorohan belaka. Namun entah disadari atau tidak, pernyataan itu sebenarnya bisa diinterpretasikan sebagai political endorsement yang dapat menguntungkan Sandi secara elektoral kelak.
Cheryl Boudreau dari University of California, dalam tulisannya yang berjudul The Persuasion Effects of Political Endorsements menjelaskan bahwa dukungan politik seperti ini kerap memiliki pengaruh dalam sebuah pemilu. Salah satu manfaatnya adalah dapat memberikan petunjuk (clue) bagi para pemilih.
Dukungan politik – seperti rekomendasi – ini dapat menjadi upaya persuasif untuk menarik pemilih. Pasalnya, pemilih dapat saja langsung bergantung pada pilihan yang diajukan rekomendasi tersebut tanpa harus meluangkan waktu dan tenaga untuk mencari sendiri calon yang dianggap sesuai.
Namun kemudian yang menjadi pertanyaan menarik adalah mengapa Jokowi, yang notabene merupakan kader PDI Perjuangan (PDIP) justru memberikan endorsement tersebut kepada Sandi yang merupakan kader Partai Gerindra. Padahal, dukungan semacam itu tak pernah Ia utarakan kepada kolega-koleganya sendiri di PDIP.
Endorsement kepada Sandi ini bisa saja dilihat sebagai upaya Jokowi dalam membangun kekuatannya sendiri di luar PDIP. Asumsi ini sekaligus bisa mengafirmasi dugaan ketidakcocokannya dengan partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
Marcus Mietzner dalam tulisannya yang berjudul Reinventing Asian Populism, Jokowi’s Rise, Democracy, and Political Contestation in Indonesia mengatakan bahwa Jokowi sebenarnya bukanlah pilihan para petinggi-petinggi PDIP. Melainkan Ia adalah pemimpin populis dari kalangan luar yang membuat mereka terpaksa untuk memilih antara menentang atau mendukungnya.
Mietzner menyebut sosok populis outsider seperti Jokowi ini akan selalu dipandang sebagai social climber atau orang luar yang berada di dalam lingkaran eksklusif (partai). Dengan demikian terpilihnya Jokowi menjadi Presiden bisa menjadi bukti bahwa oligarki Indonesia tidaklah mahakuasa.
Dengan menunjuk Sandi sebagai menteri, Jokowi bisa dibilang menggunakan otoritasnya untuk memberikan kesempatan kepada alumnus George Washington University itu agar dapat mengembangkan modal politiknya menuju Pilpres 2024.
Jika bisa dikapitalisasi dengan baik, maka hal ini membuat Gerindra jadi memiliki dua calon potensial yang kini tengah mengabdi di pemerintahan, yakni Prabowo dan Sandi. Hal ini secara tak langsung dapat meningkatkan daya tawar Gerindra, yang akan membuatnya lebih leluasa untuk memilih koalisi di 2024 kelak.
Berangkat dari asumsi sini, maka penunjukan Sandi sebagai menteri bisa saja merupakan strategi Jokowi untuk mulai memecah kongsi antara Gerindra dan PDIP yang disebut-sebut menguat sejak merapatnya Prabowo Subianto ke kubu pemerintah.
Lantas pertanyaan penting selanjutnya, dengan siapakah kira-kira Jokowi akan memasangkan Sandi? Lalu apakah dengan menjadi menteri sudah cukup bagi Sandi untuk terus merawat modal politiknya menuju 2024?
Jokowi Ingin Airlangga-Sandi?
Mempertimbangkan panas-dingin hubungan Jokowi dengan PDIP, maka patut diduga kariernya di partai tersebut akan berakhir setelah dirinya tak lagi menjabat sebagai RI-1. Partai Golkar kemudian diprediksi akan menjadi tempat bagi Jokowi untuk berlabuh pasca turun takhta di 2024.
Asumsi ini berangkat dari fakta bahwa Jokowi memiliki kedekatan dengan sejumlah tokoh-tokoh kunci Partai Beringin. Misalnya saja Luhut Binsar Pandjaitan, salah satu orang yang paling dipercayainya di kabinet.
Selain itu, Jokowi juga memiliki kedekatan yang erat dengan Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar yang kini menjadi Menko Perekonomian. Bahkan, disebut-sebut ada pengaruh Jokowi dalam proses terpilihnya Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar periode 2019-2024 beberapa waktu lalu.
Jika mempertimbangkan faktor ini, maka bisa jadi penunjukan Sandi sebagai menteri merupakan strategi awal Jokowi untuk mempersiapkannya kelak menjadi pendamping Airlangga, yang memang sudah digadang-gadang oleh Partai Golkar akan dimajukan dalam Pilpres 2024 mendatang.
Jika dipersatukan, Airlangga-Sandi memang bisa dibilang pasangan yang cukup serasi. Sandi yang memiliki latar belakang non-Jawa, yakni berasal dari Riau dapat melengkapi sosok Airlangga yang merupakan orang Jawa.
Selain itu, Sandi juga dikenal memiliki hubungan dekat dengan tiga golongan yang disebut sebagai NASAIN (Nasionalis, Agamis, dan Insan Bisnis). Ini juga dapat menguntungkan Airlangga yang memang tak memiliki kedekatan khusus dengan kelompok agamis.
Kendati demikian, ada sejumlah potensi rintangan yang akan dihadapi Jokowi jika memang Ia berniat untuk mewujudkan poros Airlangga-Sandi.
Pertama adalah Jokowi harus mampu meyakinkan Prabowo Subianto untuk tak lagi maju mencalonkan diri sebagai capres di 2024. Memang tak dapat dipungkiri hingga kini nama Prabowo masih memuncaki survei-survei elektabilitas bakal capres. Jika Prabowo masih berniat mengambil kesempatan itu, maka otomatis wacana ini bisa saja gagal.
Kedua, Sandi sendiri harus mampu membuktikan kinerjanya sebagai menteri untuk menjaga dan meningkatkan elektabilitasnya. Sebab, menurut Frank McQuade dalam tulisannya yang berjudul Stepping Stone or Stumbling Block: How Soon for Political Advance?, disebutkan bahwa penggunaan posisi atau jabatan tertentu sebagai batu loncatan bagi karier politik berikutnya, dapat berbalik menjadi sebuah kerugian besar ketika dianggap tidak memiliki pencapaian atau justru berbuat blunder dan tidak dikalkulasikan secara matang.
Ketiga, Sandi juga agaknya harus mampu mewaspadai potensi adanya warisan buruk yang ditinggalkan Jokowi di periode terakhir kepemimpinannya. Sebab, jika sentimen minor terhadap pemerintah dibiarkan tak terbendung, hal itu bisa juga berdampak buruk bagi Sandi yang notabene merupakan pembantu presiden.
Pada akhirnya, menimbang pada berbagai indikasinya, bisa saja memang penunjukan Sandi sebagai menteri Jokowi memang dimaksudkan untuk tujuan Pilpres 2024. Namun begitu, masih ada waktu sekitar tiga tahun lagi menuju kontestasi elektoral berikutnya, dan dalam politik, apa pun bisa saja terjadi. Untuk saat ini, kita hanya bisa berharap sosok-sosok baru yang telah dipilih Presiden Jokowi, termasuk Sandi, akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (F63)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.