HomeNalar PolitikMotoGP Mandalika: Pertaruhan Legacy Jokowi?

MotoGP Mandalika: Pertaruhan Legacy Jokowi?

Menggelar MotoGP di Mandalika mungkin bisa memberikan banyak ekonomi dan pariwisata. Meski demikian, isu HAM di sekelilingnya mungkin bisa memunculkan dimensi lain.


Pinterpolitik.com

Sebagai masyarakat penggila MotoGP, Indonesia punya kesempatan menyaksikan Valentino Rossi dan kawan-kawan membalap dari dekat. Seri MotoGP Mandalika tak lama lagi akan digelar di bumi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Memang, aksi kebut-kebutan itu tertentu dari jadwal semestinya. Semula, balapan akan digelar pada Oktober 2021. Akan tetapi, karena pandemi Covid-19 masih belum terkendali, seri tersebut baru akan digelar pada Maret 2022 mendatang.

Meski ditunda, tampaknya pembangunan infrastruktur justru tetap dikebut. Dikabarkan kalau berbagai infrastruktur penunjang balapan ditargetkan rampung akhir tahun ini.

Baca Juga: Vaksin Nusantara, Jokowi Memilih Diam?

Di atas kertas, perhelatan tersebut tentu dapat menimbulkan dampak positif. Tentu, ada para pecinta MotoGP yang akan dimanjakan dengan aksi lihar pembalap motor kelas dunia. Selain itu, ada pula dampak ekonomi terutama dari sektor pariwisata yang dapat diraup. Sirkuit sendiri memang bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

Di tengah potensi tersebut, nyatanya ada isu tak sedap dalam pembangunan sirkuit MotoGP Mandalika. Akhir Maret lalu, PBB menilai ada dugaan pelanggaran HAM dalam pembangunan proyek strategis nasional di Mandalika.

Nah, dengan munculnya isu tersebut, mengapa pembangunan infrastruktur di Mandalika tetap dikebut? Apa yang bisa diraih pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam ragam pembangunan di kawasan tersebut?

Membangun Mandalika

Bisa menggelar balapan sekelas MotoGP tentu dapat menjadi kebanggaan bagi warga Tanah Air. Sebagai negara yang dianggap pasar penting balap motor tersebut, bisa melihat aksi Valentino Rossi dan kawan-kawan dari dekat tentu menyenangkan.

Sebenarnya, pembangunan sirkuit balap MotoGP tidaklah berdiri sendiri. Sirkuit tersebut masih dalam satu bagian dengan pembangunan proyek besar KEK Mandalika. Proyek ini sendiri sudah diresmikan sejak 2017 silam.

Kawasan ini merupakan proyek pariwisata unggulan yang disiapkan di Pulau Lombok, NTB. Proyek ini digarap oleh PT Indonesia Tourism Development Corporate (ITDC) yang sukses membangun kawasan Nusa Dua, Bali.

Ada beragam infrastruktur yang dibangun di kawasan ini. Berbagai properti seperti hotel bintang empat dan lima akan disiapkan. Tak cuma itu, sarana ibadah berupa masjid megah juga akan ada di kawasan ini. Jika ditotal, kawasan yang dibangun mencapai 1.035 hektare.

Nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun kawasan ini disebut-sebut mencapai Rp2,2 triliun. Menurut pemerintah, pembangunan KEK Mandalika akan mendorong perekonomian nasional dengan output Rp7,5 triliun.

Khusus untuk akhir tahun 2021, infrastruktur yang ditargetkan rampung adalah Sirkuit Mandalika, Jalan bypass Bandara Internasional Lombok-Mandalika, bandara, dan penginapan. Hal itu tentu masih terkait dengan gelaran MotoGP yang digelar pada Maret 2022.

Baca juga :  Peekaboo Jokowi-Golkar

Secara khusus, kawasan ini memang ditargetkan untuk menjadi tujuan wisata olahraga alias sport tourism. Selain MotoGP, pada November 2021 memang ditargetkan akan ada balap motor kelas dunia yang lain yaitu World Superbike.

Dugaan Pelanggaran HAM

Meski menjanjikan hal-hal yang mewah bagi negeri ini, belakangan muncul isu memilukan di balik rencana MotoGP dan pembangunan kawasan Mandalika secara keseluruhan. Seperti disebutkan sebelumnya, ada dugaan pelanggaran HAM dalam pengembangan wilayah tersebut.

Baca Juga: Jokowi, AstraZeneca dan Ecological Imperialism

PBB mengingatkan pemerintah Indonesia untuk menghormati hukum dan HAM yang berlaku. Lembaga tersebut khawatir kalau proyek Mandalika menyebabkan perampasan tanah, penggusuran paksa masyarakat adat, dan intimidasi kepada pembela HAM.

Olivier De Schutter, Pelapor Khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan hak asasi manusia, menggambarkan kalau rumah, ladang, sumber air, peninggalan budaya, dan situs religi masyarakat rusak akibat proyek disebut sebagai Bali Baru tersebut.

Hal kurang lebih serupa diungkapkan oleh Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), organisasi sayap dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Mereka menyebut kalau masyarakat Dusun Ai Bunut telah menjadi korban proyek Mandalika. Kelompok masyarakat ini sendiri memang menolak pembangunan sirkuit balap di sana.

Selain itu, ternyata masih ada pula laporan dari Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari menyebut kalau ia menerima 15 aduan warga yang digusur. Komnas HAM kemudian meminta PT ITDC untuk membayar lahan warga yang digusur.

Dalam laporan beberapa media, proyek Mandalika sendiri disebut-sebut dibangun di lahan sengketa. Dalam laporan tersebut, digambarkan kalau sebenarnya warga sekitar tak menolak pembangunan pembangunan sirkuit Mandalika.

Meski demikian, banyak masyarakat yang masih belum menerima biaya penggantian lahan. Dalam kadar tertentu, masyarakat sebenarnya mempertahankan lahan mereka yang belum dibayar perusahaan.

Di tengah munculnya dugaan-dugaan tersebut, pemerintah sendiri tampak menepis segala tudingan. Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin misalnya menyebut kalau tak mungkin proyek strategis nasional itu menyengsarakan rakyat.

Terlepas dari itu, isu HAM ini telanjur jadi bahan pembicaraan publik bahkan hingga tingkat internasional. Akibatnya, tentu kontroversi jadi sesuatu yang menyertai persiapan balap MotoGP di Mandalika.

Menyoal Isu Warisan

Dengan muncul kontroversi terkait HAM tersebut mungkin akan muncul pertanyaan di benak beberapa orang, mengapa pemerintahan Jokowi ingin ada MotoGP di Mandalika?

Mungkin jawaban formalnya akan terkait dengan potensi ekonomi dan pariwisata seperti yang sudah disebut di atas. Meski demikian, boleh jadi publik bisa menilai sisi lain dari proyek olahraga besar seperti MotoGP ini.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Baca Juga: Covid-19 Berkah Bagi Kelompok Super Kaya Indonesia?

Politik dan olahraga dalam banyak kasus memang kerap tak bisa dipisahkan. Secara khusus, event olahraga besar sebenarnya kerap kali punya isu politik di dalamnya. Hal ini diungkapkan misalnya oleh Jonathan Grix dalam The Politics of Sports Mega-events.

Dalam jurnal tersebut, ia lebih menyoroti event yang lebih megah yaitu Olimpiade. Grix menjelaskan bahwa olimpiade bisa menjadi semacam showcase bagi negara tuan rumah. Selain itu, ia juga menyebut kalau event semacam itu menjadi semacam legacy atau warisan bagi penyelenggara.

Lebih jauh, Grix menyebutkan kalau perkara kerap jadi alasan utama dari proses bidding dan penyelenggaraan sebuah event olahraga besar.

Merujuk pada kondisi tersebut, boleh jadi ada yang menganggap kalau ambisi menggelar MotoGP di Mandalika terkait dengan legacy pemerintahan Jokowi. Menggelar event olahraga yang begitu digemari mungkin akan membuat pemerintahan era tersebut lebih diingat.

Jika berbicara lebih jauh mengenai legacy dan mengaitkannya dengan isu HAM, ada analisis dari Andrew Adams dan Mark Piekarz. Mereka menggambarkan kalau gelaran olahraga besar bisa meninggalkan pengaruh menguntungkan atau merugikan isu HAM.

Nah, dalam konteks MotoGP, sejauh ini dampak yang terlihat justru adalah isu HAM yang merugikan. Isu terusirnya masyarakat apalagi masyarakat adat demi pembangunan mungkin bukan preseden baik dalam pembangunan dan kaitannya dengan hak masyarakat.

Isu HAM sendiri belakangan memang kerap menyertai proses pembangunan dan persiapan event olahraga besar. Olimpiade di Rio Brazil pada 2016 lalu dan Piala Dunia di Qatar 2022 juga disertai dugaan soal pelanggaran HAM.

Bagi Jokowi sendiri, isu tersebut mungkin akan menambah catatan kontroversinya soal pembangunan. Sebelumnya, pembangunan infrastruktur seperti Bandara Kertajati dan Bandara Internasional Yogyakarta juga diterpa oleh isu terganggunya hak warga.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, perkara legacy Jokowi mungkin dianggap masyarakat dalam pertaruhan. Di satu sisi, ia bisa memiliki warisan berupa keberhasilan menggelar event besar olahraga yang digemari. Di sisi lain, publik juga bisa saja malah mengungkit isu HAM yang diduga terlanggar.

Lalu, warisan apa yang nantinya akan lebih diingat? Semuanya boleh jadi tergantung pada ragam kebijakan yang diambil dalam beberapa waktu mendatang. (H33)


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Youtube Membership

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...