Emang ada politik tanpa mahar?
PinterPolitik.com
“Politik adalah seni halus mendapatkan suara dari orang miskin dan dana kampanye dari orang kaya, dengan menjanjikan melindungi satu dari yang lain.”
(Oscar Ameringer, penulis dan aktivis sosialis keturunan Jerman)
[dropcap]D[/dropcap]rama Pilgub Jatim terus berlanjut. Ada beberapa hal yang tak diduga-duga sebelumnya, malah terjadi di sana. Yang pertama, soal manuver mengejutkan yang dilakukan Gerindra ke kubu Gus Ipul. Yang kedua, soal terpilihnya Puti Guntur Soekarno sebagai pendamping Gus Ipul, dan yang ketiga, soal pengakuan mengejutkan dari La Nyalla Mattalitti terkait ‘mahar politik’ yang ditawarkan oleh Gerindra. Jumlahnya cukup fantastis, bahkan mencapai miliaran rupiah.
La Nyalla Kesal Dimaki Prabowo soal Uang Rp 40 M, Fadli Zon Sebut Miskomunikasi.
Dalam hal ini, siapa yang kamu percayai?
— ˢᵃˢᵗʳᵃ ᵐᵃⁿᵍᵏᵘˡᵘʰᵘʳ ʰᵘᵗºᵐº (@SastraHutomo) January 11, 2018
Kalau mau bicara soal uang mahar dalam politik itu bukanlah hal baru. Ibarat kentut, baunya kecium, tapi rupanya nggak kelihatan. Lantas apakah uang mahar itu? Terus apakah cuma Gerindra sendiri yang mempraktekkan hal tersebut?
Sebenarnya saya nggak usah menjelaskan panjang lebar deh. Saudari maupun saudara yang pernah terlibat dalam Pilkada, entah sebagai calon maupun tim sukses pasti lebih paham soal yang beginian. Pernyataan La Nyalla soal mahar politik yang diminta Gerindra memang terbukti benar adanya.
Soalnya pihak Gerindra sendiri telah mengiyakannya dan menganggap itu sebagai sebuah kewajaran. Waketum Gerindra Arif Poyuono mengatakan bahwa uang mahar yang diminta memang akan dipakai untuk membayar saksi di setiap TPS di seluruh Jatim, jadi wajar kalau dana segitu dibutuhkan. Kalau sudah seperti ini, kira-kira siapa yang mau disalahkan, La Nyalla atau Gerindra?
Mari kita kupas satu per satu.
Kalau mau blak-blakan, yah dua-duanya salah. Ah, kok bisa gitu? Ya memang gitu, karena memang kalau mau main politik ‘kantong’ harus tebal dong. Nggak mungkin La Nyalla nggak tau soal itu. Kalau memang dia tau, terus kenapa tiba-tiba ia membuka ‘aib’ Gerindra di depan umum? Jangan-jangan ini efek karena ia gagal diusung Gerindra? Entahlah.
Lalu apakah salah jika Gerindra meminta uang mahar kepada La Nyalla? Idealnya, Gerindra pasti salah dong. Karena uang mahar yang diminta ke La Nyalla bisa diindikasikan sebagai bentuk pemerasan atau bagian dari transaksi politik.
Namun, mustahil jika berpolitik tanpa mahar, apalagi di Indonesia. Berarti aksi Gerindra yang minta uang mahar kepada La Nyalla bukan karena ‘kurang modal’, tapi karena memang udah jadi kebiasaan di dalam dunia politik Indonesia. Kalau begitu Gerindra benar nih? Ya, tergantung. (K-32)