Mike Pence, sosok asing dan misterius dimata orang Indonesia, namun posisinya sangat penting sebagai duta bagi Amerika Serikat di Indonesia. Siapakah ia dan bagaimanakah Pence mampu membawa misi Amerika Serikat di Indonesia? Apakah Pence datang sebagai sahabat atau musuh? Yuk, kita cari tahu!
PinterPolitik.com
Kedatangan Mike Pence di Indonesia mengundang sejuta pertanyaan. Sebagai permulaan, Amerika Serikat di bawah perintah Trump tengah ditentang dunia berkaitan dengan bom atom dan imigran dari Suriah, dua isu yang juga sangat ditentang Indonesia. Isu pertama ini bahkan membuat Indonesia pada akhirnya berpihak pada Pemerintah Suriah, yang menurut Indonesia tidak bersalah atas pemboman kimia terhadap warganya sendiri di Provinsi Idblib. Sebagai akibatnya, Indonesia semakin kehilangan rasa segannya terhadap negara adidaya ini.
Khawatir akan kehilangan pengaruh di Indonesia, mengingat banyaknya politik kepentingan Amerika Serikat, pemerintahan Trump memutuskan untuk mengirim Mike Pence sebagai wakilnya untuk berkunjung di Indonesia, negara asia pertama yang akan dikunjungi pada tanggal 20 April nanti, sebelum tur kunjungan selanjutnya akan di Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Hal ini seakan-akan hendak menunjukkan eksistensi dan kesungguhan Amerika Serikat untuk benar-benar memperbaiki hubungan dan menancapkan kakinya pada dunia hubungan Internasional, baik kepadanya sekutu maupun musuhnya.
Namun sebelum melangkah lebih jauh, tidak banyak orang Indonesia yang belum mengenal dengan baik mengenai wakil presiden Amerika Serikat terbaru ini. Untuk itu, marilah kita membahas tentang Pence, yang rumornya akan datang ke Indonesia untuk mencairkan ketakutan dan kekhawatiran tentang kebencian dan permusuhan lebih lanjut terhadap Islam dari Presiden Trump, disamping untuk membicarakan berbagai kepentingan Amerika Serikat lainnya di Indonesia, termasuk diantaranya Freeport dan terorisme.
[dropcap size=big]M[/dropcap]ike Pence, sang primadona baru di dalam politik luar negeri Amerika Serikat. Ia tidak mempunyai jejak karir sebagai pebisnis, hanya sebagai politikus dari Partai Republik yang bermula dari anggota kongres selama sepuluh tahun sebelum menjadi Gubernur Indiana pada tahun 2013. Meskipun demikian, pamornya lebih jauh diunggulkan dibandingkan dengan Donald Trump, sang presiden terpilih.
Orang menyebutnya politikus sejati untuk Kelompok Republik karena ia dianggap lebih mampu untuk menarik perhatian Kaum Republik Tradisional yang tidak begitu menyukai Trump, terutama pada keputusan-keputusan kontroversial yang diluncurkan Trump, salah satunya pada Travel Ban atau Pelarangan Perjalanan bagi negara-negara dari Irak, Iran, Suriah, Libya, Somalia, Sudan, dan Yemen selama 90 hari untuk memasuki Amerika Serikat, yang ditandatangani dalam bentuk Executive Order pada tanggal 27 Januari 2017, tetapi kemudian ditolak dan terus ditolak oleh Pengadilan Federal New York dan Massachussets sebanyak dua kali, yaitu tanggal 28 dan 29 Januari 2017.
Mengenai penolakan tersebut, hakim di New York, Ann M. Donnely menyatakan bahwa Travel Ban ini melanggar hak warga negara Amerika yang sama haknya di mata konstitusi, siapapun dan darimanapun ia berasal. Selaras dengan keputusan Donnely, hakim di Massachussets juga menolak Executive Order ini, dengan beralasan bahwa Pemerintah Amerika tidak bisa menahan atau menghapus secara legal datang ke Amerika dari tujuh negara yang disebutkan oleh Trump.
Harus diakui, bahwa terpilihnya Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke-45 pada tanggal 8 November 2016 telah mengejutkan banyak pihak yang tidak menyangka akan hal ini. Trump dianggap tidak cukup menjanjikan untuk mengisi jabatan presiden Amerika Serikat karena kurangnya pengalaman di dalam politik dan dari keputusan yang kontroversial, seperti yang sudah diungkapkan di atas.
Kesuksesan Mike Pence Memimpin Indiana
Mike Pence – Mantan Gubernur beraliran konservatif dan penganut Kristen taat ini – memiliki pengaruh besar di dalam dunia perpolitikan Amerika Serikat terutama di dalam memajukan perekonomian Indiana, tempatnya bertugas sebelum ia dilantik menjadi wakil presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Berbagai kesuksesannya terlihat dari beberapa penjelasan sebagai berikut: Pemotongan pajak pemasukan sebesar 0,17 persen, dari 3,4 persen ke 3,23 persen. Pemotongan pajak pemasukan sepanjang sejarah Indiana berkisar 0,1 persen. Angka pengangguran sejak Pence menjadi Gubernur, yaitu pada Januari 2013, telah menurun dari sekitar 8 persen ke angka persen. Tren penurunan ini sejalan dengan yang terjadi di keseluruhan Amerika Serikat. Sejak Pence menjadi gubernur, dia juga mengklaim bahwa terjadi peningkatan dalam jumlah pegawai negeri. Jumlah pegawai negeri naik dari 116.000 ke 117.000. Meskipun demikian, pertumbuhan ini sangat kecil, ditambah pula dengan ada pengurangan akibat pensiun dalam jumlah besar di pertengahan 2016. Untuk itulah, melihat pertumbuhan ekonomi ini, sederhananya kita bisa melihat nilai pendapatan per kapita. Dua tahun pertama Pence menjabat, pendapatan per kapita Indiana tumbuh sejalan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita keseluruhan Amerika Serikat.
Kedatangan Mike Pence, meskipun tanpa demonstrasi dari berbagai pihak, tetap masih membawa aura kebencian atas keputusan Trump untuk membom atom Suriah dan Travel Ban kepada pengungsi Suriah. Ketidaksukaan ini ditunjukkan Indonesia melalui demonstrasi, yang bahkan semakin memanas bahkan setelah terpilihnya Trump menjadi Presiden Amerika Serikat.
Meskipun dibenci, Amerika Serikat melalui perwakilannya, yaitu Mike Pence, akan tetap datang untuk berekonsiliasi dengan Indonesia. Sebagaimana telah diungkapkan, motifnya adalah rekonsiliasi agama. Meskipun demikian, kedatangan Pence juga dimaksudkan sebagai motif ekonomi, yaitu di dalam investasi asing, di dalam kaitannya dengan masalah negosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia. Selain itu, kedatangan Pence juga dimaksudkan untuk membicarakan mengenai terorisme.
Ketiga motif di atas, apapun bentuknya, kedatangan Pence tetap dapat dikatakan memiliki motif-motif tersembunyinya sendiri. Pragmatisme apabila dilihat dari sisi rekonsiliasi agama serta negosiasi kontrak karya dan sahabat apabila membicarakan terorisme. Kedua ini menjadi perhatian, mengingat bahwa Amerika Serikat baik secara pribadi dari Trump sendiri maupun demi Amerika Serikat juga memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Apabila Donald Trump memiliki hotel di Bali, maka Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk memajukan negerinya melalui investasi asing, yang paling terbesar adalah melalui saham Freeport. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan slogan kampanye Trump, yaitu To Make America Great Again.
Akan tetapi, kedatangan Trump akan menaikkan gejolak massa yang mengecamnya di Indonesia. Oleh karena itu demi menghindari pertikaian, Mike Pence terpilih untuk menghadapi Indonesia. Ia dianggap lebih ‘jinak’ dan memiliki pendekatan yang baik di dalam berdiplomasi dengan Indonesia, sehingga memungkinkan kepentingan Amerika Serikat dan bahkan Trump dapat terwujud, Konsep ‘jinak’ ini sangat mungkin berhubungan dengan Pence yang memiliki rekam jejak pernikahan hanya sekali, tidak pernah berselingkuh, dan ditambah lagi dengan ketaatannya beragama sebagai orang Kristiani. Berbeda halnya dengan Trump yang memiliki sejarah kawin cerai dan rekam bisnis yang tidak jujur, yaitu dengan menggunakan keterlibatan keluarga dan pelanggaran aliran dana, seperti yang terlihat pada dua infografis di bawah ini. Dengan demikian, apakah Pence dengan kejujurannya menjadi faktor penentu terpilihnya ia ke Indonesia?
Pence sendiri dikenal sebagai politikus yang mengedepankan nilai-nilai Republik di dalam berpolitik. Ia dikenal menentang aborsi, perkawinan sejenis, menentang kontrol senjata, dan bahkan menentang kedatangan pengungsi Suriah di Indiana. Tentang pengungsi Suriah ini, ia menyatakan pada tahun 2006 bahwa deportasi sendiri atau Self-Deportation diperlukan agar mereka dapat diizinkan untuk masuk ke Amerika dengan cara yang legal. Intinya, ia tidak menawarkan jalan untuk kewarganegaraan bagi mereka, tetapi juga tidak mengusulkan “kekuatan deportasi” itu sendiri. Dengan kata lain, Pence sebagai politikus bersikap pasif terhadap pengungsi Suriah, meskipun sebagian besar keputusannya tetap bersikap menentang.
Akan tetapi, muncul dugaan kemudian bahwa bahwa kekonservativan Pence adalah pragmatisme belaka, politik berdasarkan asas kemanfaatan yang biasa dilakukan oleh politikus dunia, terutama Amerika Serikat. Perpolitikan semacam ini adalah gaya bahasa politik yang masih menggunakan dualisme pemikiran. Di satu sisi, Pence sebagai wakil presiden dari Trump, awalnya tidak menyetujui rancangan Executive Order tentang Travel Ban dari tujuh negara, namun lama-kelamaan ia akhirnya menyetujuinya. Sikap Pence ini semakin menekankan bahwa di dalam ia dan Trump sama-sama sebagai pragmatis yang keras kepala, serta mampu bekerja sama demi kepentingan Amerika Serikat. Hal ini menyingkirkan pandangan awal media di Amerika Serikat yang awalnya menduga akan berlangsung perselisihan antara keduanya, mengingat perbedaan sifat keduanya yang berlawanan arus.
Di Indonesia sendiri, Pence dengan pragmatismenya belum jelas akan membawa kepentingan siapa. Meskipun demikian, kuat dugaan bahwa ia membawa misi Trump untuk memajukan ekonomi Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari beberapa fakta di bawah, yaitu bahwa Trump memiliki beberapa bisnis di Indonesia, salah satunya di DT Marcks Lido LLC, yang beroperasi melalui PT Lido Nirwana Parahyangan, yang memberikan keuntungan pada Trump sebesar 13,4 miliar sampai dengan 67 miliar rupiah. Fakta menarik lainnya muncul bahwa meskipun negara muslim, Indonesia dianggap sebagai sahabat Amerika Serikat. Benarkah demikian adanya? Mengapa kenyataan ini terlihat sebagai pragmatisme Amerika Serikat belaka diselubungi rekonsiliasi agama dan rangkulan persahabatan? Lihatlah politik kepentingan Trump di bawah ini, terutama pada kutipan mengambil potensi mengambil untung dari kebijakan luar dan dalam negeri serta kesepakatan dengan menggunakan status presidennya. Melihat hal ini, Pence sudah jelas membawa kepentingan politik Trump, dan bukan Amerika Serikat.
Pada akhirnya, apapun bentuk dan tujuan kunjungan Amerika Serikat ke Indonesia, pragmatisme maupun murni persahabatan, semuanya akan menguntungkan baik Pihak Indonesia maupun pihak Amerika Serikat sendiri. Pada akhirnya, akankah pragmatisme dan persahabatan memiliki kemungkinan untuk berubah menjadi simbiosis mutualisme demi kemajuan bersama? Kita akan lihat pada saat kunjungan Mike Pence tanggal 20 April nanti. (N30)