Dari Arab Saudi Rizieq Shihab menyerukan pentingnya mewujudkan NKRI Bersyariah. Bagaimana mewujudkan NKRI kalau berlandaskan syariah?
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]etahun berlalu, Aksi Bela Islam 212 nyatanya tidak kehilangan gairahnya. Hal ini terlihat pada aksi Reuni Alumni 212 beberapa waktu lalu. Silang Monas disulap menjadi lautan manusia berpakaian serba putih, persis seperti Aksi 212 satu tahun yang lalu.
Gelaran reuni tersebut dihadiri berbagai tokoh yang ikut serta dan membesarkan aksi ini di tahun lalu. Meski begitu, salah satu pentolan utamanya yaitu Habib Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tidak dapat hadir secara fisik pada Reuni Alumni 212 tersebut. Akan tetapi, hal ini tidak berarti Sang Habib tidak memberikan petuahnya.
Dari Arab Saudi, Rizieq menyampaikan pidatonya kepada peserta reuni lewat telepon. Yang menarik adalah dalam seruannya tersebut Rizieq mendorong terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Bersyariah. Ia mendesak agar hukum syariat yang sesuai dengan Al-Quran diterapkan di Indonesia.
Saat membahas konsep tersebut, Rizieq menyebut bahwa syariat Islam dapat berdampingan dengan Pancasila. Ia juga menegaskan bahwa cita-cita tersebut tidak berarti ingin menggantikan Pancasila. Untuk itu, menarik untuk melihat bagaimana kedua konsep tersebut berdampingan. Mungkinkah NKRI bersyariah bisa terwujud?
Konsep NKRI Bersyariah
Pada pidatonya yang disiarkan jarak jauh dari Arab Saudi, Rizieq Shihab menjabarkan sejumlah konsep NKRI bersyariah. Ada beberapa poin yang menjadi penekanan Rizieq dalam mewujudkan NKRI yang sesuai dengan Al-Quran tersebut.
Rizieq menyebut bahwa NKRI bersyariah adalah NKRI yang beragama, bukan ateis atau komunis yang tanpa agama. Ia juga menjelaskan bahwa NKRI bersyariah adalah NKRI yang menjamin semua umat beragama untuk menjalankan ibadah dan syariat agamanya masing-masing.
Masih soal agama, ada poin lain yang ia sebutkan. Menurutnya NKRI yang sesuai syariah adalah NKRI yang melindungi semua agama dari penistaan dan penodaan serta pelecehan.
Dalam beberapa poin ia pun menjelaskan pentingnya NKRI yang sesuai hukum Islam ini untuk melindungi kepentingan umat Islam. Ini nampak misalnya pada NKRI yang memiliki pejabat yang Islami, melindungi mayoritas muslim, melindungi ulama dan santri dari kriminalisasi, dan melindungi umat dari makanan, minuman, dan obat-obatan haram, anti-narkoba, minuman keras, prostitusi, dan kaum LGBT. Ia juga menyebut pentingnya ekonomi yang bebas dari riba.
Pada beberapa poin lain, konsep ini dapat dikatakan memiliki kesesuaian dengan gambaran umum dari negara yang dicita-citakan banyak orang. Hal ini misalnya nampak dalam NKRI yang menghadirkan pejabat yang amanat dan tidak khianat. Ada pula konsep Berdikari di mana pribumi harus menjadi tuan di negeri sendiri.
Pada poin-poin lain ia mengaitkan NKRI yang bersyariah dengan sila-sila dalam Pancasila. Secara khusus ia menjabarkan bahwa NKRI yang bersyariah adalah yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, menjaga persatuan Indonesia, dan mengedepankan musyawarah.
Ia menjelaskan bahwa NKRI yang sesuai dengan syariah adalah justru NKRI yang sesuai dengan Pancasila. Ia menyanggah bahwa upaya mewujudkan NKRI yang sesuai dengan syariat Islam adalah upaya untuk mengganti Pancasila.
Rizieq menyebut bahwa untuk mewujudkan NKRI bersyariah justru harus berpegang teguh pada Pancasila. Meski begitu Pancasila ini harus berdasarkan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Menurutnya hal ini sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Berkaca dari Konsep NKRI Bersyariah
Jika poin-poin yang disampaikan Rizieq tersebut menjadi indikator penerapan NKRI bersyariah, maka secara prinsip sebenarnya hal tersebut sudah terwujud. Ada beberapa hal yang menjadi bukti dari hal ini.
Pada poin NKRI yang beragama, tidak ateis dan komunis misalnya, secara prinsip hal ini sudah berlaku di Indonesia. Pada Pancasila dan UUD 1945 jelas disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada poin ateisme dan komunisme telah ada aturan yang membatasi kedua hal ini. Indonesia memang tidak sepenuhnya melarang praktik ateisme,tetapi terdapat larangan untuk menyebarkan ateisme yaitu pada Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Syariah adalah general principles of law. Ia dapat ditransformasikan menjadi hukum positif nasional https://t.co/9EMDMUFzgp
Kondisi serupa juga berlaku untuk paham komunisme. Pasca peristiwa G30S, terbit Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS Tahun 1966. Tap MPRS ini memuat pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang, dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
Kebebasan untuk beragama dan beribadah juga sudah dijamin dalam UUD 1945. Pada pasal 28E ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hal yang sama disebutkan juga pada Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
KUHP juga telah mengakomodasi sejumlah konsep yang dicita-citakan Rizieq dalam menegakkan syariah Islam. Dalam hal penistaan agama misalnya, hal ini telah disebut dalam pasal 156 KUHP. KUHP juga membahas mengenai miras, misalnya pada pasal 300. Kegiatan prostitusi juga bisa saja dikenakan pasal 296 KUHP.
Telah ada pula berbagai undang-undang khusus yang telah sesuai dengan prinsip-prinsip pada konsep NKRI bersyariah ala Rizieq. Untuk pornografi, telah ada UU No.44 tahun 2008 tentang Pornografi. Masalah Narkoba telah diatur di dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Secara legal, Indonesia juga belum mengakui LGBT. Pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Indonesia belum mengakui perkawinan sesama jenis. Selain itu, pada UU No.24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan juga Indonesia hanya mengakui dua jenis kelamin saja yaitu laki-laki dan perempuan.
Negara ini juga telah mengakui berbagai kepentingan dan hak spesifik umat Islam dalam bentuk UU. Negara misalnya harus menjamin kehalalan produk sesuai dengan UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Ekonomi yang sesuai syariah juga telah diatur di dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Secara prinsip sebenarnya negara telah melindungi kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariah. Dalam kadar tertentu, produk hukum spesifik seperi UU JPH atau UU Perbankan Syariah justru menunjukkan keberpihakan berlebih negara kepada umat Islam. Hal ini belum mencakup berbagai peraturan daerah (Perda) yang berbau penetapan syariah.
Memang penerapan sanksi pada berbagai UU di Indonesia belum mengakomodasi hukum pidana Islam. Hukuman seperi hudud atau qishash misalnya memang masih belum diterapkan dalam hukum pidana Indonesia. Akan tetapi, secara umum substansi dari konsep syariah yang diserukan Rizieq telah banyak dilindungi hukum Indonesia.
Kemasan vs Substansi Syariah
Berdasarkan penjabaran di atas dapat dikatakan bahwa pada tataran substansi aturan hukum negara ini sesungguhnya telah sejalan dengan NKRI yang sesuai syariah seperti dikatakan Rizieq. Beberapa substansi dari konsep tersebut bahkan telah termaktub dalam aturan hukum formal di Indonesia.
Jika secara prinsip konsep NKRI yang berlandaskan syariah telah terwujud, lalu apa lagi yang harus dikejar? Jika pengakuan formal bahwa NKRI sepenuhnya mengadopsi syariah Islam yang diinginkan, maka hal tersebut sulit diwujudkan. Hal ini dikarenakan NKRI bukanlah negara Islam dan bukan pula negara yang penduduknya 100 persen Muslim.
Apabila hal tersebut yang diinginkan maka konsep syariah yang ingin dikejar hanya kemasan saja. Hal ini seolah menunjukkan bahwa yang dicita-citakan bukanlah substansi dari syariah.
Mrk yg ikut reuni 212 buat gw merepresentasikan ideal Masyumi. Meski Masyumi sndr jg tdk monolitik. Menarik jk byk wwncr dg mrk terkait ide formalisasi syariat, nkri bersyariah ato supremasi muslim.
Secara konsep, penerapan syariah juga sulit ditemukan konsep awalnya. Banyak cendekiawan Muslim mengatakan bahwa Islam tidak menjelaskan bentuk negara Islam secara rinci. Hal ini membuat pasca Nabi Muhammad wafat tidak ada bentuk negara Islam yang sama.
Kondisi tersebut berdampak pada penerapan syariat pada tingkat negara. Sejak Nabi Muhammad wafat banyak negara yang mengaku menegakkan syariat Islam. Akibatnya sulit menemukan role model negara yang paling benar dalam penerapan syariat.
Rizieq agaknya perlu menyadari bahwa Indonesia bukanlah negara Islam seperti Arab Saudi, Iran, Pakistan, atau Malaysia. Akan tetapi Indonesia juga tidak sepenuhnya sekuler seperti Amerika Serikat atau Prancis. Indonesia tetap mengakui dan melindungi praktik-praktik keagamaan meski bukan negara teokrasi. Adanya Kementerian Agama dapat dipandang sebagai kompromi dari kondisi ini.
Pilihan para founding fathers untuk tidak membentuk negara agama berlandaskan Islam dapat dipahami sebagai usaha menjaga kemajemukan. Meski negara ini memang mayoritas Muslim, tidak berarti bahwa hanya kepentingan umat Islam saja yang harus dipenuhi.
Pada pidatonya, Rizieq menyebutkan bahwa ia ingin mengembalikan UUD 1945 sesuai dengan Piagam Jakarta. Ia beralasan bahwa ada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi landasan cita-citanya tersebut.
Hal tersebut cenderung sulit diwujudkan. Ada alasan mengapa para founding fathers memilih menghapus tujuh kata yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dari Piagam Jakarta. Ada kompromi yang harus dilakukan agar tidak terjadi perpecahan di negeri ini.
Ketujuh kata tersebut dianggap akan menimbulkan segregasi antara penduduk Muslim dan non-Muslim. Itulah sebabnya ketujuh kata itu dihilangkan dari Pancasila.
Yg pokok, tegakkan keadilan, memimpinlah dgn amanah, lindungi manusia, bertaqwalah kpd Tuhan. Ittaquu rabbakum. Itulah syariah.
Secara legal, landasan dekrit juga problematik. Dekrit presiden tidak memiliki kekuatan hukum yang formal. Lebih spesifik lagi telah ada Tap MPR No XVIII/MPR/1998 yang mengukuhkan Pancasila sesuai UUD 1945 sebagai dasar negara.
Beberapa pengamat menduga, pengakuan formal syariah berkaitan dengan bangkitinya Islam sebagai politik identitas. Kebangkitan ini diduga berakar dari kekecewaan terhadap sistem sekuler seperti liberalisme dan kapitalisme. Para pengamat juga menduga perasaan tertindas umat Islam atas perlakuan rezim juga memicu keinginan mengadopsi syariah secara formal.
Secara substansi, NKRI yang sesuai dengan -atau setidaknya tidak melanggar- syariah sebenarnya sudah terwujud. Maka di atas kertas, secara prinsip konsep NKRI yang Rizieq kumandangkan sebenarnya sudah terwujud melalui berbagai hukum formal. Berbagai konsep tersebut sejauh ini telah berjalan beriringan dengan Pancasila sesuai dengan seruan Rizieq.
Jika yang dicita-citakan adalah pengakuan formal dalam kemasan negara Islam, maka hal tersebut sulit diwujudkan. Ada kemajemukan bangsa yang harus dijaga. Yang terpenting adalah penegakan hukum yang adil agar prinsip-prinsip yang tidak bertentangan dengan syariah dapat tetap dijaga. (Berbagai sumber/H33)