HomeNalar PolitikMenyoal Kesetiaan Budi Karya-Jokowi

Menyoal Kesetiaan Budi Karya-Jokowi

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kerap tampil mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan. Boleh jadi, kehadiran Budi merupakan bentuk kesetiaan dan kepercayaan yang terbangun antara sang Menhub dengan presiden.


PinterPolitik.com

“Stuck to the plan, always think that we would stand up, never ran. We the fam and loyalty never change up” – Wiz Khalifa, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir dalam sebuah acara diskusi yang membahas mengenai pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dalam acara itu, mantan Wali Kota Solo tersebut didampingi oleh dua menteri yang telah membantunya sejak periode pertamanya, yakni Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi.

Mungkin, Jokowi memang kerap didampingi kedua menteri tersebut. Bahkan, saking sering bertemu, presiden mengatakan bahwa dirinya sampai-sampai bosan melihat sosok dua menteri ini.

Boleh jadi, hubungan “spesial” telah terbangun di antara tiga figur ini. Basuki misalnya, sempat mengatakan bahwa dirinya setia kepada Jokowi akibat kepercayaan yang diberikan sang presiden kepadanya.

Adanya rasa setia dan percaya di antara Jokowi, Basuki, dan Budi ini mungkin yang membuat presiden mengharapkan kembalinya gebrakan dua menteri ini di Kabinet Indonesia Maju. Presiden pun akhirnya memberikan tugas bersama bagi duo menteri ini, yakni mengawal pembangunan infrastruktur pada periode 2020-2024.

Bukan tugas yang ringan memang. Namun, selain bentuk kepercayaan presiden kepadanya, Budi menanggapi tugas ini sebagai tantangan yang disukainya. Bagi Menhub, tantangan yang diberikan oleh Jokowi merupakan asupan rutin bagi dirinya semenjak bekerja untuk mantan Wali Kota Solo tersebut.

Bak olahraga ekstrem, Budi merasa tantangan-tantangan yang diberikan oleh Jokowi dapat memacu hormon adrenalinnya sehingga ingin bekerja lebih keras lagi guna menggapai target yang diharapkan.

Terlepas dari adrenalin yang memacunya, Jokowi boleh jadi memiliki alasan tersendiri untuk kembali menempatkan Budi pada posisi yang sama dalam Kabinet Indonesia Maju. Kira-kira, motivasi apa yang mendasari keputusan Jokowi? Lalu, bagaimanakah hasil pacuan adrenalin Budi dalam periode pertama kepresidenan Jokowi?

Kesetiaan Politik

Kesetiaan bagi siapapun dapat berarti esensial dalam hubungan yang terjalin antar-individu, baik itu pertemanan, percintaan, atau hubungan profesional. Dalam politik, kesetiaan semacam ini bisa jadi juga dibutuhkan oleh Presiden Jokowi dalam menjalankan pemerintahannya.

John Kleinig dari City University of New York (CUNY) dalam tulisannya yang berjudul Loyalty menjelaskan bahwa kesetiaan dapat dipahami sebagai sifat praktis untuk bertahan dalam keterikatan asosiasional yang disertai dengan komitmen guna mengamankan – atau setidaknya tidak mengganggu – kepentingan yang dimiliki oleh objek kesetiaan itu sendiri. Dalam arti lain, seseorang yang setia memiliki ikatan dengan orang lain yang kepentingannya ingin dijaga atau diwujudkan.

Baca juga :  Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Perasaan setia semacam ini biasanya berkaitan juga dengan pendirian (perseverance) individu tersebut dalam menjaga komitmennya. Dengan perseverance yang dimilikinya, seseorang akan tetap menjaga kesetiaannya meskipun sikap dan sentimen itu bisa saja berbiaya tinggi atau merugikan.

Di sisi lain, perasaan percaya pada orang lain turut menyertai ikatan kesetiaan yang terbangun. Kleinig menjelaskan bahwa rasa percaya yang menyertai kesetiaan biasanya didasarkan pada pertimbangan akan pantas dipercaya atau tidaknya objek kesetiaan.

Kesetiaan Budi boleh jadi telah terbangun sejak Jokowi memegang jabatan Gubernur DKI Jakarta. Kala itu, Budi menduduki posisi petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

Mungkin, pertimbangan inilah yang dimiliki oleh Jokowi sebelum menempatkan dan memberikan tugas dan posisi yang dirasa perlu. Dalam hal ini, pertimbangan politis bisa saja menyertai keputusan presiden dalam memilih menterinya.

Relasi kesetiaan ini bisa saja diandalkan oleh presiden dalam memengaruhi kekuatan-kekuatan politik lain. Share on X

Asumsi ini menjadi beralasan dengan adanya konsep kekuatan presiden (presidential power) milik Richard Neustadt. Dalam konsep ini, kekuatan presiden bukanlah diukur berdasarkan pengaruhnya secara hukum, melainkan lebih pada bagaimana presiden dapat memengaruhi kekuatan-kekuatan politik lain.

Pemahaman mengenai konsep dinamika kekuatan yang multipolar ala Neustadt ini dijelaskan lebih lanjut oleh George C. Edwards III dalam tulisannya yang berjudul Neustadt’s Power Approach to the Presidency. Edwards III menyebutkan bahwa pengaruh presiden justru dapat didasarkan pada relasi-relasi yang dimilikinya.

Relasi-relasi inilah yang nantinya diandalkan oleh seorang presiden dalam memengaruhi kekuatan-kekuatan politik lainnya. Dengan begitu, presiden dapat lebih leluasa dalam menerapkan kebijakan-kebijakannya.

Lantas, mengapa kesetiaan politik Budi menjadi penting bagi Jokowi?

Mengacu pada penjelasan Kleinig sebelumnya, kesetiaan dapat menimbulkan komitmen penjagaan kepentingan meskipun ikatan komitmen itu dapat berbiaya tinggi. Boleh jadi, kesetiaan ini mendorong Budi untuk menjalankan kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh Jokowi.

Dari sinilah, kekuatan Presiden Jokowi menjadi lebih luas. Setidaknya, melalui relasi kesetiaan yang dimilikinya dengan menteri-menterinya – seperti Menhub Budi – dapat menjamin pengaruh presiden dalam penerapan kebijakan dan kepentingannya dalam menjalankan pemerintahan.

Kepentingan untuk melaksanakan pembangunan-pembangunan infrastruktur misalnya, menjadi salah satu fokus Presiden Jokowi semenjak memegang jabatan pemimpin eksekutif periode 2014-2019. Apalagi, mantan Wali Kota Solo itu dinilai tengah berupaya mempercepat visi Jokonomics – arah kebijakan ekonomi yang berfokus pada pembangunan.

Namun, terlepas dari adanya perluasan pengaruh Jokowi, apa implikasi lain yang ditimbulkan dari relasi kesetiaan?

Pertimbangan Kesetiaan

Secara politik, relasi dan ikatan kesetiaan dapat membawa kekuatan tersendiri bagi objek kesetiaan, yakni presiden. Namun, kesetiaan ini bisa saja memiliki keterbatasan tertentu.

Jika ditilik kembali, sosok Menhub Budi pada periode pertama pemerintahan Jokowi tidaklah lepas dari berbagai persoalan. Semenjak menggantikan Ignasius Jonan pada tahun 2016, dunia transportasi Indonesia menghadapi beberapa cobaan.

Baca juga :  Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 pada tahun 2018 lalu misalnya, masih menjadi perhatian publik dan media hingga beberapa waktu lalu. Pasalnya, upaya ganti rugi kepada keluarga korban.

Hingga kini, persoalan ganti rugi ini belum tuntas. Kemenhub sendiri – sebagai pihak regulator atas maskapai-maskapai penerbangan – dianggap tidak membantu banyak dalam persoalan ini dengan hanya menjadi pendengar dalam audiensi antara keluarga korban dan Lion Air. Bahkan, kementerian itu dinilai kurang berpihak pada keluarga korban.

Persoalan dunia penerbangan yang menghantui Kemenhub yang dipimpin Budi tidak hanya berhenti pada kecelakaan Lion Air. Beberapa bulan lalu, mahalnya tiket pesawat sempat menjadi perhatian masyarakat.

Mahalnya tiket pesawat ini berdampak pada menurunnya jumlah penumpang pesawat. Ekonomi pada akhirnya dinilai melambat akibat menurunnya mobilitas warga antardaerah. Kemenhub pada akibatnya menjadi sasaran kemarahan publik. Di Twitter, tagar #PecatBudiKarya sempat ramai mewarnai linimasa Indonesia.

Selain persoalan jatuhnya pesawat Lion Air dan polemik mahalnya tiket pesawat, angka kecelakaan juga dapat menjadi polemik tertentu. Budi misalnya, pernah mengklaim bahwa angka kecelakaan turun di kala musim gelombang mudik. Namun, berdasarkan data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), tren jumlah kecelakaan justru cenderung meningkat.

Lantas, mengapa – dengan berbagai polemik tersebut – Menhub Budi dapat kembali menjabat dalam Kabinet Indonesia Maju? Bahkan, kementerian ini kini memperoleh tugas lanjutan guna mengawasi berbagai pembangunan proyek infrastruktur transportasi yang berkaitan dengan rencana Bali baru (atau New Balis).

Mungkin, hal ini kembali lagi pada keputusan presiden. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pertimbangan bisa saja melandasi relasi kesetiaan yang terbangun antara Jokowi dan Budi.

Mengacu pada tulisan Kleinig, banyak pendapat menilai bahwa kesetiaan dapat merusak pertimbangan yang lebih rasional. Dalam ikatan kesetiaan, individu dapat menyingkirkan pertimbangan yang didasarkan pada nilai-nilai etik.

Meski begitu, gambaran akan pertimbangan kesetiaan Budi-Jokowi ini belum tentu benar-benar melandasi keputusan presiden untuk kembali memberikan tugas Menhub pada Budi. Presiden boleh jadi memiliki pertimbangannya sendiri, katakanlah untuk menjaga pelaksanaan kebijakan pembangunan infrastruktur.

Mungkin, kesetiaan semacam ini bisa tergambarkan melalui lirik rapper Wiz Khalifa di awal tulisan. Kesetiaan tidak akan berubah dan rencana tetap dijalankan. Menarik untuk dinanti outcome dari kesetiaan ini. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?