Wisata halal menjadi salah satu ide Sandiaga Uno untuk menggenjot pariwisata Indonesia. Sandiaga mencontohkannya melalui Bali. Gubernur Bali tidak bersepakat dengan ide tersebut, dia menganggap tidak sesuai dengan Bali. Jargon Visit Indonesia memang lesu di dunia internasional, Indonesia masih kalah jauh dengan negara tetangga di sektor pariwisata. Dengan naiknya pelancong muslim global, ini adalah sebuah peluang masa depan.
Pinterpolitik.com
[dropcap]C[/dropcap]awapres nomor urut 02, Sandiaga Uno melontarkan wacana wisata halal di pemilihan presiden kali ini, satu wacana yang masih sangat anyar dan kitapun belum memahami betul apa yang terkandung di dalamnya. Sandi menjadikan Bali sebagai salah satu target yang potensial untuk ide tersebut.
Sebelum ide tersebut dipugar secara merata untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh, Gubernur Bali, Wayan Koster yang juga adalah anggota PDIP menolak konsep tersebut. Hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan provinsinya sebab Bali sudah memiliki kekhasan lewat Tri Hita Karana.
Tak hanya Gubernur Bali, banyak pula yang mencibir gagasan tersebut di media sosial. Namun, nampaknya seluruh rangkuman komentar negatif tersebut tidak bisa disasarkan pada ide wisata halal ala Sandi, sebab mereka mendapatkan satu konsepsi yang sepenuhnya salah, bahwa wisata halal disamakan dengan semacam gerakan dakwah atau islamisasi wisata, atau bahkan lebih radikal lagi sebagai upaya masuknya perda syariah.
Bali sudah berabad2 memiliki kultur dan budaya sendiri
Itu menjadi asset bangsa selama ini dalam bhineka tunggal ika
Jika sandiaga uno berwacana akan membuat wisata halal, sungguh keliru persepsinya terhadap bali
Lebel halal itu terlalu sarkastik, apakah selama ini haram bung?
— odie.rdz (@odie88rdz) February 27, 2019
Meluruskan Wisata Halal
Wisata halal sebenarnya adalah konsep untuk mendapatkan akses bagi para pelancong muslim. Di antaranya yaitu petunjuk arah kiblat di tempat penginapan, penyediaan alat salat seperti sarung, mukena, sajadah, juga Allquran. Tak hanya itu, tempat menunaikan ibadah salat di titik-titik wisata juga harus ada.
Selain itu, konsep tersebut juga meliputi servis spesial ketika Ramadan datang. Juga Tempat berenang yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Tour guide juga harus bisa menjelaskan dengan baik tanpa harus menyinggung konsep-konsep dalam agama Islam.
Restoran, kafe, rumah makan, harus bisa menjamin tersedianya konsumsi halal. Konsepsi halal ini memang menjadi hal yang sangat krusial bagi umat muslim, sebab yang halal sejatinya tidak hanya berkisar soal yang berkaitan dengan konsepsi keagamaan, namun dia juga mengadung standar baik dalam sosial
Contohnya makanan dengan mengandung pestisida berlebihan, atau dia dibuat dari satu korporasi yang melakukan tindak kejahatan terhadap ayam yang dipergunakan, tentu hal hal tersebut menjadi pertimbangan untuk tidak meloloskannya menjadi yang halal. Sehingga konsep halal adalah konsep universal yang memang berguna untuk kebaikan bersama.
Di literatur akademik biasa dikenal dengan istilah Halal tourism, Muslim-friendly juga Islamic tourism, dan tidak ada kaitannya dengan wisata religi sama sekali. Pelancong muslim bukanlah pelancong untuk ibadah, bukan tempat liturgis religius, namun mereka hanya ingin hidup gembira di tempat wisata pada umumnya tanpa harus menanggalkan identitasnya sebagai muslim.
Proyeksi Wisata Halal Dunia
Saat ini, Ada sekitar 1,8 miliar populasi muslim dunia, yang progresinya akan mencapai 2,9 miliar di tahun 2060, jumlah yang akan terus bertambang seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan pemeluk Islam di dunia. Berdasarkan lansiran data Pew Research Center, akan ada sekitar 2,8 miliar 2050, atau sekitar 30% populasi dunia. Di mana 60% berada di Asia Pasifik, 20% Timur Tengah dan Afrika Utara, 3% Eropa dan 1% dari Amerika Utara.
Jumlah turis muslim yang pelesiran ke luar negeri terus meningkat. Berdasarkan laporan Global Muslim Travel Index 2018, jumlah turis muslim secara global mencapai 121 juta orang pada 2016. Tahun berikutnya, naik menjadi 131 juta turis, dan diperkirakan menjadi 156 juta turis pada 2020. Pertumbuhan ini memang terasa, di mana ada sekitar 400 lembaga sertifikasi makanan halal yang resmi di dunia untuk menunjang wisata halal.
Di antara pertumbuhan tersebut, muslim menengah atas dengan kemampuan melancong ke luar negeri semakin naik. Penduduk muslim dunia meningkat, sekaligus mereka tetap membawa identitas muslim ketika bepergian.
Tuntutan pariwisata halal ini untuk mengikuti perkembangan tersebut, sebab mereka sangat kaya dari umur dan nasionalitas, sehingga standar halal ini penting bagi diversivitas pelancong muslim.
Kondisi di Indonesia
Indonesia memenangkan World Halal Tourism Award (WHTA) pada 2016, hal tersebut mencakup banyak kategori di antaranya Halal Airport, Halal Beach, hingga Halal Honeymoon.
Menurut Global Muslim Travel Index (GMTI) Indonesia menempati peringkat pertama di dunia. Kriteria yang dipergunakan Mastercard-Crescend yaitu akses, komunikasi, lingkungan dan layanan. Sebelumnya Indonesia menempati ranking 6 di 2015, 4 di 2016, 3 di 2017, 2 di 2018, dan akhirnya 1 di 2019 ini, Indonesia unggul di antara 130 negara lain.
Pada Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2018, skor rata-rata kota di Indonesia sebesar 50. Skor paling tinggi adalah Lombok, 58. Pada IMTI 2019, terjadi peningkatan skor rata-rata sebesar 55. Lombok tetap menjadi terbaik , diikuti dengan Aceh yang memiliki skor 66. Kepulauan Riau mendapatkan skor 63. Lalu Jakarta memiliki skor 59. Dan Sumatera Barat mendapatkan skor 59.
Di sektor turisme halal ini Menteri Pariwisata Arief Yahya menargetkan dari 20 juta kunjungan wisatawan, 5 juta (25%) di antaranya adalah wisatawan dengan karakteristik halal.
Direktur Mastercard Indonesia, Tommy Singgih mengungkapkan bahwa wisata halal adalah bisnis yang cepat tumbuh, hingga 2020 akan meningkat sebesar 35% atau USD 300 milyar dari USD 220 milyar di 2016. Di tahun 2019 diprediksi wisata halal akan mencapai sekitar Rp140 triliun. Total devisa sektor pariwisata yang masuk ke Indonesia tahun 2018 yaitu Rp246,4 triliun.
Wisata Halal di Negara Non-syariah
Sejatinya wisata halal adalah bukan soal negara Islam semata, dengan dunia yang plural, dan semakin jamaknya umat muslim untuk bepergian, maka ada satu tuntutan zaman bagi pariwisata untuk mengikuti arus ini. Sebagai contoh justru negara-negara di mana umat Islam menjadi golongan minor, mampu menerapkan wisata halal dengan jauh lebih baik.
Di Korea Selatan contohnya, sebab ada perkembangan positif jumlah turis asal Asia Tenggara dan Timur Tengah yang berkunjung, yakni mencapai 985.858 orang pada 2016, tumbuh sekitar 33 persen dari 2015 sebanyak 740.861 orang. Pemerintah Kota Seoul menargetkan menarik lebih banyak turis Muslim dari Asia Tenggara dan Timur Tengah untuk berkunjung.
Di Jepang juga mengalami tren yang sama. Terdapat sekitar 271.000 turis Indonesia berpelesiran ke Jepang pada 2016, mengalami kenaikan empat kali lipat dari 2009 sebanyak 63.000 orang.
Tren yang sama juga terlihat pada Malaysia. Pada 2009, jumlah turis Malaysia yang datang mencapai 89.000 orang. 7 tahun kemudian, turis Malaysia meningkat tajam hingga empat kali lipat menjadi 394.000 orang.
Hong Kong bahkan memberikan panduan makan malam halal. Pemerintah Thailand juga meluncurkan sebuah aplikasi yang digunakan untuk wisata halal di negara gajah putih tersebut. Pemerintah Thailand menargetkan sekitar 29,5 juta turis di tahun 2015. Singapura juga melakukan hal yang sama, membangun infrastruktur untuk serivis dan fasilitas umat muslim, serta diterbitkannya sertifikat halal disana.
Tentu semua ini berkat adanya kebijakan wisata halal yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Negara-negara yang tahu bahwa pasar sedang bergerak ke arah sana mempersiapkan diri mereka jauh lebih baik.
Mungkin Indonesia menjadi negara dengan kualifikasi halal terbaik, namun fitur halal tersebut nampaknya tidak menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata menarik bahkan bagi mereka yang memang menginginkan kehalalan, terbukti Singapura masih menjadi jawara di bidang destinasi wisata halal.
Wisata Halal Bukan Wisata Religi Share on XWisata Halal dan Pilpres
Merujuk pada kondisi-kondisi tersebut reaksi kepada wacana wisata halal ala Sandi ini boleh jadi berlebihan. Terjadi salah duga terhadap wisata halal yang diwacanakan sehingga Sandi mendapatkan kritik tajam. Padahal, industri wisata halal ini sebenarnya boleh jadi akan menjadi salah satu yang penting dengan beragam potensinya.
Di luar tentang potensi ekonomi untuk negeri ini, wacana tentang wisata halal ini juga sebenarnya dapat dipandang secara elektoral. Menurut Vedi Hadiz, Indonesia saat ini tengah mengalami kebangkitan populisme Islam.
Senada dengan hal itu, Ariel Heryanto juga menyebut bahwa masyarakat Indonesia hari ini tengah meningkat kesalehannya. Merujuk pada hal tersebut, wacana wisata halal Sandi memiliki potensi untuk meraup suara dari kalangan Muslim.
Potensi suara dari wacana wisata halal ini dapat tergambar misalnya dari sikap rival Sandi, Ma’ruf Amin. Seolah tak ingin kalah dengan rivalnya, Ma’ruf Amin menanggapi ide wisata halal Sandi. Ma’ruf mengklaim bahwa dia sudah sangat lama berkecimpung di dunia syariah, 30 tahun lalu. . Sandi dianggap hanya mengekor pada Ma’ruf Amin saja.
Sandi memang tidak banyak bergerak di bidang akademik dan keulamaan layaknya Ma’ruf, namun pengalaman dia di bidang bisnis tentu tidak diragukan lagi. Dan hari ini kita butuh pelaku, orang lapangan untuk mengeksekusi bisnis, bukan teorema akademis.
Sehingga apa yang dilontarkan Sandi adalah sebuah upaya untuk membaca masa depan, wisata halal adalah masa depan. Patut ditunggu wacana wisata halal ini akan jadi seperti apa jika Sandi terpilih nantinya. (N45)