HomeNalar PolitikMenyikapi Banjir dan Introspeksi

Menyikapi Banjir dan Introspeksi

Kecil Besar

“Banyak kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air dan ruang terbuka hijau berubah menjadi kawasan bisnis,” kata Yayat Supriyatna, selaku pengamat tata ruang perkotaan, beberapa waktu lalu.


pinterpolitik.com

JAKARTA – Selasa, 21 Februari 2017 pagi, di sejumlah lokasi di wilayah DKI  Jakarta dilanda banjir, lantaran curah hujan yang cukup tinggi di wilayah Jabodetak. Air “kiriman” dari wilayah Bogor mengalir deras melalui Sungai Ciliwung. Sementara di daerah tetangga Jakarta, yakni Bekasi, 14 kompleks perumahan terendam.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Banjir (BNPB), pada Selasa, di Jakarta terdapat 54 titik banjir. Beberapa di antaranya, jalan di kawasan Kelapa Gading, Jalan S. Parman,  Jalan Daan Mogot, dan Jalan KH Noor, Kali Malang,  lumpuh, karena banjir setinggi 30-40 cm. Sekitar 1.000 rumah terendam.

Perlu diketahui, permukaan tanah Jakarta hanya tujuh meter di atas permukaan laut, yang artinya cukup rendah dan pasti rawan banjir.  Apalagi kalau pemukaan air laut sedang naik, banjir rob akan terjadi. Air sungai akan tertahan untuk mengalir ke laut dan beberapa wilayah Jakarta bakal terkena banjir.

Selama ini, para gubernur Jakarta sudah berupaya mengatasi banjir, melalui beberapa program. Di antaranya, mengalihkan sebagian air Kali Ciliwung dengan membuat sodetan-sodetan. Tetapi, upaya-upaya itu belum diimbangi dengan penyiapan ruang terbuka hijau (RTH), sebagai kawasan resapan air, yang  memadai, sesuai ketentuan.

Pembangunan pusat-pusat perbelanjaan melenggang tanpa pertimbangan jauh akan dampak lingkungan hidup. Ingat Jakarta adalah kota dengan jumlah mal terbanyak, sekarang sebanyakh 170. Belum lagi pembangunan fisik lainnya, yang notabene tidak mendukung resapan air. Ini sungguh berbahaya untuk masa depan Kota Jakarta, yang semakin bersolek menjadi “hutan beton”.

Baca juga :  AHY dan Jokowi’s Bamboo Trap?

Fungsi RTH sebagai resapan air hujan sangat penting. Tapi, kenyataannya jumlah RTH di Jakarta masih sangat kurang, baru sekitar 10 persen, dari yang dibutuhkan, 30 persen.

“Seharusnya sesuai standar nasional, UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota harus menyediakan  RTH sebesar 30 persen,” kata Nandar Sunandar, Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.

“Banyak kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air dan ruang terbuka hijau berubah menjadi kawasan bisnis,” kata Yayat Supriyatna, pengamat tata ruang perkotaan, beberapa waktu lalu.

Kalau pembangunan fisik Kota Jakarta tidak diperhitungkan, tidak terkendali, dan tidak seimbang, maka upaya mengatasi banjir tidak menyentuh esensi. Itu berarti Jakarta akan banjir, sekarang maupun nanti.

Memang mengatasi banjir adalah tanggung jawab bersama, Namun, siapa pun gubernur DKI Jakarta harus punya konsep yang jitu. Membuat sodetan-sodetan Kali Ciliwung, tanpa diimbangi pembangunan RTH dan pembatasan pembangunan bangunan-bangunan besar, tidak akan mampu mengatasai masalah “akar” banjir.

Untuk mengatasi banjir di Jakarta perlu perubahan, termasuk perubahan mindset pimpinan pemerintah daerah dan warga. Misalnya, kalau kedua sisi sungai-sungai menjadi bantaran, maka di sepanjang kiri-kanan selebar 25 meter tidak boleh ada bangunan. Itu sesuai ketentuan yang harus dipatuhi.

Semuanya itu membutuh semangat bekerja keras dan cerdas dari para pengemban tugas di Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI juga harus sering mengevaluasi program dan berintrospeksi, jangan hanya mengklaim pembangunan berhasil. (Berbagai sumber/G18)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Presiden Prabowo Subianto telah resmikan peluncuran BPI Danantara pada Senin (24/2/2025). Mengapa mimpi Sumitro Djojohadikusumo ini penting?

Bahaya Megawati Bangkang Prabowo?

Megawati Soekarnoputri mengeluarkan arahan resmi untuk para kepala daerah dari PDIP agar menunda kehadiran mereka di acara retreat kepala daerah yang diadakan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.

Asteroid YR4 Propaganda Trump-Elon? 

Dunia sedang ramai membicarakan Asteroid YR4, yang diprediksi bisa menabrak Bumi pada tahun 2032. Tapi, adakah kemungkinan bahwa ada intrik politik di balik teror yang muncul soal asteroid ini?

Prabowo, Indonesia Gelap dan Muzzle Velocity

Demonstrasi “Indonesia Gelap” akhirnya berujung pada reshuffle pertama di kabinet Prabowo Subianto.

PDIP Has Fallen?

Nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tersebut dalam proses pengungkapan kasus rasuah lahan Rusun Cengkareng, Jakarta Barat di era pemeritahannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal ini menyingkap sederet elite PDIP dalam pusaran kasus rasuah signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Terlebih, pasca Presiden Prabowo menyiratkan soliditasnya dengan Joko Widodo (Jokowi). Mungkinkah ini tanda kejatuhan PDIP?

Andai Indonesia Jadi Negara Federasi

Bagaimana jika Indonesia seperti Majapahit, tanpa batas tegas? Apakah itu membawa kejayaan atau justru kehancuran di era global ini?

Apapun Intriknya, Benarkah Jokowi Pemenangnya?

Spill Presiden Prabowo Subianto mengenai eksistensi upaya pemisahan dirinya dengan Joko Widodo (Jokowi) menyiratkan makna tertentu. Utamanya, terkait interpretasi akan dinamika relasi dengan Megawati Soekarnoputri, PDIP, dan di antara para aktor terkait yang muaranya memunculkan Jokowi sebagai pihak yang lebih aman. Mengapa demikian?

Jokowi dan Misteri “Kepunahan” Kelas Menengah 

Perbincangan seputar berkurangnya kelas ekonomi menengah Indonesia belakangan tengah ramai. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkinkah ada kesalahan sistemik di baliknya? 

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...