HomeNalar PolitikMenunggu Kiprah Suharso di Bappenas

Menunggu Kiprah Suharso di Bappenas

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjalankan tugas sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode 2019-2024. Kira-kira, bagaimanakah kiprah Suharso dalam lima tahun ke depan?


PinterPolitik.com

“I plan on creeping through your f***in’ door and blowin’ out” – Kendrick Lamar, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Mata publik dan media beberapa waktu lalu terpusat pada Istana Negara, Jakarta. Seperti ujian wawancara lamaran pekerjaan, figur-figur yang menjadi calon menteri kala itu dipanggil satu per satu dengan mengenakan pakaian putih yang rapi.

Beberapa – seperti Sri Mulyani dan Prabowo Subianto – menyatakan posisi menteri yang akan dijabatnya. Meski begitu, masyarakat masih dibuat penasaran dengan kedatangan-kedatangan tokoh-tokoh berbaju putih ini.

Banyak di antara mereka hanya memberikan kisi-kisi mengenai topik apa yang dibahas bersama presiden dalam panggilan itu. Mungkin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu ingin mengajak publik bermain tebak-tebakan mengenai komposisi kabinetnya dengan berbagai bocoran sebagai clue dan hint.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa misalnya, hanya memberikan satu dua patah kata usai bertemu dengan presiden. Sebagian masyarakat menebak bahwa Suharso akan menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dari istilah “roadmap” yang terlontar dari mulutnya.

Namun, permainan tebak-tebakan ini akhirnya harus berakhir pada Rabu lalu. Presiden Jokowi – didampingi oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin – memutuskan untuk mengumumkan menteri-menteri barunya sambil duduk bersila di tangga Istana Negara.

Dari berbagai tebakan publik dan media, ada yang meleset, dan ada juga yang ternyata terbukti benar. Nama Suharso misalnya, disebut Jokowi menjabat sebagai Menteri PPN/Bappenas – menggantikan Bambang Brodjonegoro yang memegang jabatan itu pada 2016-2019.

Mungkin, Presiden Jokowi melihat adanya kesamaan nama antara PPP dan Kementerian PPN/Bappenas, yakni kata “pembangunan”. Suharso sendiri juga menyatakan bahwa kementerian itu meruapakan clearing house (pusat) perencanaan pembangunan nasional – sejalan dengan nama partainya yang mengandung istilah “persatuan pembangunan”.

Namun, terlepas dari kesamaan nama tersebut, bagaimanakah kapabilitas Suharso dalam mengemban tugasnya dalam lima tahun ke depan? Lalu, apa peran Kementerian PPN/Bappenas dalam jalannya pemerintahan?

Kementerian PPN/Bappenas

Dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, Kementerian PPN/Bappenas memiliki peran, tugas, dan fungsi yang penting. Apalagi, periode kedua Jokowi disebut-sebut akan banyak berfokus dalam bidang ekonomi.

Kementerian yang kini dipimpin oleh Suharso ini memiliki tugas besar dalam perencanaan pembangunan negara. Mengacu pada Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2015 tentang Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dijelaskan dalam Pasal 2 bahwa Kementerian PPN/Bappenas bertugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Guna menjalan tugasnya, Kementerian PPN/Bappenas diberi beberapa fungsi oleh Perpres itu, yakni perumusan dan kebijakan perencanaan pembangunan, serta koordinasi dan sinkronisasi kebijakan. Dalam situsnya, setidaknya disebutkan beberapa empat peran dan fungsi utama kementerian ini, yaitu sebagai penyusun dan pengambil keputusan, sebagai think-tank, sebagai koordinator, dan sebagai administrator.

Baca juga :  2029 "Kiamat" Partai Berbasis Islam? 

Empat peran dan fungsi ini kemudian dijabarkan kembali dalam beberapa poin. Sebagai think-tank, Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam mengkaji dan merumuskan berbagai kebijakan perencanaan pembangunan. Sebagai koordinator, kementerian ini juga tidak hanya berperan dalam mengatur perencanaan pembangunan, melainkan juga mengoordinasi pencarian sumber pembiayaan – baik dari dalam maupun luar negeri – dan pengalokasian dana.

Selain penganggaran, Kementerian PPN/Bappenas biasanya memberikan masukan dalam kebijakan ekonomi makro. Bersama Kementerian Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kementerian ini melakukan diskusi mengenai kebijakan ekonomi makro dan fiskal secara luas.

Tidak hanya itu, penganggaran juga menjadi salah satu fungsi dari kementerian yang sebelumnya dipimpin oleh Bambang ini. Fungsinya yang luas ini boleh jadi berkaitan dengan tugasnya dalam meformulasikan berbagai rencana jangka panjang, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Kementerian PPN/Bappenas bertugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional. Share on X

Ajoy Datta dan tim penulisnya dalam tulisan mereka yang berjudul The Political Economy of Policy-making in Indonesia menjelaskan bahwa, untuk menyusun RPJMN, Kementerian PPN/Bappenas memiliki tugas untuk menjalankan riset terkait berbagai persoalan dan situasi pembangunan nasional. Kajian ini disertai dengan evaluasi terhadap RPJMN sebelumnya.

Rancangan RPJMN baru yang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas nantinya akan melalui berbagai proses, seperti konsultasi dengan kementerian-kementerian terkait, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), perguruan-perguruan tinggi, pemerintah daerah, kabinet, hingga presiden. RPJMN yang baru harus sudah selesai paling lambat tiga bulan setelah presiden dilantik.

Dengan perannya yang luas dan penting, apakah Suharso memiliki kemampuan yang mumpuni dalam menjalankan tugasnya? Apalagi, pemerintahan kedua Jokowi akan banyak berfokus pada kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan.

Politisi vs Teknokrat

Tugas dan fungsi yang dipegang oleh Kementerian PPN/Bappenas boleh jadi sangat penting dalam kepresidenan kedua Jokowi. Sosok menteri yang menjalankannya pun bisa jadi turut memengaruhi.

Ditunjuknya Suharso oleh Jokowi sebagai Menteri PPN/Bappenas dalam lima tahun ke depan sempat menimbulkan beberapa pertanyaan. Setidaknya, keraguan ini datang dari seorang ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati.

Enny menilai Suharso sejauh ini merupakan menteri yang tidak responsif. Padahal, menurutnya, menteri yang bergerak dalam bidang ekonomi sangat dibutuhkan kemampuan koordinasi dan eksekusinya.

Memangnya, bagaimana kapabilitas Suharso? Sejauh mana kemampuan Plt Ketum PPP ini bila dibandingkan dengan Bambang?

Dalam hal latar belakang, Suharso bisa jadi memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan kini dipegang olehnya. Sebagai sarjana planologi dari Institut Teknologi Bandung, Plt Ketum PPP ini mungkin dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dalam perencanaan pembangunan, khususnya terkait rencana pemindahan ibu kota.

Selain planologi, Suharso juga pernah belajar di Amerika Serikat (AS). Ia pernah melakukan studi magister di University of Michigan sekitar tahun 1995. Dalam hal pengalaman, Suharso pernah menjabat sebagai Menteri Perumahan Rakyat dalam masa pemerintahan kedua Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca juga :  Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Meski begitu, bila dibandingkan dengan Bambang, Suharso bisa jadi memiliki pengetahuan yang lebih sedikit. Bambang yang kini menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) memiliki gelar master dan doktor dalam tata wilayah dan kota dari University of Illinois, Urbana-Champaign.

Di luar latar belakangnya dalam bidang tata wilayah, Bambang juga memiliki pengetahuan di bidang ekonomi. Sebagai sarjana ekonomi dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), mantan Menteri Keuangan (Menkeu) ini bisa jadi memiliki pengetahuan yang luas dalam hal ekonomi makro yang turut menjadi salah satu fokus Kementerian PPN/Bappenas.

Latar belakang dan pengetahuan menteri boleh jadi memang penting. Namun, bagaimanakah pengaruh sosok menteri ini terhadap dinamika politik dan pemerintahan Jokowi?

Jabatan menteri PPN/Bappenas sebagai salah satu tim ekonomi – seperti Menkeu, Bank Indonesia, dan lain-lain – sebenarnya cukup krusial bagi pemerintah. Dalam sejarahnya, Takashi Shiraishi dalam tulisannya yang berjudul Technocracy in Indonesia menjelaskan bahwa pemegang jabatan ini lebih sering dipegang oleh para teknokrat, khususnya pada era Orde Baru.

Ditempatkannya para teknokrat dalam pos-pos ekonomi tentunya bukan tanpa alasan. Teknokrat dianggap memiliki pemikiran yang lebih rasional untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih sesuai secara ekonomi. Tradisi untuk menempatkan teknokrat dalam pos-pos ekonomi ini setidaknya pernah dilakukan oleh Presiden SBY – mengacu pada tulisan Datta dan timnya – dalam beberapa kementerian dan badan terkait, seperti Kemenkeu, Bank Indonesia, dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Lantas, apa konsekuensi politik yang dapat timbul bila pos-pos ekonomi yang dianggap krusial ini dipegang oleh politisi?

Richard Robison dan Vedi R. Hadiz dalam bukunya yang berjudul Reorganising Power in Indonesia menjelaskan bahwa upaya untuk melindungi pos-pos ekonomi dari koalisi politik yang memiliki kepentingan tertentu, seperti perilaku rent-seeking. Salah satu alasan lain adalah guna melindungi pasar dari campur tangan politik.

Bukan tidak mungkin bila pos-pos ekonomi yang kini dipegang oleh politisi menjadi wadah bagi pemenuhan kepentingan para politisi. Apalagi, salah satu peran Kementerian PPN/Bappenas – yakni penyusunan RPJPN dan RPJMN – bisa saja diambil alih oleh partai-partai politik dengan adanya kemungkinan kembalinya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan wacana amendemen kelima UUD 1945.

Meski begitu, gambaran kemungkinan ini belum pasti akan terjadi. Yang jelas, pos-pos ekonomi seperti Kementerian PPN/Bappenas merupakan jabatan yang akan bersifat krusial dalam lima tahun kepresidenan Jokowi mendatang.

Namun, bila memang benar ada kemungkinan kepentingan para politisi di balik jabatan ekonomi itu, lirik rapper Kendrick Lamar di atas mungkin menggambarkan manuver tersebut. Bisa jadi, kepentingan ini masuk secara perlahan dan akan tampak di masa depan. Ada baiknya bila kita nantikan saja kiprah para menteri baru ini. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?