Site icon PinterPolitik.com

Menteri Cantik Jokowi, Siapa Dilirik?

Menteri Cantik Jokowi, Siapa Dilirik?

Presiden Jokowi bersama Ketua Umum PSI Grace Natalie di Istana Merdeka. (Foto: Istimewa)

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan kubu politiknya sempat mengungkapkan keinginannya untuk mencari menteri yang berusia muda dan cantik. Keinginan tersebut bisa saja berkaitan dengan upaya memainkan politik penampilan.


PinterPolitik.com

“The beauty that she brings, illumination” – Sufjan Stevens, penyanyi dan musisi asal Amerika Serikat

Jokowi beberapa waktu lalu mengungkapkan keinginannya untuk mengisi kabinet jilid keduanya dengan menteri yang berusia muda – dengan usia sekitar 20 hingga 25 tahun. Keinginan tersebut didasarkan pada kemampuan adaptif kelompok muda terhadap perubahan.

Keinginan ini juga berkaitan dengan revolusi industri 4.0 yang lebih bergantung pada teknologi digital masa kini. Pesatnya revolusi ini menjadi latar belakang atas perlunya peran kelompok muda di kabinet Jokowi 2.0.

Tentunya, kehadiran menteri muda ini tidak hanya didasarkan pada usianya saja. Sang presiden mengatakan bahwa kebutuhan tersebut juga disertai dengan kemampuan menteri muda yang mumpuni, yaitu kemampuan manajerial dan eksekusi guna menghasilkan kebijakan-kebijakan yang konkret.

Sebulan yang lalu, wacana kehadiran menteri muda di kabinet Jokowi ini juga pernah mencuat ke publik. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menjelaskan bahwa wacana tersebut dimunculkan sebagai upaya pengakomodasian kelompok milenial dalam pemerintahan. Sekjen Perindo Ahmad Rofiq menyebutkan keinginan Jokowi tersebut. Menurut Ahmad, sang presiden menginginkan menteri muda yang cantik dan berusia sekitar 20-30 tahun.

Berdasarkan keinginan Jokowi tersebut, beberapa pertanyaan pun kemudian timbul. Apa peran yang dapat diberikan oleh politisi-politisi muda? Lalu, mengapa koalisi Jokowi menginginkan menteri muda yang cantik?

Peran Kaum Muda

Besarnya ukuran kelompok muda di berbagai negara, termasuk Indonesia, tentunya memberikan pengaruh signifikan terhadap dimensi sosial dan politik. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, kelompok muda turut memberikan pengaruh dan peran penting, termasuk dalam perumusan kebijakan.

Di Malaysia misalnya, besarnya populasi milenial membuat Perdana Menteri Mahathir Mohamad memilih Syed Saddiq Abdul Rahman sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Saddiq yang masih berusia 26 tahun tersebut dianggap menjadi instrumen Mahathir untuk menjangkau kelompok muda Malaysia.

Penulis asal Malaysia, Karim Raslan, menjelaskan bahwa Saddiq merupakan bagian dari Youth Strategy Mahathir. Menteri termuda di Asia ini sering kali terlihat bersama Mahathir di berbagai kesempatan, dari konferensi-konferensi pers hingga unggahan-unggahan media sosial.

Keputusannya mengangkat Saddiq menjadi beralasan dengan adanya perbedaan usia yang terpaut sangat jauh antara sang PM dengan para milenial Malaysia. Katakanlah, kritik kontroversial Mahathir yang menganggap kelompok muda terlalu malas dalam bekerja dan hanya ingin menjadi pengemudi Uber. Menurut Raslan, di sini lah letak tantangan dan tugas Saddiq dalam menghubungkan kesenjangan generasi.

Bagaimanakah dengan Jokowi dan kelompok muda Indonesia?

Menariknya, berbeda dengan Mahathir, Jokowi tampaknya lebih mumpuni dalam menjangkau milenial Indonesia. Kecakapan sang presiden yang melek media sosial bisa jadi kunci kesuksesan Jokowi dalam menjangkau kelompok muda.

Mungkin, keinginan Jokowi untuk mendapatkan menteri muda dalam kabinet keduanya didasarkan pada pentingnya perumusan kebijakan yang lebih sesuai terhadap kelompok ini.

Mengacu pada terjadinya revolusi industri 4.0 sebagai motivasi Jokowi, kelompok muda tentu memiliki kapasitas yang lebih sesuai. Seperti yang dijelaskan oleh Kaveri Subrahmanyam dan David Šmahel dalam buku berjudul Digital Youth, kelompok muda adalah “penduduk asli” dunia digital. Kehidupan sehari-harinya tidak pernah terlepas dari peran dunia digital.

Filsafat dan Sejarah Kecantikan

Di luar peran kelompok muda yang signifikan dalam politik, terdapat dimensi lain yang turut mendasari pentingnya keinginan Jokowi untuk mencari menteri muda yang berpenampilan menarik dan cantik. Penampilan bisa jadi menjadi cara untuk menarik perhatian publik.

Pada dasarnya, kecantikan dan estetika telah lama menjadi bagian dari kehidupan manusia. Crispin Sartwell dalam tulisannya yang berjudul “Beauty” menjelaskan bahwa kecantikan dan estetika secara tradisi selalu dihubungkan dengan nilai-nilai baik, seperti keadilan, kebenaran, dan kebaikan.

Keunikan hubungan manusia dengan estetika membuat topik ini menjadi pembahasan berbagai filsuf sejak dulu. Topik ini pun menimbulkan ketertarikan sendiri bagi para pemikir, dari filsuf Yunani kuno hingga pemikir abad ke-18 dan abad ke-19.

Dalam pemikir-pemikir klasik seperti Aristoteles, kecantikan membentu suatu kesatuan yang koheren berdasarkan harmoni, proporsi, keseimbangan, integritas, dan lain-lain. Berbeda dengan pemikiran klasik, pemikir-pemikir idealis seperti Plato lebih menekankan pada jiwa daripada bentuk fisik sebagai bentuk kecantikan.

Kecantikan merupakan kualitas fisik yang menimbulkan perasaan cinta atau perasaan-perasaan lain yang serupa. Share on X

Di sisi lain, kecantikan dan estetika bisa menimbulkan perasaan menginginkan (longing). Edmund Burke – seorang filsuf kelahiran Dublin – menjelaskan bahwa kecantikan merupakan kualitas fisik yang menimbulkan perasaan cinta atau perasaan-perasaan lain yang serupa.

Definisi Burke di sini bisa jadi berkaitan dengan bagaimana kecantikan dan estetika itu sendiri memiliki pengaruh terhadap keinginan seseorang. Definisi ini membuka keterhubungan filsafat estetika itu sendiri dengan dimensi politik.

Kleopatra VII – ratu Kerajaan Plotemais di Mesir – misalnya, dalam sejarahnya berhasil membuat para lelaki terpesona dengan kecantikannya. Dalam catatan sejarah Roma milik Cassius Dio, dijelaskan bahwa Kleopatra merupakan perempuan yang kecantikannya melebihi siapapun dan mampu membuat orang setuju dengan apapun yang dikatakannya melalui keindahan suaranya dan luasnya pengetahuannya.

Kecantikan Kleopatra bahkan dapat menaklukkan dan menciptkan aliansi dengan pemimpin-pemimpin dari kerajaan Roma, seperti Yulius Kaisar, Gnaeus Pompeius, dan Markus Antonius. Bahkan, kecantikan tersebut disebut-sebut dapat berujung pada suatu hasil politik, yaitu dengan membuat Antonius memberikan jaminan perlindungan bagi Mesir.

Politik Penampilan

Menariknya, pada era kontemporer kini, penampilan seseorang politisi masih memainkan peran penting dalam membius publik. Seperti yang dijelaskan oleh Burke sebelumnya, kualitas kecantikan dan estetika dari penampilan menimbulkan perasaan menginginkan.

Seperti yang dijelaskan oleh Niclas Berggen dan tim penulisnya dalam sebuah tulisan berjudul “The Looks of a Winner,” penampilan seseorang memengaruhi bagaimana dirinya dilihat dan diperlakukan oleh orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Berggen dan timnya menunjukkan pengaruh positif penampilan seseorang dalam membentuk persepsi publik.

Eksperimen yang mirip juga pernah dilakukan oleh Shawn W. Rosenberg dan timnya guna melihat bagaimana penampilan seseorang dapat memengaruhi pilihan publik. Dari percobaan tersebut ditemukan bahwa preferensi pemilih berdasarkan penampilan merupakan hal yang memungkinkan.

Bila kita tilik kembali pada fenomena Saddiq, masyarakat Malaysia tampaknya juga sangat terpana dengan ketampanan yang diproyeksikan oleh menteri muda ini. Ketampanan ini dianggap berhasil membuat banyak perempuan muda Malaysia terpesona oleh citra yang dibangun Saddiq.

Di sisi lain, menurut Raslan, Saddiq tidak hanya bergantung pada ketampanannya. Saddiq dianggap berhasil mendapatkan popularitasnya melalui berbagai prestasi yang pernah diraihnya sebagai ahli debat.

Lalu, bagaimana dengan menteri muda Jokowi? Apakah penampilan fisik turut memainkan peran?

Entah siapa menteri muda yang dipilih Jokowi nanti, salah satu kriteria menteri yang disebutkan oleh Ahmad merupakan seseorang yang cantik. Bila benar menteri muda ini memenuhi standar penampilan masyarakat, kehadiran menteri muda ini bisa jadi merupakan cara untuk menarik respons positif publik dan perasaan menginginkan dari publik.

Layaknya Saddiq dan Kleopatra yang dapat membius orang lain dengan penampilannya, calon menteri muda Jokowi nanti bisa jadi memiliki efek yang serupa. Apalagi, kemampuan dan kecakapan nama-nama tersebut juga tidak diragukan.

Selain itu, pengasosiasian kecantikan dengan koherensi nilai yang harmonis, integritas, dan keseimbangan dalam pemikiran klasik bisa jadi motivasi di balik upaya Jokowi untuk menghadirkan menteri muda dalam kabinetnya. Apalagi, terdapat tendensi persepsi masyarakat Indonesia bahwa kecantikan seseorang berhubungan dengan kesuksesan orang tersebut.

Jika benar terdapat alasan politis di balik upaya penghadiran menteri yang muda dan cantik tersebut, lirik Sufjan Stevens di awal tulisan pun menjadi relevan. Kecantikan seseorang dapat membuat mata publik terpana. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (A43)

Exit mobile version