Site icon PinterPolitik.com

Menjodohkan Jokowi Dengan PKS

Jokowi bertemu denga petinggi-petinggi PKS (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

“Tapi antum jangan pesimistis, siapa tahu Pak Jokowi melihat kader PKS potensial paling atas.” Sohibul Iman, Presiden PKS


PinterPolitik.com

[dropcap]T[/dropcap]idak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik. Adagium ini lazim terungkap di kalangan politisi. Hari ini bisa saja saling berseteru, tetapi besok sudah bergandeng tangan bahkan berkoalisi. Hal ini nampak misalnya pada pemberitaan belakangan ini, PKS dikabarkan tertarik menawarkan Cawapres kepada Jokowi.

Kabar tersebut tentu amat mengherankan. Selama ini PKS dikenal sebagai musuh bebuyutan bagi Jokowi dan partai-partai pendukungnya. Tidak hanya di tingkat elit, hubungan kurang harmonis antara partai berlogo bulan dan padi dengan sang presiden mengakar hingga akar rumput.

Menurut salah satu kader mereka, Fahri Hamzah, memang ada gerakan yang ingin jadi pendamping Jokowi pada Pilpres 2019 nanti. Pernyataan ini dikuatkan oleh beredarnya rekaman video pidato Presiden PKS Sohibul Iman yang menyatakan kalau PKS mau masuk antrian cawapres Jokowi.

Kabar tersebut tentu hal yang menarik untuk diikuti. Jokowi bisa saja mendapat keuntungan jika berhasil menggaet PKS masuk ke koalisinya. Yang tidak kalah menarik adalah, siapa nama yang paling potensial mendampingi Jokowi di 2019?

Pelan-pelan Merangkul

Melihat kabar yang beredar di media sosial, PKS memang tidak benar-benar mengakui niatan menyodorkan nama orang nomor dua untuk Jokowi. Meski begitu, indikasi partai yang identik dengan seragam putih itu merapat ke kubu Jokowi bisa saja benar.

Komunikasi antara Jokowi dengan partai yang bermarkas di MD Building Jakarta Selatan ini, sudah dibuka sejak lama. Pada tahun 2015, enam elit PKS pergi ke Istana Merdeka untuk menemui sang Presiden. Sohibul Iman termasuk salah satu dari elit yang hadir di istana kala itu.

Meski tidak berujung pada perjanjian koalisi, ada aroma perjanjian lain antara kedua belah pihak. Hal ini diungkapkan oleh Fahri Hamzah. Menurutnya, ada tukar guling antara kasus-kasus yang menimpa PKS dengan status Fahri di DPR.

Berdasarkan penuturan Fahri, kalangan istana ingin agar Fahri dilengserkan dari posisinya sebagai pimpinan DPR. Jika Fahri tidak diturunkan dari jabatan tersebut, maka menteri-menteri asal PKS di kabinet sebelum pemerintahan lalu akan dibongkar kasus-kasusnya.

Singkat cerita, PKS akhirnya benar-benar memecat Fahri dari keanggotaan partai dan kursi pimpinan DPR. Pemecatan ini bisa saja menjadi isyarat bahwa partai dakwah ini telah menuruti kemauan Jokowi.

Selain kejadian itu, belakangan juga beredar adanya tulisan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) yang merupakan kader PKS, yaitu Irwan Prayitno mengenai kepemimpinan Jokowi. Menulis untuk surat kabar lokal, Irwan menyatakan kekagumannya pada presiden yang diusung PDIP tersebut.

Kondisi tersebut tentu bukan hal yang lazim bagi partai yang merapat ke oposisi. Amat jarang ada pihak berseberangan yang secara terbuka memberikan pujian kepada Jokowi. Pujian tersebut bisa menjadi tanda bahwa PKS, khususnya Irwan, mulai melunak pada pihak penguasa. Langkah Irwan tersebut bisa saja menjadi sinyal bahwa dirinya tengah menawarkan diri menjadi pendamping Jokowi.

Indikasi-indikasi ini semakin menguat melalui rekaman video pidato Sohibul Iman yang beredar belakangan. Pada pidato tersebut, disebutkan bahwa PKS bisa saja ikut mengantri menjadi cawapres Jokowi. Iman juga menyebut bahwa kader-kadernya tidak perlu pesimis, bisa saja sang presiden memilih salah satu di antara kadernya menjadi cawapres.

Rangkaian ini bisa menjadi isyarat bahwa hubungan antara PKS dan Jokowi bisa saja lebih mesra. PKS di bawah Sohibul Iman tampak secara perlahan membuka hubungan dengan Jokowi. Hal ini bisa saja berarti partai berlogo bulan sabit dan padi ini memang mengincar posisi RI-2.

Jika ini terjadi, maka benar ungkapan dari Henry John Temple yang diucapkan ulang oleh Henry Kissinger. Ungkapan “tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik yang ada hanya kepentingan abadi”, menjadi pantas dialamatkan pada langkah partai dakwah tersebut.

Siapa Bisa Dilirik?

PKS baru-baru ini merilis nama-nawa capres atau cawapres yang berasal dari kader sendiri. Ada sembilan nama yang ditawarkan kepada masyarakat oleh partai dakwah ini. Jika ingin meminang cawapres dari PKS, maka Jokowi bisa mengambil salah satu dari sembilan kader tersebut.

Salah satu yang berpotensi dipinang Jokowi adalah Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher). Aher merupakan gubernur yang cukup memiliki reputasi mentereng di daerah yang ia pimpin. Aher bisa memberikan solusi bagi sang presiden yang perolehan suaranya amat rendah di Bumi Pasundan tersebut.

Pada Pilpres 2014, Jokowi memang kalah telak dari Prabowo di Jabar yang memang sudah menjadi kandang PKS, dengan Aher sebagai penguasanya. Mengambil Aher sebagai pendamping, dapat menjadi solusi bagi jebloknya suara Jokowi di Jabar. Tambahan suara besar dapat diraup jika Aher mendampingi sang petahana.

Selain Aher, nama Sohibul Iman juga bisa dilirik Jokowi jika ingin merebut suara dari Jabar. Presiden PKS ini memiliki darah Sunda dan berasal dari daerah pemilihan Jabar. Ini tentu dapat menjadi modal untuk memikat hati pemilih asal Bumi Pasundan.

Iman sendiri adalah pemegang pucuk pimpinan di partai ini. Dalam partai seperti PKS, kata-kata pemimpin (qiyadah) merupakan hal yang harus diikuti oleh kader-kader di bawahnya. Ketaatan pada pemimpin adalah hal yang penting pada partai dengan rasa gerakan (harakah) seperti PKS. Jika Sohibul Iman yang dipilih Jokowi, maka ia akan mendapat keuntungan dari suara kader-kader yang patuh pada Sohibul Iman.

Nama lain yang bisa memperbaiki perolehan suara Jokowi adalah Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno. Irwan bisa membantu Jokowi memperbaiki perolehan suaranya yang jeblok di provinsi yang mayoritas etnisnya Minang tersebut.

Sebagaimana Jabar, Sumbar juga merupakan lumbung suara bagi pemilih Prabowo di Pilpres 2014. Provinsi ini, terutama Kota Padang adalah ‘neraka’ bagi Jokowi di Pilpres lalu. Irwan sebagai cawapres adalah solusi instan bagi rendahnya perolehan suara di kota ini.

Jika ingin menggaet Irwan, Jokowi nampaknya tidak perlu bersusah-payah. Gubernur Sumbar ini terlihat seperti sudah mengirim sinyal ingin dipinang Jokowi. Tulisannya yang memuji mantan Gubernur Jakarta ini dapat menjadi tanda bahwa ia membuka peluang untuk berduet dengannya.

Melengkapi atau Mengurangi?

Banyak kalangan yang berpendapat bahwa Jokowi membutuhkan pasangan yang bisa memenuhi kekurangannya di 2019 nanti. Salah satu kekurangan terbesar pria asal Solo tersebut adalah ketidakpopulerannya di kalangan pemilih Muslim.

Sejak kampanye Pilpres 2014, presiden petahana ini kerapkali dihantam dengan isu agama. Berbagai tudingan soal non-Muslim, anti-Islam, atau komunis kerap dialamatkan pada Jokowi. Hal ini membuat nama Jokowi terlihat buruk di kalangan Muslim. Kondisi ini diperparah dengan Aksi Bela Islam beberapa waktu lalu. Aksi ini memunculkan golongan masyarakat yang sangat anti pada Jokowi dan partai-partai pengusungnya.

PKS bisa memberikan solusi bagi kekurangan Jokowi tersebut. Kehadiran cawapres dari partai besutan Sohibul Iman ini dapat melengkapi Jokowi agar semakin komplit. Jokowi sejauh ini sudah cukup kuat di kalangan pemilih nasionalis, sehingga kehadiran cawapres dari PKS tentu menjadi angin segar.

Gambar Jokowi menjadi capres PKS beredar di media sosial. (Gambar: Istimewa)

Berdasarkan uraian sebelumnya, cawapres-cawapres dari PKS bisa membantu Jokowi memperbaiki suara di daerah-daerah tertentu. Jokowi bisa merebut kantong-kantong suara lawan tanpa harus  bersusah payah memikirkan strategi kampanye.

Memilih kader partai dakwah sebagai pendamping, juga bisa berarti mengurangi kekuatan lawan. Seperti diketahui, PKS adalah sahabat kental bagi Gerindra dalam mendukung Prabowo. Jika partai dakwah ini merapat ke Jokowi, maka tim Prabowo akan pincang karena kehilangan salah satu pendukung utamanya.

Meski begitu, Jokowi juga tetap harus berhati-hati. PKS saat ini sudah kadung dicap sebagai partai Islam yang intoleran. Hal ini terkait dengan kiprah partai tersebut pada berbagai aksi yang mengatasnamakan agama belakangan ini. Jika Jokowi memilih orang nomor dua dari partai ini, maka bisa saja ia justru ditinggalkan pemilih loyalnya.

Pemilih Jokowi dikenal sebagai kalangan yang lebih nasional dan pluralis. Pria asal Solo tersebut bisa dimusuhi golongan-golongan tersebut jika memilih wakil dari partai tersebut. Kehadiran identitas Islam yang sangat kuat dari PKS dalam kubu Jokowi, kemungkinan tidak akan membuahkan kemenangan jika melihat dari sisi ini. (H33)

Exit mobile version