Site icon PinterPolitik.com

Menguak ‘Kemesraan’ Megawati-Putin

Menguak Kemesraan Megawati Putin

Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobyova (kiri), memberikan bintang penghargaan Order of Friendship kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kanan) pada 2 Juni 2021 di Jakarta. Megawati menjadi warga negara Indonesia (WNI) pertama yang menerima bintang penghargaan dari Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut. (Foto: Twitter/@RusEmbJakarta)

Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri mendapatkan penghargaan Order of Friendship dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Ada apa di balik kemesraan Megawati dan Putin ini?


PinterPolitik.com

“Tryna run a country like Putin one day” – Drake, “Seeing Green” (2021)

Mungkin, hampir semua orang tahu siapa Presiden Rusia kini. Bagaimana tidak? Vladimir Putin sudah beberapa kali terpilih menjabat sebagai Presiden (2000-2008, 2012-sekarang) dan Perdana Menteri (PM) Rusia (1999-2000, 2008-2012).

Boleh jadi, bila mengingat Rusia, justru muka Putin yang akan muncul di kepala banyak orang. Selama beberapa dekade, Presiden Rusia tersebut selalu bercokol di puncak pemerintahan negara Eropa Timur tersebut.

Putin pun menjadi salah satu presiden yang menjabat terlama di Eropa setelah Presiden Belarusia Alexander Lukashenko. Berdasarkan pendapat para ahli, Putin mampu bertahan dan berkuasa lama karena jaringan oligarki yang dibangunnya.

Karena telah menjabat cukup lama, ketika Presiden Indonesia telah bergonta-ganti – mulai dari B.J. Habibie hingga Joko Widodo (Jokowi), Putin selalu menampakkan batang hidungnya di berbagai kegiatan dan media selama bertahun-tahun. Mungkin, Presiden Rusia tersebut juga mengenal berbagai presiden Indonesia dari periode ke periode.

Namun, sepertinya, terdapat satu mantan presiden Indonesia yang membekas di hati Putin. Sosok tersebut adalah Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Baca Juga: Prabowo Sosok ‘Putin’ Indonesia?

Bagaimana tidak? Megawati menjadi warga negara Indonesia (WNI) pertama yang menerima penghargaan dan bintang jasa Order of Friendship dari Presiden Rusia tersebut. Pemberian penghargaan itu didasarkan pada Dekrit yang dikeluarkan Putin pada Februari 2020 lalu.

Meski telah ditentukan pada tahun 2020 lalu, penghargaan baru bisa diberikan kepada Megawati pada awal Juni 2021. Mulanya, Putin berencana memberikannya secara langsung. Namun, karena pandemi Covid-19 belum juga reda, Putin mewakilkannya pada Lyudmila Georgievna Vorobyova.

Kala menerima penghargaan tersebut, Megawati pun mengaku teringat dengan mendiang ayahnya yang merupakan presiden pertama Indonesia, yakni Ir. Soekarno. Bung Karno dalam catatan sejarah disebut akrab dengan sejumlah pemimpin Uni Soviet, seperti Nikita Khruschev yang pernah berkunjung ke Indonesia selama dua minggu pada tahun 1960 silam.

Namun, terlepas dari memori masa lalu itu, bukan tidak mungkin pemberian penghargaan Order of Friendship dari Putin untuk Megawati ini memiliki konsekuensi politis. Pertanyaannya, mungkinkah ada kepentingan strategis di balik penganugerahan penghargaan ini? Apa mungkin pemberian ini berkaitan dengan kepentingan Rusia di Indonesia?

Order of Friendship ala Putin

Dengan memberikan anugerah Order of Friendship, bukan tidak mungkin pemerintahan Putin memiliki harapan tertentu terhadap Megawati dan pemerintah Indonesia. Pasalnya, setelah menerima penghargaan, Ketua Umum (Ketum) PDIP tersebut langsung berbicara soal kemungkinan kerja sama antara Indonesia dan Rusia.

Bila diamati kembali, sudah banyak individu yang menerima penghargaan Order of Friendship dari Rusia. Salah satunya adalah Rex Tillerson yang sempat menjabat Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) pada tahun 2017-2018 di bawah Presiden ke-45 AS Donald Trump.

Sebelum menjabat sebagai Menlu AS, Tillerson merupakan pemimpin eksekutif (CEO) untuk perusahaan minyak dan gas ExxonMobil. Jejaring bisnisnya di bidang minyak dan gas inilah yang membawanya sebagai sosok yang disebut-sebut dekat dengan Rusia – dan akhirnya menerima penghargaan Order of Friendship dari Putin pada tahun 2013.

Bagaimana tidak? Kala memimpin ExxonMobil, Tillerson berhasil menggolkan sejumlah kesepakatan proyek dengan pemerintah Rusia. Salah satunya adalah proyek pengeboran minyak yang dilakukan di Samudra Arktika yang disepakati pada tahun 2011 antara Exxon dan Rosneft – perusahaan energi asal Rusia.

Kedekatannya dengan Rusia inilah yang juga membuat publik AS ramai dengan isu campur tangan pemerintahan Putin di Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2016. Banyak pihak menduga bahwa Tillerson ini menjadi jembatan antara Rusia dan Trump.

Terbangunnya hubungan baik antara pemerintahan Putin di Rusia dan Tillerson ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Andreas Pacher dalam tulisannya yang berjudul Transnistria’s Order of Friendship. Bagi Pacher, penghargaan negara yang diperuntukkan bagi individu asing merupakan salah satu instrumen diplomatik yang dapat digunakan oleh negara.

Baca Juga: Rex Tillerson, Jutawan yang Jadi Menluhttps://platform.twitter.com/embed/Tweet.html?creatorScreenName=pinterpolitik&dnt=false&embedId=twitter-widget-1&features=eyJ0ZndfZXhwZXJpbWVudHNfY29va2llX2V4cGlyYXRpb24iOnsiYnVja2V0IjoxMjA5NjAwLCJ2ZXJzaW9uIjpudWxsfSwidGZ3X2hvcml6b25fdHdlZXRfZW1iZWRfOTU1NSI6eyJidWNrZXQiOiJodGUiLCJ2ZXJzaW9uIjpudWxsfSwidGZ3X3NwYWNlX2NhcmQiOnsiYnVja2V0Ijoib2ZmIiwidmVyc2lvbiI6bnVsbH19&frame=false&hideCard=false&hideThread=false&id=1400339600917241860&lang=id&origin=https%3A%2F%2Fwww.pinterpolitik.com%2Fin-depth%2Fmenguak-kemesraan-megawati-putin&sessionId=861bbb51f184c899694b6dab52ee751470855ab4&siteScreenName=pinterpolitik&theme=light&widgetsVersion=2582c61%3A1645036219416&width=550px

Sebagai instrumen diplomatik, penghargaan oleh negara semacam ini disebut dapat meningkatkan ikatan hubungan (relational bond) antara pemberi penghargaan dan penerimanya. Dari sini, akhirnya tercipta juga ekspektasi terhadap penerima untuk memunculkan resiprositas (upaya timbal balik).

Bukan tidak mungkin, diberinya Tillerson Order of Friendship juga merupakan upaya untuk mengharapkan resiprositas dari pemerintahan Trump setelah Rusia menggolkan proyek pengeboran di Arktika. Selain itu, boleh jadi, Tillerson dianggap sebagai apa yang disebut Pacher sebagai strategic public, yakni sosok penting dan berpengaruh di masyarakat.

Bila benar terdapat politik tertentu di balik Order of Friendship yang diterima oleh Tillerson, bagaimana dengan Megawati? Apakah Megawati dianggap sebagai individu yang strategis juga bagi pemerintahan Putin di Rusia?

Meski sejumlah pertanyaan di atas belum dapat dijawab secara pasti, Megawati sudah jelas memiliki pengaruh yang luas dalam dimensi sosial dan politik di masyarakat Indonesia. Betapa tidak? Megawati merupakan ketum dari partai politik (parpol) yang paling mendominasi di pemerintahan Jokowi, yakni PDIP.

Sudah hampir pasti Megawati memiliki pengaruh pada tingkat tertentu terhadap pemerintahan Jokowi. Soal reshuffle kabinet terbaru beberapa waktu lalu, misalnya, disebut-sebut terjadi akibat pengaruh Ketum PDIP tersebut – berujung pada pemisahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek).

Bila benar Megawati juga menjadi strategic public bagi Rusia, lantas, mengapa negara yang dipimpin Putin tersebut merasa perlu membangun ikatan hubungan dengan Ketum PDIP tersebut? Apakah Rusia memiliki kepentingan strategis di Indonesia?

Jembatan Putin ke Jokowi?

Pertanyaan-pertanyaan ini yang sebenarnya menarik untuk dijawab dan didalami lebih lanjut. Pasalnya, bukan tidak mungkin, Rusia mendapatkan keuntungan dari pembangunan relational bond dengan Megawati.

Lagipula, Rusia sendiri tetap menjadi negara adidaya (super power) meski Tiongkok terus tumbuh menjadi penantang bagi AS. John J. Mearsheimer – profesor politik di University of Chicago – pernah menyebutkan bahwa Rusia merupakan salah satu adidaya ketiga yang hingga kini belum menentukan posisinya dalam persaingan antara AS dan Tiongkok.

Tentunya, seperti yang dijelaskan oleh Mearsheimer dalam bukunya yang berjudul The Tragedy of Great Power Politics, sebagai negara adidaya, Rusia bisa saja masih ingin memaksimalkan kekuatan (power) di tengah anarki politik dunia.

Setelah menerima penghargaan, misalnya, Megawati langsung menyinggung kemungkinan dan kesempatan kerja sama antara Rusia dengan lembaga BRIN – yang mana Megawati menjadi Ketua Dewan Pengarah di dalamnya. Ketum PDIP itu menyebutkan bahwa BRIN bisa bekerja sama dengan Rusia dalam pengembangan kemampuan dan teknologi antariksa.

Selain bidang antariksa, Dubes Rusia untuk Indonesia Vorobyova juga menyebutkan bidang kerja sama lain, yakni alat utama sistem pertahanan (alutsista). Bidang yang disebutkan oleh Vorobyova inilah yang mungkin bisa menimbulkan pertanyaan lebih lanjut.

Baca Juga: Kerancuan Jabatan Megawati di BRIN

Pasalnya, pemerintahan Jokowi sejak periode pertama (2014-2019) memiliki rencana untuk membeli sejumlah alutsista – seperti jet tempur – yang diproduksi oleh Rusia. Rencana pembelian itu dikabarkan menghadapi sejumlah tekanan dan ancaman sanksi dari AS.

Megawati sendiri menjadi presiden pertama di era Reformasi yang kembali “menghidupkan” hubungan diplomatik antara Indonesia dan Rusia. Bahkan, pada tahun 2002, Hassan Wirajuda yang kala itu menjabat sebagai Menlu RI menjadi Menlu pertama yang mengunjungi Rusia setelah satu dekade Uni Soviet runtuh.

Uniknya lagi, Megawati menjadi presiden Indonesia pertama yang akhirnya membeli sejumlah alutsista dari Rusia. Pada awal dekade 2000-an, Indonesia disebut memiliki kebutuhan untuk melakukan modernisasi alutsista – yang mana Rusia bisa menjadi penyedia senjata dan alutsista kala AS dan sejumlah negara sekutunya masih memberlakukan embargo senjata ke Indonesia.

Pada tahun 2017, Megawati juga menjadi sosok politikus yang mendorong Jokowi untuk membeli jet-jet tempur Sukhoi seperti apa yang dilakukannya kala masih menjabat sebagai presiden. Pesan yang disampaikan pada Jokowi tersebut disampaikan oleh presiden kelima tersebut saat memberi pembekalan terhadap para calon perwira di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.

Menjadi menarik apabila benar kedekatan Megawati dengan pemerintahan Putin ini bisa kembali terwujud saat Jokowi masih menjabat. Pasalnya, Indonesia kini juga harus mengarungi dua karang baru, yakni AS dan Tiongkok.

Dengan tantangan yang berat di antara dua negara adidaya tersebut, Rusia bisa jadi menjadi pemain baru yang ingin kembali bermain di kancah politik Indonesia. Pasalnya, bukan tidak mungkin, AS dan Tiongkok telah lebih dulu memiliki pengaruh besar di pemerintahan Jokowi – misal melalui kerja sama militer dan investasi. Menarik untuk terus diamati manuver lanjutan apa yang akan muncul dari pemerintahan Putin di Rusia terhadap Indonesia. (A43)

Baca Juga: Menguak Manuver Prabowo Dekati Rusia


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version