HomeHeadlineMenguak Cawapres Rahasia Prabowo 

Menguak Cawapres Rahasia Prabowo 

Kecil Besar

Jelang kian dekatnya pendaftaran capres-cawapres 2024, Koalisi Indonesia Maju (KIM) agaknya masih mempertimbangkan dengan matang siapa yang akan mendampingi Prabowo Subianto. Berkaca pada pasangan Anies-Imin dan proyeksi cawapres Ganjar, Prabowo agaknya akan mengarahkan pilihan cawapresnya ke sosok berpengalaman. Mengapa demikian? 


PinterPolitik.com

Cepat atau lambat, bacapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dinilai akan memilih cawapres dengan paket komplit, berpengalaman, melengkapi, dan yang dianggap cukup penting, yakni mewakili pemilih Islam. 

Interpretasi maupun postulat itu sendiri bukan tanpa alasan. Setidaknya, terdapat tiga justifikasi yang dapat melandasinya. Pertama, Prabowo dan barisan koalisi agaknya tetap memperhatikan manuver penentuan bacawapres para rivalnya. 

Bacapres Anies Baswedan telah mendeklarasikan keikutsertaannya di Pilpres 2024 bersama Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Sosok yang selama ini dicitrakan memiliki kekuatan merengkuh ceruk suara Islam di Jawa Timur. 

Sementara itu, bacapres barisan koalisi PDIP, yakni Ganjar Pranowo, belakangan memiliki opsi bacawapres yang juga memiliki karakteristik hampir serupa dalam diri Mahfud MD dan Khofifah Indar Parawansa. 

Sementara itu, Prabowo seolah turut merespons diskursus karakteristik bacawapres dengan menunjukkan kedekatan dengan sejumlah ulama. 

Misalnya, saat memberi penghargaan Dharma Pertahanan kepada Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya atau akrab dikenal sebagai Habib Luthfi. Sebelumnya pun, Prabowo beberapa kali tampak melakukan silaturahmi kepada sosok yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu. 

kampanye hitam hantui prabowo 01 1068x1068.jpg

Kedua, tak dapat dipungkiri, strategi politik Prabowo untuk menyongsong kontestasi elektoral 2024 agaknya sedikit memodifikasi apa yang dilakukan Joko Widodo (Jokowi) saat mengalahkannya di edisi 2019. 

Ya, dengan menggandeng K.H. Maโ€™ruf Amin, Jokowi tampak berhasil memproteksi pencapresannya dari berbagai isu minor terkait narasi politik Islam yang cukup kental saat itu. 

Ikhtisar politik Jokowi sendiri sebenarnya tampak telah direfleksikan Prabowo dari kedekatannya selama ini selama direkrut masuk kabinet sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). 

Simbiosis yang entah berusaha diciptakan atau memang sama-sama dibutuhkan, baik oleh Prabowo maupun Jokowi, agaknya membuat sang bacapres 2024 kemungkinan akan meniru strategi politik pemilihan bacawapres nantinya. 

Baca juga :  Prabowoโ€™s Midas Touch: Hilirisasi

Ketiga, pertimbangan tunggal ceruk suara pemilih Islam pun kiranya belum cukup. Pemilih yang semakin kritis dibanding edisi sebelumnya kemungkinan akan membuat demand terhadap cawapres yang juga berkualitas bisa saja menjadi narasi dan ekspektasi politik di 2024. 

Tetapi, mencari sosok dengan kelengkapan kriteria seperti itu agaknya tak akan mudah bagi Prabowo. 

Meski demikian, kemungkinan terdapat nama rahasia yang mungkin telah disiapkan sebagai senjata pamungkas dan dapat menjadi pendamping tepat Prabowo. 

โ€œPertarunganโ€ Cawapres Ceruk Islam? 

Peran cawapres sangat penting untuk merengkuh suara Islam, yang merupakan salah satu kekuatan besar dalam politik Indonesia. 

prabowo didukung barisan mantan jenderal

Pertama-tama, pemilih Islam adalah kelompok yang signifikan dalam politik negara +62. Logika sederhananya, dengan populasi muslim yang besar, pemilih Islam memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan hasil pemilihan. 

Oleh karena itu, cawapres yang memiliki identitas atau kredibilitas Islam yang kuat akan lebih mungkin mendapatkan dukungan dari kelompok ini.  

Pemilih Islam cenderung memilih calon yang mereka percayai akan memperjuangkan isu-isu yang relevan dengan keyakinan dan kepentingan mereka, seperti agama, moralitas, dan keadilan sosial. 

Selain itu, cawapres dapat membantu menciptakan citra kepemimpinan yang inklusif dan merangkul semua lapisan masyarakat, termasuk pemilih Islam. 

Dalam politik Indonesia yang beragam, harmonisasi antara berbagai agama dan kepercayaan adalah hal yang sangat penting. 

Cawapres yang memiliki pemahaman yang baik tentang isu-isu yang relevan bagi pemilih Islam, seperti pendidikan agama hingga kesejahteraan sosial, dapat membantu memenangkan hati dan pikiran pemilih ini. 

Penting bagi cawapres untuk mampu merancang kebijakan dan program yang mendukung aspirasi dan kebutuhan masyarakat Islam. Ini akan memperkuat ikatan antara pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan pemilih Islam. 

Dengan memiliki cawapres yang dapat merangkul pemilih Islam, memahami isu-isu mereka, dan mempromosikan kepemimpinan yang inklusif, pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat meningkatkan peluang mereka untuk memenangkan pemilihan dan menciptakan pemerintahan yang lebih representatif dan responsif terhadap kepentingan semua warga negara Indonesia. 

Baca juga :  The War: Prabowo vs Mafia Migas

Namun, tak bisa dipungkiri ceruk suara Islam pun tak tunggal. Ada yang berhaluan moderat maupun konservatif. Oleh karena itu, sosok yang dapat diterima di kedua belah haluan itu kiranya akan dapat menambah kans kemenangan. 

Lalu, siapa sosok yang dapat merepresentasikan itu bagi Prabowo? 

Tak Hanya Itu, Butuh Pengalaman? 

Bursa cawapres Prabowo sendiri sejauh ini diisi oleh sejumlah nama. Survei terbaru Indikator yang dirilis pada 30 September lalu, misalnya, menempatkan 10 nama potensial. 

Mereka adalah Erick Thohir, Gibran Rakabuming Raka, Khofifah Indar Parawansa, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Yenny Wahid, Yusril Ihza Mahendra, K.H. Yahya Cholil Staquf, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), dan Muhadjir Effendy. 

Di antara nama tersebut hanya beberapa yang agaknya dapat memenuhi kriteria meja analisis mengenai representasi pemilih Islam, yakni Yenny Wahid, Yusril Ihza Mahendra, K.H. Yahya Cholil Staquf, Gus Ipul, dan Muhadjir Effendy. 

Sebagai catatan, meski belakangan telah mem-branding diri sebagai sosok yang dekat dengan Nahdlatul Ulama (NU), Erick sendiri tampak โ€œkurang autentikโ€ mewakili ceruk suara Islam. 

Bagaimanapun, mewakili ceruk suara Islam saja agaknya tidak cukup. Pemilih tanah air yang kian baik literasi politiknya agaknya membutuhkan sosok yang benar-benar memiliki kualitas. 

Oleh karena itu, dari nama-nama yang ada, kombinasi sosok autentik yang merepresentasikan dan diterima semua haluan pemilih Islam plus pengalaman di aspek politik, hukum, dan pemerintahan, sosok Yusril agaknya โ€“ harus diakui โ€“ lebih unggul dibanding nama lainnya. 

Portofolio Yusril, yang merupakan Profesor di bidang hukum tata negara telah eksis di berbagai literatur. Namanya yang bersih dari berbagai isu hukum pun menjadi nilai plus tersendiri. 

Well, penjabaran di atas merupakan interpretasi yang masih akan berjalan dinamis jika berkaca pada penentuan sosok cawapres yang terkadang berlangsung last minute. Oleh karena itu, akan menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.