“Doakan ustaz Somad menjadi kiai sampai mati. Soal ada rapat politik mengenai rekomendasi cawapres, apa pun kita harus hormati. Siapa yang terbaik, kita doakan,” Ustaz Abdul Somad
PinterPolitik.com
[dropcap]A[/dropcap]lhamdulillah, para ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama telah menyelesaikan pertemuan akbar mereka terkait kondisi negeri ini. Dalam pertemuan bertajuk Ijtima Ulama tersebut, sejumlah keputusan penting dibuat dan bisa memberi pengaruh bagi politik di negeri ini.
Salah satu rekomendasi dari para ulama tersebut adalah soal nama-nama yang akan diusung dalam kepemimpinan nasional. Sebagai capres, mereka merekomendasikan nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ada pula nama Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Aljufri sebagai bakal cawapres ideal versi mereka.
Di luar tokoh-tokoh politik tersebut, terselip nama seorang penceramah kondang, Ustaz Abdul Somad sebagai salah satu nama cawapres yang direkomendasikan GNPF Ulama. Munculnya nama Somad tergolong mengejutkan. Selama ini, nama alumnus Universitas Al Azhar Kairo ini memang tidak banyak dibicarakan terutama dalam kaitan dengan kepemimpinan nasional.
Munculnya nama Somad tergolong sangat menarik. Mengapa sosok yang terkenal dengan ceramah-ceramahnya di media sosial ini kini terlibat dalam politik? Apakah pria asal Riau ini hanya menjadi komoditas politik belaka? Atau ia sendiri bisa meraup untung dari ikut campur dalam politik?
Mendaulat Somad Sebagai Cawapres
Tak dinyana, nama Abdul Somad menjadi salah satu cawapres yang direkomendasikan oleh GNPF Ulama hasil Ijtima para petinggi ormas Islam tersebut. Padahal, Abdul Somad bukanlah tokoh yang aktif dalam kegiatan politik praktis. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan untuk berceramah dari masjid ke masjid, mengisi dahaga rohani para jemaah.
Belakangan, Somad mengisyaratkan untuk tidak memilih jalur politik dan menjadi cawapres. Ia mengaku lebih memilih besar melalui jalan yang kini tengah ia tempuh, yaitu jalur dakwah. Somad menilai jalur pengabdian tidak hanya ada di politik saja, sehingga langkah menjadi cawapres tidak masuk dalam hitungannya.
Meski menolak jadi cawapres, nyatanya pesona politik sang ustaz masih belum sepenuhnya sirna. Berbagai tokoh tetap memintanya mempertimbangkan saran para ulama untuk menjadi cawapres dambaan umat.
Simak saja bagaimana PAN mengharapkan Somad menjadi cawapres bagi Prabowo. Partai matahari ini menganggap bahwa pasangan Prabowo-Somad adalah pasangan yang paling menarik. Secara khusus, pendiri sekaligus Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais memilki pendapat tersendiri tentang Somad.
Amien menganggap bahwa Somad ini sosok yang lebih “nendang” jika dibandingkan dengan Salim Segaf. Menurutnya, Somad tidak hanya memenuhi unsur ulama, tetapi juga termasuk golongan muda jika dibandingkan dengan Salim. Ia bahkan meminta Somad menerima rekomendasi jadi cawapres dengan menyinggung kisah Nabi Yunus.
Secara spesifik, Prabowo bahkan dikabarkan memiliki rencana untuk bertemu dengan sang ustaz. Dikabarkan kedua tokoh ini sudah hampir bertatap muka. Meski begitu, akibat kesibukan Somad, pertemuan tersebut harus dijadwal ulang.
Rencana pertemuan itu tidak merinci apakah Somad akan dipasangkan dengan Prabowo atau tidak. Akan tetapi, yang pasti, Somad sudah mulai dilirik oleh tokoh-tokoh politik tersohor negeri ini.
Terlihat bahwa sosok Somad sudah mulai diperhitungkan. Somad yang semula hanya mengisi ruang-ruang pembicaraan berbau spiritual, kini mulai digiring ke ranah yang jauh lebih politis.
Jadi Komoditas Politik
Abdul Somad adalah fenomena. Ia adalah salah satu tokoh agama paling populer di negeri ini. Disebutkan bahwa masjid-masjid yang ia kunjungi selalu sesak oleh jemaah yang rindu petuahnya. Jadwal ceramahnya pun tergolong padat, kejar setoran dari satu kota ke kota yang lain.
Somad memang mengambil ceruk yang spesifik ketimbang banyak penceramah lain. Ia memanfaatkan betul media sosial sebagai sarana dakwah. Video-video ceramahnya di Youtube telah disaksikan oleh jutaan pasang mata. Ia juga memiliki banyak pengikut di berbagai platform media sosial.
Popularitas yang tinggi membuat ia menjadi salah satu komoditas yang seksi untuk urusan politik. Wajar jika banyak aktor politik melirik dirinya untuk menjadi salah satu tokoh yang dijual demi ambisi politik mereka. Somad bisa menjadi penarik massa yang besar baik hanya sebagai juru kampanye atau sebagai kandidat. Somad misalnya pernah diajak oleh Edy Rahmayadi dalam rangkaian kampanyenya di Pilgub Sumut 2018.
Pesona penceramah media sosial seperti Somad ini disoroti oleh Hew Wai Weng, peneliti dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Weng mengambil kasus penceramah kondang lainnya, Felix Siauw sebagai acuan bagaimana hubungan popularitas seorang penceramah dengan urusan politik.
Weng menggambarkan bahwa Siauw berhasi mengombinasikan budaya populer dengan politik Islam. Ia menyebut bahwa Siauw membuat kesalehan, politik, dan popularitas saling terhubung satu sama lain. Hal ini bisa saja berlaku pula dalam diri Somad.
Somad jelas seorang penceramah yang menikmati kebesaran di era media sosial. Terlihat bahwa ia mampu memanfaatkan budaya populer untuk kepentingan dakwahnya. Dalam kadar tertentu, Somad juga kerap memberi ceramah terkait Islam dan politik. Meski tidak seeksplisit Siauw yang terang-terangan mendukung khilafah, hal ini tidak berarti Somad dapat benar-benar menjauhi topik politik dan Islam dalam ceramahnya.
Sejauh ini, memang Somad lebih banyak membahas isu-isu politik dan Islam secara umum. Akan tetapi, apa jadinya jika Somad sudah merapat dengan kubu tertentu ? Bukan tidak mungkin ia bisa menyelipkan ceramah-ceramah yang menguntungkan aktor politik yang satu kubu dengannya.
Potensi ini membuat banyak aktor tentu tertarik menjual Somad sebagai komoditas politiknya. Kombinasi kesalehan, popularitas, dan politik Somad dapat menarik banyak massa untuk kepentingan politik tertentu. Sulit bagi para politisi untuk tidak tergoda pada potensi sang ustaz. Maka sangat wajar jika GNPF dan mungkin Prabowo berharap tuah politik sang ustaz.
Mencari Patron?
Di satu sisi, terlihat bahwa menggiring Somad ke politik hanya memberi keuntungan pada aktor-aktor politik yang mengajaknya. Tampak bahwa sang ustaz seperti hanya menjadi komoditas politik yang dijual untuk segmentasi pasar umat Islam dan secara spesifik pendengar setia Somad.
Meski begitu, hal ini masih bisa dilihat dari sisi yang lain. Somad juga bisa mendapat untung dari aktor-aktor politik yang mengharapkan sang ustaz berada di kubu mereka. Hal ini terutama jika melihat hubungan Somad dengan pihak otoritas yang memegang kuasa saat ini.
Selama ini, kiprah ceramah Somad tidak selalu mulus. Dalam berbagai kunjungannya ke daerah, ia seringkali menghadapi larangan dan pencekalan. Dalam kadar tertentu, penolakan terhadap ceramah Somad kerap disebut-sebut berasal dari pihak yang memiliki otoritas.
Somad, meskipun tenar, misalnya pernah dilewatkan pemerintah dalam daftar penceramah terekomendasi versi Kementerian Agama. Hal ini dapat menjadi penanda bahwa sang ustaz tidak begitu mesra dengan penguasa dibandingkan penceramah-penceramah lain.
Pasangan PUAS (Prabowo – Ustad Abdul Somad) melawan Jokowi di Pilpres 2019, insya Allah:
— Mas Piyu ?? (@maspiyuuu) July 29, 2018
Ceramah Somad memang kerapkali membuat panas kuping penguasa. Memang, ceramahnya tidak selalu menyerang secara eksplisit, namun, beberapa kali isi petuahnya bisa membuat penguasa terlihat dirugikan di mata jemaah. Oleh karena itu, pemerintah bisa saja memerintahkan agar aktivitas ceramah sang ustaz dicekal.
Dalam kadar tertentu, beberapa pihak menyebut bisa saja ia tengah ditunggu agar keseleo lidah sehingga mudah diproses hukum. Selama ini, memang sulit untuk untuk secara serta-merta menangkap Somad hanya karena ceramahnya. Oleh karena itu, satu kali saja ia salah ucap dan bikin gerah banyak orang, penguasa bisa mengirim sang ustaz ke balik jeruji.
Berdasarkan kondisi tersebut, Abdul Somad membutuhkan patron politik agar aktivitas dakwahnya tidak terganggu. Saat ini, ia tidak bisa terlalu mengharapkan perlindungan dari kelompok pendukung pemerintah, sehingga harus berpaling pada kubu lain.
Kelompok oposisi dalam hal ini dapat memberikan perlindungan kepadanya agar tidak menjadi incaran rezim berkuasa. Kubu oposisi tampaknya dengan tangan terbuka bisa memberikan kebutuhan Somad akan patron politik tersebut. Hal ini dikarenakan mereka bisa mengkapitalisasi kemampuan sang ustaz dalam menggalang massa.
Terlepas dari apapun, pesona Somad dalam politik memang menyilaukan. Jika ia teguh tak ingin jadi cawapres, menarik untuk dilihat peran apa yang ia ambil dalam Pilpres 2019. (H33)