Setelah 10 hari berselang, video rapat internal kabinet yang menunjukkan ketidakpuasan Presiden Jokowi terhadap kinerja para menteri dalam menangani pandemi Covid-19 mendapat sorotan dari berbagai pihak. Namun, pertanyaannya, mengapa video tersebut baru dirilis sekarang?
PinterPolitik.com
Rasa-rasanya, kita semua pasti setuju bahwa pandemi virus Corona (Covid-19) telah mengubah kehidupan kita dari berbagai sisi. Mulai dari menghambat, bahkan menggagalkan rencana yang telah dibuat, ataupun terkait interaksi keseharian dengan teman, keluarga, dan kolega.
Tidak sedikit pula pihak-pihak yang dibuat frustrasi oleh virus yang satu ini. Ini tentunya tidak lepas dari meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), ataupun sulitnya mendapatkan pendapatan di tengah situasi pandemi.
Rasa frustrasi ini juga yang sepertinya tengah menghinggapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Bagaimana tidak, dalam video yang dirilis oleh Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden pada 28 Juni, dengan jelas memperlihatkan ketidakpuasaan sang presiden terhadap kinerja menteri dalam menangani pandemi Covid-19.
Mulai dari mengungkit bantuan sosial (bansos), anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang baru terserap 1,53 persen dari Rp 75 triliun (Rp 1,1475 triliun), hingga menegaskan dapat mengambil langkah tegas seperti mengeluarkan Perppu, membubarkan lembaga tertentu, ataupun melakukan reshuffle kabinet.
Dengan nada yang meninggi, Presiden Jokowi menegaskan bahwa jajarannya harus memiliki rasa pengorbanan yang sama terkait krisis kesehatan dan ekonomi yang dialami Indonesia saat ini. Menurut mantan Wali Kota Solo tersebut, masih terdapat menteri yang memandang situasi secara biasa-biasa saja, sehingga belum keluar kebijakan-kebijakan luar biasa untuk menangani pandemi Covid-19.
Kita tentu sepakat, berbeda dengan rivalnya dalam dua gelaran Pilpres terakhir, Presiden Jokowi adalah sosok yang mengeluarkan pernyataan dengan nada tinggi hanya dalam situasi tertentu. Atas hal tersebut, banyak pihak kemudian melihat bahwa sang presiden tengah memberikan sinyal bahwa situasi tengah genting saat ini.
Tetap semangat Pak @jokowi , semoga yang nggak punya "sense of crisis" itu bisa segera insaf. 😠 #infografis #politik #pinterpolitikhttps://t.co/9RLBkXTJSc pic.twitter.com/zqEeYCPqoP
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) June 29, 2020
Konteks tersebut misalnya dapat disimpulkan dari pernyataan Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden RI, Bey Triadi Machmudin yang menegaskan bahwa video rapat internal itu dibuka karena menilai banyak hal baik dari pernyataan Presiden Jokowi yang bagus diketahui oleh publik.
Akan tetapi, tentu pertanyaannya adalah, mengapa video ini baru diputuskan keluar setelah 10 hari berselang? Mengapa memakan waktu selama itu?
Amarah Pemimpin Saat Krisis
Banyak dari kita mungkin menilai bahwa meluapkan emosi seperti kemarahan dan frustrasi merupakan hal yang tidak seharusnya ditunjukkan oleh seorang pemimpin. Akan tetapi, Jeff Haden dalam tulisannya Why Great Leaders Get Angry—and Show It justru menjelaskan bahwa meluapkan emosi semacam itu dapat berdampak baik bagi seorang pemimpin.
Mengutip penelitian pakar kecerdasan emosi Henry Evans dan Colm Foster, Haden menyebutkan bahwa melepaskan amarah setidaknya berdampak positif pada dua hal, yakni meningkatkan fokus dan menciptakan kepercayaan diri.
Ketika amarah diluapkan, itu akan meningkatkan drastis fokus pada objek yang menjadi sasaran amarah. Peningkatan fokus ini yang kemungkinan besar ingin dibangun oleh Presiden Jokowi. Pasalnya, berulang kali sang presiden menekankan pada harus adanya perasaan yang sama, harus ada sense of crisis yang sama agar tidak terdapat pihak yang memandang situasi saat ini biasa-biasa saja.
Dengan kata lain, jika perasaan atau emosi diluapkan pada pandemi Covid-19, tentunya itu akan meningkatkan fokus pada penanganan pandemi tersebut. Luapan emosi Presiden Jokowi tersebut jelas menunjukkan bahwa ia tengah begitu fokus untuk mengawasi kinerja menteri terkait penanganan pandemi.
Ini tentunya menjadi penegasan keras bagi para menteri untuk membenahi kinerja agar “ancaman” reshuffle yang didengungkan Presiden Jokowi tidak menghampiri mereka.
Selain meningkatkan fokus, amarah juga dapat menciptakan kepercayaan diri. Menurut Haden, amarah dapat meningkatkan produksi hormon adrenalin dalam tubuh sehingga dapat mengurangi kekangan mental, dan sekaligus meningkatkan kepercayaan diri.
Pak Luhut akhirnya mengaku bahwa Indonesia nggak siap hadapi #COVID19. Hmm, sebelum-sebelumnya pada bercanda sih. Uppps. #infografis #politik #pinterpolitikhttps://t.co/URUSPYRpRA pic.twitter.com/e0DoLN5UID
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) June 30, 2020
Dengan meluapkan amarah, kepercayaan diri Presiden Jokowi jelas terlihat meningkat, di mana dengan terbuka dan tegas, ia mengevaluasi kinerja para menteri. Bagi mereka yang kerap menyaksikan pidato mantan Wali Kota Solo tersebut, terlihat jelas terdapat perbedaan nada suara yang signifikan daripada pidato sebelumnya.
Apalagi, Presiden Jokowi juga menekankan bahwa ia berani untuk mempertaruhkan reputasi politiknya, misalnya dengan mengeluarkan Perppu. Jelas, ini menunjukkan bahwa kekangan mental, terkait perlu kehati-hatian ekstra dalam mengeluarkan kebijakan telah menurun.
Pada titik ini, mungkin dapat disimpulkan bahwa pelepasan amarah Presiden Jokowi memiliki dampak positif. Seperti yang juga disebutkan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden RI, Bey Triadi Machmudin, terdapat informasi baik dalam video tersebut yang bagus diketahui oleh publik.
Akan tetapi, anehnya, dengan gentingnya informasi yang ada, mengapa video sampai membutuhkan waktu 10 hari untuk dirilis? Bukankah di tengah situasi pandemi Covid-19 dibutuhkan tindakan yang cepat, tanggap, dan tegas? Atas keganjilan ini, mungkin perlu dipertanyakan, adakah pesan politik di balik rilis video tersebut?
Pesan untuk Pihak Tertentu?
Jika bertanya perihal adanya intrik politik, mungkin akan ada pihak yang menyebutkan rilis video tersebut berguna untuk menarik simpati publik terhadap Presiden Jokowi. Asumsi semacam ini memang cukup beralasan. Pasalnya, jika video tersebut dirilis, itu dapat mengurangi titik berat kesalahan penanganan pandemi Covid-19 dari Presiden Jokowi ke para menteri.
Akan tetapi, asumsi semacam ini agaknya cukup prematur dan dangkal untuk disimpulkan. Melihat tampilan video, seperti editing sudut kamera, mungkin dapat disimpulkan bahwa video ini adalah pesan terbuka bagi pihak tertentu.
Cukup menarik melihat bahwa terdapat dua sosok menteri yang mendapatkan sorotan kamera khusus dalam video tersebut, yakni Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Sorotan kamera tersebut kemudian banyak dikaitkan dengan “ancaman” reshuffle yang disebutkan oleh Presiden Jokowi. Indonesia Police Watch (IPW) misalnya, turut merespons cepat dengan menyebutkan setidaknya terdapat 12 menteri yang harus diganti, dan salah satunya adalah Menko Marves Luhut karena dinilai kerap menimbulkan kontroversi dan kegaduhan.
Hmm, Pak Menkesnya hemat, para perawat dan dokter teriak-teriak karena janji bonus belum dibayarkan. Hadeh. 😤 #infografis #politik #pinterpolitikhttps://t.co/URUSPYRpRA pic.twitter.com/T5HHFxqXwv
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) June 30, 2020
Kemudian terkait Menkes Terawan, namanya sebenarnya telah banyak didengungkan berbagai pihak sejak awal penanganan pandemi Covid-19 karena dinilai memberikan informasi asal bapak senang (ABS). Pada 21 Maret lalu misalnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah turut berpendapat bahwa Presiden Jokowi tengah kebingungan menghadapi situasi karena terlanjur percaya dengan laporan Menkes yang menyebut Indonesia bebas dari Covid-19.
Tentunya, jika benar apa yang disebutkan oleh Dedi, maka kurangnya persiapan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 – yang baru-baru ini diakui oleh Luhut – berakar dari laporan ABS Terawan.
Sebelum video ini rilis, gestur Presiden Jokowi bahwa ia terlihat sudah mulai meragukan informasi dari para menterinya sebenarnya sudah terlihat. Itu misalnya ketika sang presiden beberapa kali tampil sendiri dalam menyampaikan pidato terkait Covid-19.
Padahal, kalau melihat pada urgensi pidato, serta membandingkannya dengan pemimpin negara lain seperti Donald Trump dan Xi Jinping, terlihat jelas penyampaian pidato sepenting itu selalu didampingi oleh pejabat lain, seperti Wakil Presiden ataupun Menteri Kesehatan.
Dengan kata lain, rilis video ini sepertinya dapat dibaca sebagai puncak dari keraguan Presiden Jokowi, sehingga ia menyetujui video rapat internal tersebut dibuka ke hadapan publik.
Ya, bagaimanapun juga, benar tidaknya rilis video tersebut merupakan pesan terselubung untuk Terawan dan Luhut, ataupun pihak lainnya tentunya hanya interpretasi belaka. Kita nantikan saja, apakah akan ada akselerasi perubahan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang lebih baik ke depannya.
Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (R53)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.