Dengarkan artikel ini:
Dari platform media sosial (medsos) yang hanya dikenal sebagai wadah video joget, kini TikTok punya peran krusial terkait konflik Palestina-Israel. Mengapa TikTok menjadi begitu penting untuk Palestina?
“But this generation here is about to cut the strings. You can ban TikTok, take us out the algorithm” – Macklemore, “HIND’S HALL” (2024)
Pada Senin, 6 Mei 2024, lalu, seorang penyanyi rap (rapper) asal Seattle, Washington, Amerika Serikat (AS), yang dikenal dengan nama panggung Macklemore merilis sebuah lagu yang berjudul “HIND’S HALL” (2024).
Dalam lagu itu, Macklemore mengkritik banyak pihak. Salah satu pihak yang dikritik adalah aparat kepolisian AS yang dianggap mencampuri urusan para pedemo yang mendukung perdamaian di Gaza, Palestina.
Selain itu, Macklemore juga mengkritik para politisi dan pejabat AS yang mendapatkan uang dari berbagai pelobi asal Israel. Terdapat dua organisasi yang disebutkan, yakni American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) dan Christians United for Israel (CUFI).
Tidak hanya itu, Macklemore juga menyebutkan nama Presiden AS Joe Biden. Dalam liriknya, sang rapper berjanji bahwa dirinya tidak akan memilih kembali Biden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) selanjutnya di tahun ini.
Menariknya, ada nama media sosial (medsos) yang turut disebutkan. Macklemore-pun menyebutkan TikTok sebagai salah satu sumber informasi di mana banyak anak muda Amerika mengetahui situasi yang terjadi di Gaza, Palestina.
Ini menjadi menarik. Pasalnya, sebagian besar platform medsos justru kerap membungkam konten-konten yang mengandung unsur pembelaan terhadap Palestina atau konten yang bersifat anti-Israel.
Mengapa TikTok menjadi penting saat ini, bahkan dalam konflik Israel-Palestina? Bagaimana TikTok bisa punya signifikansi yang besar dalam perpolitikan antarnegara di abad ke-21 ini?
Pro-Palestina = Bukan Amerika?
Mendukung Israel dinilai merupakan sifat alamiah bagi publik Amerika. Sikap suportif terhadap Israel merupakan hal yang given yang diakui secara turun-temurun oleh sebagian besar masyarakat AS.
Israel dan AS memiliki sejarah yang panjang. Banyak masyarakat di AS melihat Israel sebagai negara yang memiliki kesamaan nilai.
Berdasarkan survei Gallup sejak tahun 1988, publik AS lebih memihak kepada Israel. Hasil survei di tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2010-an juga menunjukkan hasil yang konsisten, yang mana masyarakat AS lebih memihak kepada Israel daripada Palestina.
Ini membuat para politisi di AS mengambil kebijakan yang lebih pro-Israel. Lagipula, Israel juga memenuhi kepentingan AS di Timur Tengah.
Sejak Perang Dingin, Israel dinilai sebagai mitra kunci dalam menghalau komunisme di kawasan Timur Tengah. Banyak bantuan dan kerja sama digelontorkan oleh pemerintah AS ke Israel.
Kedekatan AS dan Israel juga semakin kuat dengan kehadiran organisasi-organisasi pelobi. AIPAC, misalnya, menjadi pelobi yang menggelontorkan dana untuk banyak politisi AS di dua partai besar yang berbeda, yakni Partai Republik dan Partai Demokrat.
Menjadi masuk akal apabila publik dan politisi AS lebih condong kepada Israel. Situasi ini memenuhi apa yang disebut sebagai teori dua permainan dari Robert D. Putnam, di mana dua tingkat permainan, publik dan internasional, mendukung kebijakan yang sama.
Banyak dari masyarakat AS melihat perang Israel dan Palestina adalah perang yang dilakukan oleh dua pihak yang setara. Padahal, dalam banyak kejadian, jumlah korban Palestina justru lebih melambung daripada korban dari Israel.
Namun, bila memang masyarakat AS sangat condong ke Israel, mengapa gelombang protes pro-Palestina kini banyak terjadi di negara Paman Sam? Mengapa publik AS mulai berubah?\
TikTok Penting untuk Palestina?
Pada tahun 2022 lalu, seorang rapper asal Palestina, Saint Levant, viral di platform TikTok. Nama Saint Levant menjadi perhatian dengan lagunya yang berjudul “Very Few Friends” (2022).
Namun, rapper itu tidak hanya merilis lagu dan viral, melainkan juga banyak berkomentar dan bercerita akan apa yang terjadi di Gaza dan Tepi Barat. Banyak pengguna platform itu mulai mengetahui apa yang terjadi di Palestina.
Tidak hanya Saint Levant, banyak konten-konten TikTok pro-Palestina juga mendapatkan perhatian dari pengguna platform tersebut. Saking masifnya, politisi-politisi AS mulai menuding TikTok sebagai media propaganda yang digunakan oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk mendukung narasi pro-Palestina.
Bagaimana tidak? Konten-konten pro-Palestina lebih banyak tersebar di TikTok dari pada di platform-platform Meta, seperti Facebook dan Instagram, yang mana lebih ketat dalam membatasi konten-konten yang dianggap anti-Israel.
Namun, algoritme TikTok bukanlah satu-satunya alasan mengapa konten-konten pro-Palestina bisa mendapatkan banyak perhatian. Alasan sebenarnya adalah generasi muda itu sendiri, yakni Generasi Z (Gen Z) dan Milenial.
Pada tahun 1928, Karl Mannheim mencetuskan teori generasi. Dalam esainya yang berjudul Das Problem der Generationen, Mannheim menilai bahwa generasi terbentuk berdasarkan lokasi spesifik dalam periode historis tertentu.
Katakanlah, para politisi dan pemimpin AS saat ini adalah mereka yang lahir pada tahun 1950-an hingga tahun 1960-an. Banyak dari mereka melihat bagaimana sejarah Israel berdiri.
Memori akan Holocaust dan diskriminasi terhadap kelompok Yahudi masih membekas dalam ingatan mereka. Alhasil, banyak dari mereka cenderung melihat positif atas Israel.
Sementara, bagi Milenial dan Gen Z, memori kolektif itu tidak begitu tertanam. Apa yang tertanam dalam benak mereka adalah bagaimana banyak warga Palestina tidak mendapatkan akses terhadap hak-hak dasar, seperti air, makanan, hingga pendidikan.
Belum lagi, banyak Milenial dan Gen Z di AS lebih sensitif terhadap isu keadilan rasial, misal soal diskriminasi terhadap kelompok Afrika-Amerika. Akibatnya, banyak dari mereka melihat konflik Israel-Palestina dari kacamata keadilan rasial juga, bagaimana warga Palestina (dominan kelompok Arab) tertindas oleh Israel (dominan kelompok kulit putih).
Pada akhirnya, TikTok bukanlah platform yang membawa propaganda pro-Palestina, melainkan para Milenial dan Gen Z memang sudah pro-Palestina sejak awal. TikTok hanyalah platform yang mengamplifikasi narasi ini sehingga bisa membuat gerakan sosial dan politik yang lebih berarti di AS.
Seperti lirik Macklemore di “Hind’s Hall”, generasi ini siap untuk memutus benang yang terjalin soal Israel di generasi tua. Bahkan, Macklemore-pun mengatakan bahwa mereka telah melihat apa yang terjadi meskipun TikTok akan segera dilarang oleh pemerintah AS. (A43)