Site icon PinterPolitik.com

Mengapa PDIP Amankan Andika?

KSAD Jenderal Andika Perkasa (Foto: Tagar.id)

KSAD Jenderal Andika Perkasa (Foto: Tagar.id)

Pernyataan anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon kembali menimbulkan sorotan. Politikus PDIP itu menyebut KSAD Jenderal Andika Perkasa dipastikan akan menjadi Panglima TNI. Apakah itu strategi PDIP untuk mengamankan Andika?


PinterPolitik.com

Pembahasan terkait bursa calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto kembali menguat.

Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mengatakan, dalam waktu dekat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa akan menjadi Panglima TNI. Dalam kesempatan yang sama, Ia juga menyebut Mayor Jenderal Dudung Abdurachman akan menjabat sebagai KSAD.

Pernyataan Effendi ini menarik, karena di saat bersamaan pemerintah sendiri melalui Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman mengonfirmasi belum ada informasi dari Presiden terkait nama calon Panglima TNI selanjutnya.

Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar, Dave Laksono juga memastikan belum ada surat resmi Presiden ke DPR terkait nama calon Panglima TNI. Lebih lanjut, Dave meminta semua pihak untuk menahan diri karena keputusan tersebut adalah hak prerogatif Presiden.

Belakangan ini fenomena dukung mendukung yang dilakukan oleh politisi terhadap calon Panglima TNI memang sedang gencar dilakukan.

Baca Juga: Andika Perkasa Akan Berlabuh di PDIP?

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat Syarif Hasan menyebut Andika adalah sosok paling menonjol untuk menjabat Panglima TNI. Hal serupa juga diungkapkan oleh anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta.

Pengamat keamanan dan militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menilai fenomena dukung-mendukung politikus terhadap calon Panglima TNI berpotensi membuat suasana menjadi kurang sehat.

Fahmi menilai dukung-mendukung calon Panglima TNI, apalagi dari politisi, sangat berlebihan. Ia beralasan, selama ini TNI diperingatkan untuk tak ikut campur dalam urusan politik. Namun di sisi lain, dalam kasus ini, justru para politisi yang terlihat genit menggoda TNI untuk masuk ke ranah politik.

Political endorsement yang dilakukan oleh para politisi ini justru memperlihatkan bahwa dalam proses pemilihan calon Panglima TNI kepentingan politik lebih mendominasi ketimbang membangun profesionalisme TNI.

Lalu, mengapa sedari awal PDIP cenderung mendukung menantu Hendropriyono tersebut?

Relasi PDIP-Andika

Pernyataan Effendi Simbolon sebagai kader senior PDIP bisa dimaknai sebagai suatu sinyal politik dari PDIP untuk memberikan karpet merah kepada Jenderal Andika.

Sinyal politik tersebut dapat dijelaskan melalui tulisan Eric Posner yang berjudul Symbols, Signals, and Social Norms in Politics and The Law. Posner mengatakan suatu tindakan memiliki makna dan sinyal politis tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sejarah.

Jika dianalisis dari tulisan Posner, PDIP yang disinyalir melabuhkan dukungan kepada Andika mungkin saja dipengaruhi oleh sejarah hubungan panjang antara Megawati dan Hendropriyono.

Pengamat militer Aris Santoso mengungkap sulit untuk tidak menghubungkan karier militer Andika yang melejit di era Presiden Jokowi dengan faktor kekerabatan, khususnya dengan statusnya sebagai menantu Hendropriyono.

Mengacu pada lumrahnya spoils system di Indonesia, yakni praktik pemenang pemilu memberikan posisi kepada pendukungnya sebagai hadiah karena berjasa menghantarkan kemenangan, tidak heran kemudian terdapat pihak yang mengaitkan posisi Hendro atas pengangkatan Andika sebagai KSAD. Pun begitu dengan peluang Andika menjadi Panglima TNI.

Dalam konteks ini, Hendropriyono sendiri diketahui mempunyai sejarah hubungan panjang dengan Megawati dan PDIP.

Saat Hendro menjabat sebagai Panglima Kodam Jakarta Raya (Pangdam Jaya), Ia adalah orang yang “membiarkan” berlangsungnya Musyawarah Nasional (Munas) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), di mana Megawati Soekarnoputri terpilih menjadi Ketua Umum.

Jusuf Wanandi dalam buku Menyibak Tabir Orde Baru menyebut Hendropriyono adalah jenderal yang punya simpati dengan Megawati.

Lebih lanjut, pada saat pelaksanaan Munas PDI saat itu, Hendro mengaku tidak mendapat perintah khusus dari Panglima untuk memenangkan Megawati. Apa yang Ia lakukan murni karena simpati terhadap Megawati, anak dari idolanya sejak muda, Bung Karno.

Peran Hendro sebagai Pangdam Jaya kala itu bisa dibilang sangat berjasa bagi karier politik Megawati yang berhasil terpilih menjadi Ketua Umum PDI dalam Munas saat itu. Selanjutnya, pasca Orde Baru tumbang hubungan antara keduanya disebut semakin menguat.

Baca Juga: Andika Lawan Mitos Keperawanan?

Di masa kepemimpinan Presiden Megawati, misalnya, Hendro menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) periode 2001-2004. Selanjutnya hingga saat ini hubungan keduanya masih terus berlanjut.

Tekait hal ini, ahli hukum tata negara Refly Harun bahkan menyebut Hendro dan Megawati sebagai dua dari enam tokoh yang bisa disebut sebagai “enam matahari” Presiden Jokowi di periode pertamanya.

Dilihat dari sejarah hubungan yang panjang ini, tak heran jika PDIP cenderung konsisten memberikan dukungan sejak awal kepada menantu Hendropriyono tersebut untuk menjadi Panglima TNI.

Namun dukungan yang diberikan PDIP diyakini tidak serta merta dapat memuluskan langkah Andika sebagai Panglima TNI.

Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya yang berjudul Hendropriyono, Ganjalan Andika Jadi Panglima?, dipaparkan bahwa faktor Hendro justru bisa menghambat karier Andika menjadi Panglima.

Pertama, jika benar karier Andika berkat Hendro, ada kemungkinan komunikasi Andika sebagai Panglima dengan Presiden nantinya sedikit tidaknya terhalang oleh Hendro. Misalnya, Andika meminta saran dari Hendro “harus bagaimana?”. Spekulasi terburuknya adalah Hendro dapat memberi “intervensi” atas kebijakan Andika.

Kedua, hubungan erat antara Hendro dan Megawati justru dapat membuat Presiden Jokowi kurang nyaman bekerja dengan Andika jika nantinya ditunjuk sebagai Panglima TNI. Pasalnya, hubungan Presiden Jokowi disebut sedikit merenggang dengan PDIP saat ini.  

Oleh karena itu, pengamat militer Khairul Fahmi menilai pernyataan Effendi kemarin bisa disebut sebagai strategi faith accompli, yaitu upaya untuk memberikan tekanan kepada Presiden sekaligus mengunci agar Jokowi tidak menggoyang-goyang nama lain selain Andika.

Andika Lebih Berpeluang?

Terlepas dari faktor Hendropriyono dan hubungan antara Jokowi dan PDIP, beberapa pihak menilai dengan meningkatnya hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dalam bidang pertahanan belakangan ini akan menguntungkan Andika sebagai kandidat calon Panglima TNI.

Institute for Defence and Strategic Studies (IDSS) mengungkap bahwa saat ini Indonesia telah menjadikan AS sebagai mitra utama dalam hal pertahanan dan keamanan.

Hal ini ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu AS, Antony Blinken. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan “era baru” hubungan bilateral pertahanan antara Indonesia dengan Paman Sam.

Zack Cooper, peneliti senior di American Enterprise Institute, sekaligus mantan anggota Dewan Keamanan Nasional memaparkan, bagi AS keberadaan Indonesia sangatlah strategis dalam isu pertahanan, terutama dari segi teritorial dan pengaruh besar yang dimiliki di kawasan Asean.

Maka dari itu, ada kecenderungan bagi Washington untuk lebih menyukai calon Panglima yang “dekat” dengan AS.

Jika kita analisis dua kandidat terkuat panglima TNI saat ini, yaitu Andika Perkasa dan Yudo Margono, Andika dinilai cenderung memiliki hubungan yang lebih dekat dengan AS.

Seperti yang diketahui, Andika merupakan lulusan The George Washington University. Tak hanya itu, ia juga pernah menempuh studi di National Defense University, Norwich University, dan Harvard University.

Ditambah pada 2020 lalu, Andika menerima Medali Kehormatan dari pemerintah Amerika Serikat, yaitu Medali the Legion of Merit, degree of Commander yang diserahkan langsung KSAD AS Jenderal James C. McConville.

Baca Juga: Pertengahan Tahun, Andika Jadi Panglima?

Terakhir, Andika juga memegang peranan penting dalam program “Garuda Shield”, yaitu program latihan militer terbesar sepanjang sejarah Indonesia dan AS.

Derek Grossman, analis pertahanan senior dari Rand Coorporation US memaparkan bahwa penyelenggaraan latihan militer terbesar antar kedua negara ini jelas merupakan indikasi bahwa AS berupaya meningkatkan kehadirannya di Indonesia untuk melawan pengaruh Tiongkok, terutama dalam konflik Laut Tiongkok Selatan (LTS).

Jika dianalisis dari temuan-temuan di atas, terlepas dari faktor Hendropriyono dan hubungan antara Jokowi dan PDIP, Andika dinilai masih tetap mempunyai peluang yang besar untuk dijadikan Panglima ketimbang Yudo Margono, kandidat terkuat lainya.

Well, pada akhirnya tulisan ini hanyalah analisis teoretis semata. Terlepas dari apakah endorsement yang dilakukan PDIP terhadap Andika akan berhasil atau tidak, yang pasti pemilihan Panglima TNI adalah hak prerogatif Presiden Jokowi.

Peluang Andika dinilai sangat bergantung dari hubungan dan komunikasinya dengan Presiden. Kita lihat saja perkembangannya. Apakah pernyataan Effendi Simbolon bahwa Andika akan menjadi Panglima dalam waktu dekat akan terjadi.

Atau justru Presiden Jokowi lebih memilih Yudo Margono untuk menjadi Panglima TNI. Seperti pernyataan Khairul Fahmi, peluang KSAL Yudo Margono dapat menguat apabila pergantian Panglima TNI terjadi setelah pertengahan tahun 2021. Menarik untuk melihat kelanjutannya. (A72)

Exit mobile version