Meski Anies Baswedan belum memberi sinyal atau jawaban yang jelas, Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep mengatakan bahwa, bila dirinya maju sebagai calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta, calon gubernur (cagub) paling rasional adalah Anies Baswedan.
“Have you never imagined yourself on the Iron Throne?” – Rhaenys Targaryen, House of the Dragon (2022-sekarang)
Apa jadinya bila takhta yang ada hanya tersedia satu takhta? Mungkin, peperangan kemudian akan pecah dan membara.
Situasi itulah yang terjadi dalam serial House of the Dragon (2022-sekarang). Serial yang dirilis oleh HBO itu menceritakan kisah konflik keluarga untuk memperebutkan takhta Iron Throne – antara keluarga Hijau dan keluarga Hitam.
Kedua keluaga ini memiliki legitimasi. Keluarga Hitam yang dipimpin oleh Rhaenys Targaryen, ditunjuk ayahnya sebagai pewaris takhta meskipun dirinya merupakan seorang perempuan.
Sementara, keluarga Hijau juga memiliki legitimasi karena adik Rhaenyra, Aegon Targaryen, merupakan anak laki-laki pertama raja sebelumnya. Secara tradisi, takhta selalu diturunkan kepada putra pertama.
Alur kisah serial ini memang didasarkan pada pertempuran di antara dua pihak yang sama-sama seimbang. Namun, apa jadinya apabila pertempuran didominasi oleh satu pihak saja?
Mungkin, situasi itulah yang terjadi dalam perebutan ‘takhta’ gubernur DKI Jakarta. Bagaimana tidak? Hampir setiap kubu kini menginginkan nama Anies Baswedan untuk diusung sebagai calon gubernur (cagub) di Pilkada DKI Jakarta 2024, mulai dari Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep hingga Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
Kaesang yang digadang-gadang menjadi calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta sendiri bahkan menyebutkan bahwa, berdasarkan survei-survei elektabilitas, cagub paling rasional adalah Anies. Wacana memasangkan Anies-Kaesang juga sudah bergulir dalam beberapa bulan terakhir.
Meski begitu, Anies belum memberikan jawaban yang jelas. Sebagai cagub potensial, dirinya hanya membalas beberapa ketertarikan berbagai pihak.
Terhadap Puan, misalnya, Anies mengatakan bahwa PDIP juga merupakan partai yang menarik. Sementara, terkait Kaesang, Anies hanya menghindar dengan menjawab bahwa masih terdapat isu yang lebih penting untuk dibahas.
Dengan ketidakpastian ini, lantas, mengapa Kaesang tampak begitu berharap kepada Anies? Mungkinkah ada siasat politik di baliknya?
<Anies, Pusaka Terakhir Jokowi?
Guna memahami mengapa wacana Anies-Kaesang bisa menguntungkan secara politik, mungkin perlu kembali sejenak ke masa lampau. Hampir lima tahun lalu, usai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan rekonsiliasi politik dengan lawannya, Prabowo Subianto, yang kini menjadi presiden terpilih RI pada Pilpres 2024.
Momen tersebut bisa dibilang penting. Sebagian besar elite politik akan menilai momen itu sebagai upaya untuk mempersatukan dua kutub politik yang terpolarisasi.
Namun, lebih dari itu, rekonsiliasi Jokowi-Prabowo pada tahun 2019 merupakan bentuk perwujudan budaya politik Jawa. Setidaknya, ini bisa dijelaskan dengan konsep politik Jawa yang dijelaskan oleh Benedict R. O’G. Anderson dalam bukunya yang berjudul Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia.
Dalam buku itu, dijelaskan bahwa pola kekuatan politik ala Jawa banyak diwarnai dengan upaya pemusatan kekuatan pada satu pusat, yakni sang raja. Sang raja akan mengumpulkan berbagai kekuatan pada dirinya guna memperkuat pengaruh politiknya.
Raja Jawa biasanya akan mengumpulkan pusaka-pusaka yang menjadi sumber kekuatannya di keratonnya (istana). Pemusatan kekuatan ini kemudian dilakukan dengan melaksanakan ritual-ritual yang dipertontonkan kepada publik, misal rekonsiliasi politik.
Bukan tidak mungkin, Prabowo adalah salah satu pusaka yang akhirnya berhasil dikumpulkan oleh Jokowi. Mengacu ke tulisan Aris Huang di New Mandala pada September 2019 silam, rekonsiliasi ini adalah ritual pemusatan kekuatan tersebut.
Lantas, apa hubungannya dengan Anies dan Kaesang? Anies bisa dibilang merupakan salah satu simbol oposisi terbesar terhadap pemerintahan Jokowi. Boleh jadi, Anies adalah pusaka terakhir bagi Jokowi.
Dengan menggandeng Kaesang, Anies bisa saja dibilang telah masuk ke dalam mandala kekuatan Jawa ala Jokowi. Pusaka terakhir dan terkuat inilah yang akhirnya diperebutkan oleh banyak pihak, termasuk oleh PDIP yang kini berseberangan dengan Jokowi.
Bila Anies bisa masuk sebagai pusaka pelengkap keraton pemerintahan Jokowi, bukan tidak mungkin akan menjadi kekalahan juga bagi PDIP yang kini berusaha membatasi gerak dan manuver politik Jokowi.
Namun, selain itu, mungkinkah ada siasat lain di balik ngebet-nya Kaesang untuk maju bersama Anies? Mengapa sebenarnya nama Anies juga menjadi penting bagi Kaesang?
Marketing ala Kaesang?
Bukan rahasia lagi bahwa Anies adalah nama besar di kancah perpolitikan Indonesia. Menyebutkan nama Anies bisa jadi salah satu cara untuk meningkatkan perhatian media dan publik.
Dalam membangun bisnis, ada satu kebiasaan yang telah dilakukan oleh Kaesang selama ini. Sering kali, putra bungsu Jokowi tersebut selalu mengajak sosok-sosok ternama untuk menjadi mitra bisnis.
Dalam bisnis kuliner, misalnya, Kaesang bermitra dengan celebrity chef asal Surabaya yang dikenal dengan nama Chef Arnold. Tidak hanya itu, dalam sejumlah bidang bisnis lainnya, Kaesang juga menggandeng selebriti lain, seperti Reza Arap dan Raffi Ahmad.
Bukan tidak mungkin, ini merupakan salah satu langkah penting dalam marketing (pemasaran). Rinzing Lama dalam tulisannya yang berjudul “The Role of Famous Personalities in Marketing” menjelaskan bahwa penggunaan figur-figur ternama ini menjadi semacam upaya untuk meminjam image (citra) dari figur ternama tersebut.
Bisa jadi, dalam pemasaran politik, cara yang mirip juga dilakukan oleh Kaesang. Untuk memasarkan namanya sebagai seorang politikus, bukan tidak mungkin Kaesang menggunakan nama Anies yang jauh lebih populer untuk memasarkan dirinya.
Ini sejalan dengan penjelasan Kakhaber Djakeli dalam tulisannya yang berjudul “Matrix of Brand Awareness and a Positive Image as a Success Factor in Political PR.” Dalam tulisannya, Djakeli menjelaskan bahwa ini berkaitan dengan konsep brand awareness, yang mana merupakan probabilitas para konsumen menjadi familiar dengan produk brand tersebut.
Dengan dibahas terus-menerus bersama nama populer seperti Anies, bukan tidak mungkin Kaesang akan menjadi lebih familiar di benak para pemilih. And who knowsbrand awareness atas Kaesang akan membawa karier politiknya hingga sejauh mana? (A43)