Hadirnya Jenderal Hlaing pada pertemuan KTT ASEAN menuai kritik dari masyarakat internasional. Masyarakat Myanmar tidak berharap ASEAN mengundang junta militer sebagai delegasi Myanmar, melainkan masyarakat sipil Myanmar sendiri. Lantas, apa faktor yang mempengaruhi keputusan ASEAN mengundang junta militer? Apakah ada aktor ketiga yang mempengaruhi keputusan ASEAN?
Sabtu lalu, ASEAN menggelar Asean Leader’s Meeting atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Jakarta yang membahas masalah kudeta junta militer di Myanmar. KTT ASEAN ini menghasilkan lima kesepakatan yang secara garis besar membahas mengenai penarikan militer, bantuan kemanusiaan, dan dialog damai dengan junta militer.
Yang menarik dari pertemuan ini, Jenderal Min Aung Hlaing diundang menghadiri KTT ASEAN sebagai delegasi Myanmar. Hlaing sendiri merupakan orang yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan krisis kemanusiaan di Myanmar.
Pertemuan ini dianggap baik bagi para pemimpin negara yang menghadiri KTT. Mereka menilai bahwa hal ini merupakan suatu kemajuan karena Hlaing tidak menolak hasil konsensus KTT.
Namun, banyak pihak menilai KTT tidak membuahkan hasil yang signifikan karena pernyataan harus diikuti dengan aksi dari junta militer. Banyak yang skeptis bahwa junta militer mengadopsi hasil dari KTT mengingat historis kepemimpinan junta militer di masa lalu beserta aksi pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. Pemberian sanksi berupa sanksi ekonomi dinilai solusi yang lebih tepat untuk menekan junta militer.
Tidak efektifnya hasil dari KTT juga berangkat dari prinsip non-intervention ASEAN. Prinsip ini menjelaskan bahwa setiap negara anggota ASEAN tidak boleh mengintervensi urusan domestik negara masing-masing.
Berangkat dari prinsip ini, kekuatan KTT hanya berkutat kepada pernyataan para pemimpin negara. Ini mengakibatkan tren negara ASEAN yang cenderung berselimut di balik prinsip non-intervention.
Berbagai pihak internasional mengecam ASEAN yang mengundang Hlaing. Human Right Watch (HRW) mengatakan ASEAN tidak seharusnya menerima kehadiran Hlaing di KTT. Selain itu, masyarakat Myanmar memandang kehadiran Hlaing merupakan sikap ASEAN yang mengakui kekuasaan junta militer di Myanmar.
Baca Juga: Myanmar di Ambang Failed States?
Banyak yang berpendapat jika ASEAN ingin menyelesaikan masalah Myanmar, sebaiknya ASEAN mendengarkan pendapat dari masyarakat sipil. Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk oleh orang-orang dari pemerintahan Suu Kyi, dinilai berbagai pihak yang lebih tepat menjadi delegasi Myanmar.
Hal ini tentu menjadi pertanyaan tersendiri, mengapa ASEAN memilih untuk mengundang pemimpin junta militer daripada perwakilan dari pemerintahan Suu Kyi atau masyarakat sipil? Apakah ada faktor yang mempengaruhi keputusan ASEAN untuk bertindak demikian?
Kepentingan Tiongkok?
Meski banyak yang menentang Hlaing, setidaknya ada beberapa negara yang memiliki posisi berbeda, salah satunya adalah Tiongkok. Tiongkok sendiri bukan bagian dari ASEAN. Walaupun begitu, Tiongkok merupakan bagian dari ASEAN Plus Three yang terdiri dari Jepang dan Korea Selatan.
Dalam menanggapi pertemuan ASEAN, Tiongkok berharap bahwa ASEAN dapat memberikan solusi “soft landing” untuk situasi Myanmar. Tiongkok menentang solusi dari PBB yang mengusung ide sanksi ekonomi untuk menekan junta militer.
Tiongkok berpendapat intervensi dan tekanan eksesif tidak akan memberikan solusi terbaik bagi Myanmar. Dengan kepemimpinan junta militer, ada kemungkinan Myanmar menjadi isolanis seperti dahulu.
Tiongkok mulai bertindak bersahabat dengan junta militer. Tiongkok berpendapat bahwa kejadian di Myanmar hanya bentuk perombakan kabinet.
Tiongkok tentu memiliki kepentingan di regional Asia Tenggara, khususnya Myanmar. Sebagai negara tetangga Myanmar, Tiongkok menyebarkan pengaruhnya dengan berbagai proyek infrastruktur di Myanmar, seperti Belt and Road Initiative (BRI).
Berdasarkan tulisan Soren Schlovin yang berjudul Geopolitics An Overview of Concepts and Empirical Ecamples from International Relations, dijelaskan bahwa geografi merupakan hal yang relevan terhadap terjadinya fenomena internasional antar negara.
Schlovin mengutip pemikiran Michael Klare bahwa kondisi geografis merupakan kekuatan suatu negara, sehingga geopolitik merupakan strategi yang digunakan suatu negara yang menggunakan kondisi geografis negara itu sendiri.
Berangkat dari tulisan Schlovin, BRI menggunakan konsep geopolitik untuk memperluas pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. BRI merupakan strategi global Tiongkok yang menggunakan pembangunan infrastruktur, seperti jalan, kereta api dan pelabuhan sebagai rute perdagangan. BRI akan menjadi koridor Tiongkok terhadap ekonomi global yang tersebar di Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, Eropa Tengah dan Eropa Timur.
Tindakan Tiongkok yang “membela” junta militer sebagai pihak yang berkuasa di Myanmar bisa jadi manuver untuk mengamankan aset infrastruktur dan BRI di Myanmar. Ini merupakan strategi geopolitik.
Secara geografis, Myanmar merupakan negara yang berada di bawah Tiongkok. Kedua negara berbagi wilayah perbatasan sebesar 2.227 kilometer. Dengan strategi geopolitik, kedua negara lebih mudah melakukan lobi ekonomi dan politik daripada negara super power lainnya, seperti Amerika Serikat.
Jika dilihat dari peta, Tiongkok harus melewati Myanmar sebagai jalan pintas menuju Samudera Hindia, sehingga dibangunlah BRI di Myanmar. Pemberontakan dan instabilitas sosial dapat mengancam aset dan investasi Tiongkok di Myanmar.
Baca Juga: Ada Tiongkok di Drama Myanmar?
Kehadiran Tiongkok juga menguntungkan junta militer. Tiongkok merupakan negara supplier terbesar Myanmar untuk peralatan militer, seperti kendaraan tentara dan pesawat.
Kedua negara bisa saling menguntungkan mengingat adanya ketergantungan ekonomi dan persediaan militer Myanmar dengan Tiongkok. Sedangkan Tiongkok ada kepentingan mengamankan proyek infrastrukturnya, seperti BRI agar bisa mencapai perairan Hindia untuk lintas perdagangan.
Bisa saja ASEAN meniru Tiongkok untuk beradaptasi dengan kondisi Myanmar saat ini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa ASEAN mengundang Jenderal Hlaing sebagai pemilik kekuasaan Myanmar saat ini untuk hadir di KTT sebagai delegasi Myanmar.
Hal ini dapat terlihat dari lima poin hasil konsensus KTT yang diangap tidak menggambarkan keinginan masyarakat Myanmar. Poin konsensus KTT tidak menyinggung perihal kudeta itu sendiri yang menjadi awal permasalahan krisis di Myanmar. Tentu ini menjadi keinginan utama masyarakat Myanmar untuk mengembalikan kepemimpinan Aung San Suu Kyi yang dianggap sebagai pemimpin hasil dari proses demokrasi pemilu.
Konteks pada KTT ASEAN sendiri merupakan pertemuan antar pemimpin negara ASEAN. Walaupun negara ASEAN secara terbuka menentang junta militer, tetapi menunjuk Hlaing, bukannya NUG, sebagai representasi Myanmar secara tidak langsung juga memberikan legitimasi kekuasaan kepada junta militer.
Pengaruh Tiongkok Menguat
Selain itu, Tiongkok memang punya pengaruh yang kuat di ASEAN yang juga dapat mempengaruhi KTT ASEAN. ASEAN sendiri memiliki kepentingan pada BRI karena mendukung konektivitas antar negara dan bisa memberikan keuntungan ekonomi. Dominasi Tiongkok di ASEAN dapat mempengaruhi posisi ASEAN dalam melihat isu Myanmar dan berimplikasi pada keputusan ASEAN mengundang Hlaing sebagai delegasi Myanmar.
Tulisan Yen Nee Lee yang berjudul China’s influence in Southeast Asia is growing-and the U.S. has some cathing up to do menjelaskan pada zaman pemerintahan Donald Trump, pengaruh Amerika Serikat menurun di regional Asia Tenggara karena Amerika tidak berbuat hal signifikan untuk memperluas pengaruhnya.
Salah satu faktornya adalah keluarnya Amerika dari Trans Pacific Partnership, pakta perdagangan yang mencakup negara Asia Tenggara.
Tulisan Lee didukung oleh tulisan Jonathan Stomseth yang berjudul The Testing Ground: China’s Rising Influence in Southeast Asia and Regional Responses yang menjelaskan dominasi Tiongkok di ASEAN melalui pendekatan geopolitik.
Dominasi Tiongkok terlihat pada penggunaan hard power melalui program infrastruksur di bawah BRI. Secara keamanan, Tiongkok juga mendorong pengakuan nine dash lines di Laut China Selatan. Selain menggunakan hard power, Tiongkok juga menggunakan pendekatan soft power melalui program pendidikan dan pembiayaan badan riset di negara-negara ASEAN.
Hlaing diundang Indonesia?
Indonesia merupakan negara pertama yang menginisiasi pertemuan antar pemimpin negara ASEAN untuk membahas isu Myanmar. Indonesia juga dianggap sebagai pihak yang mengundang Jenderal Hlaing ke KTT ASEAN agar turut terlibat dalam diskusi konflik di Myanmar.
Hal ini bisa dikaitkan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ke Myanmar dan bertemu dengan junta militer. Kunjungan Indonesia sendiri ke Myanmar tidak diketahui oleh masyarakat Myanmar sehingga menimbulkan sentimen bahwa Indonesia secara rahasia mendukung junta militer.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri KTT ASEAN sebagai delegasi Indonesia dan meminta agar junta militer menghentikan kekerasan militer di Myanmar. Sebagai negara yang menginisasi forum diskusi, KTT ASEAN dapat menjadi legasi Jokowi.
Baca Juga: Arti Kudeta Myanmar Bagi Jokowi
Argumen ini sejalan dengan tulisan Johanes Nugroho yang berjudul Indonesia gambles on spesial ASEAN summit on Myanmar. Nugroho mengatakan ini dapat menjadi legasi yang baik ataupun buruk untuk Jokowi yang bergantung pada efektivitas dari KTT dalam menyelesaikan konflik di Myanmar.
Jika dilihat dari konteks sejarah, Indonesia memang memiliki hubungan yang spesial dengan Tatmadaw, angkatan bersenjata Myanmar. Tatmadaw sempat berguru dengan Indonesia dan mempelajari konsep dwifungsi militer pada tahun 1993. Dwifungsi militer pada pemerintahan Order Baru menginspirasi Tatmadaw untuk mengaplikasikan konsep tersebut di Myanmar.
Pada kesimpulannya, ASEAN yang mengundang Jenderal Hlaing menjadi kerancuan tersendiri. Bisa jadi keputusan ASEAN dipengaruhi oleh dominasi Tiongkok yang memiliki kepentingan keamanan proyek BRI di Myanmar. Selain itu, Indonesia yang mengundang Jenderal Hlaing memiliki kedekatan tersendiri dengan junta militer di masa lalu. (R66)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.