Site icon PinterPolitik.com

Menerawang Strategi Jokowi di Balik Gibran-Kaesang

Mampukah Estafet Politik Jokowi Berlanjut?

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama keluarga. (Foto: Setpres)

Bergabungnya anak bungsu Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, dalam dunia politik semakin membuat arah sinyal dukungan politik Jokowi samar-samar, karena di saat yang sama sinyal dukungan Jokowi juga kerap diidentikkan dengan manuver politik anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Mungkinkah ada strategi politik terselubung di baliknya? 


PinterPolitik.com 

Filsuf sekaligus strategis Tiongkok kuno, Sun Tzu, dalam tulisannya The Art of War, pernah mengatakan: 

“Semua peperangan didasarkan pada penipuan. Ketika kita mampu menyerang, kita harus terlihat tidak mampu; saat melakukan pergerakan, kita harus terlihat tidak aktif; ketika kita dekat, kita harus membuat musuh percaya bahwa kita jauh; ketika jauh, kita harus membuat musuh percaya kita sudah dekat.” 

Sederhananya, kata-kata bijak dari Sun Tzu di atas mengajarkan pada kita untuk selalu bersikap tidak mudah ditebak ketika kita berada dalam peperangan. Namun, ajaran penting tersebut tentunya tidak hanya bisa diaplikasikan untuk konteks peperangan saja, tetapi juga kepada hal-hal lain yang memiliki sifat kompetisi tinggi. Contohnya tentu adalah politik.  

Dan kalau kita melihat dinamika politik terbaru, sepertinya strategi Sun Tzu di atas sedang diterapkan juga oleh politisi top di Indonesia, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).  

Contoh kuatnya bisa kita lihat di kasus anak bungsunya, Kaesang Pangarep, yang pada tanggal 12 Oktober 2023, bertemu dengan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Respons publik yang otomatis muncul setelah pertemuan itu adalah pertanyaan tentang apakah ini merupakan sinyal dari Kaesang untuk memberikan dukungan kepada Prabowo sebagai calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024). Dan kalau memang iya, apakah itu juga berarti ayahnya, Jokowi, sudah pasti ikut mendukung Prabowo? 

Yang menarik, pertanyaan semacam ini sebelumnya hanya berlaku bagi anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Dalam beberapa bulan terakhir, banyak yang melihat aktivitas politik Gibran sejalan dengan sikap politik Jokowi. Jika Gibran bertemu Prabowo, maka dapat dianggap bahwa Jokowi mendukung Prabowo; jika Gibran bertemu petinggi PDIP, maka dapat dianggap bahwa Jokowi mendukung Ganjar. 

Oleh karena itu, penting untuk kita pertanyakan. Apakah Jokowi sebenarnya sedang menjalankan strategi politik yang tidak mudah ditebak melalui sikap politik Gibran dan Kaesang? 

Jokowi dan Strategi Fog of War 

Untuk kalian para pecinta video game genre strategi seperti Age of Empires, tentunya kalian menyadari bahwa setiap kita memulai permainan, peta permainan yang ada di pojok monitor kita terlihat gelap. 

Kalau secara teknis permainan, alasan gelapnya peta kita di awal permainan adalah untuk unsur keadilan antar pemain, dan sekadar for the sake of competition. Sementara, kalau dikaitkan dengan keadaan dunia nyata, hal itu merepresentasikan situasi dalam medan pertempuran, di mana selalu ada keterbatasan pandangan akibat ada objek-objek alami seperti hutan atau gunung. Sebagai informasi singkat, hal tersebut populernya dinamakan sebagai fog of war.  

Menariknya, di dalam dunia nyata, para pasukan perang diketahui kerap memanipulasi fenomena fog of war ini. Carl von Clausewitz dalam bukunya On War, menjelaskan bagaimana kondisi peperangan dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diprediksi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cuaca, tanah yang tidak merata, dan keterbatasan pandangan.  

Karena hal-hal tersebut sangat bisa mempengaruhi hasil akhir pertempuran, Clausewitz mencatat bahwa seorang jenderal perang bisa mendapatkan keunggulan yang besar bila ia bisa memanfaatkan ketidakpastian medan perang akibat fog of war ini. Jika jenderal tersebut bisa menutup intensi sebenarnya di balik minimnya informasi di medan perang, maka kesempatan menangnya bisa meningkat pesat. 

Nah, menariknya, kalau kita kembali kepada pembahasan soal Gibran dan Kaesang, bisa kita asumsikan bahwa sepertinya Jokowi pun sebenarnya sudah cukup cantik menerapkan strategi manipulasi fog of war. Bergabungnya Kaesang dalam politik, dan juga pertemuannya dengan Prabowo, telah menjadi bukti bahwa kini sinyal dukungan politik Jokowi bisa berangkat dari dua saluran. Pertama adalah melalui Kaesang, dan kedua adalah melalui Gibran, yang sudah satu tahun lebih sudah terlebih dahulu menjadi semacam “proksi” sinyal dukungan politik Jokowi. 

Bagi para partai politik (parpol), hal ini menjadi tantangan baru yang mungkin cukup rumit karena mereka tidak akan merasa pasti bila hanya salah satu anak Jokowi yang memberikan dukungan kepada “jagoan” mereka. Dan, bagi orang-orang yang ingin menyalahkan Jokowi, well, fog of war yang diciptakannya mampu melindunginya dari tuduhan-tuduhan terkait dukungan pada salah satu bacapres. 

Menarik kemudian untuk kita renungkan, akan seperti apa dinamikan politik ke depannya setelah Kaesang dan Gibran menjadi fog of war dukungan politik Jokowi? 

Jokowi dan Kejeniusan Politiknya? 

Diplomat Singapura ternama, Kishore Mahbubani beberapa waktu silam sempat membuat heboh Indonesia karena membuat sebuah artikel The Genius of Jokowi. Di dalam artikel tersebut, Mahbubani mengagumi bagaimana Jokowi bisa membuat hampir seluruh fraksi parlemen berkoalisi dengannya. 

Kalau kita berkaca pada dugaan fog of war Kaesang dan Gibran, mungkin predikat “jenius politik” yang diberikan Mahbubani itu masih sangat berlaku untuk Jokowi. 

Bila memang asumsi yang disampaikan di atas benar, secara otomatis dalam beberapa bulan ke depan para parpol akan semakin berebut perhatian para anak Jokowi. Yang tadinya mungkin hanya Gibran yang didekati, sekarang, untuk merasa pasti akibat fog of war yang tercipta, mereka juga perlu melakukan beberapa pendekatan pada Kaesang, apalagi Kaesang kini berstatus sebagai Ketum sebuah parpol (PSI).  

Ini artinya, untuk mendapatkan dukungan politik Jokowi, parpol-parpol perlu melakukan usaha dua kali lipat. Bisa kita asumsikan pula tawaran-tawaran politik yang akan diterima Jokowi melalui para anak-anaknya mungkin akan menjadi lebih beragam dan menarik. Selain itu, dengan adanya dua saluran dukungan politik yang bisa diambilnya, Jokowi akan sangat merasa aman untuk memutuskan bacapres mana yang akhirnya akan ia dukung pada Pilpres 2024. 

Well, bagaimanapun perkembangannya, dengan bergabungnya Kaesang dalam pusaran dinamika politik Indonesia menuju Pilpres 2024, berita-berita politik Indonesia ke depannya akan semakin dipenuhi dengan desas-desus kabar arah mata angin sinyal dukungan politik Jokowi. Tentu menarik untuk kita tunggu dan simak perkembangannya. (D74) 

Exit mobile version