Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dinilai tak dapat memberikan informasi yang jelas terkait kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu dengan pejabat-pejabat eksekutif yang turut bersuara. Siapa juru bicara (jubir) Jokowi sebenarnya?
PinterPolitik.com
“But they wasn’t satisfied unless I picked the cotton myself” – Kanye West, penyanyi rap asal Amerika Serikat
Pemerintah Indonesia tampaknya tidak siap dalam menghadapi kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat – selanjutnya hanya disebut sebagai Papua. Pulau di ujung timur Indonesia ini bergejolak setelah berbagai insiden rasial terjadi di beberapa wilayah Jawa Timur.
Dalam menanggapi persoalan yang terjadi di Papua, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sedang memiliki pekerjaan besar lainnya, seperti rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Bahkan, fokus presiden yang begitu besar – begitu juga warganet – terhadap rencana pemindahan ibu kota sempat dianggap sebagai pengalihan isu atas apa yang terjadi di Papua.
Meski belum jelas apakah pemindahan ibu kota merupakan pengalihan isu atau bukan, publik tentunya perlu tahu atas apa yang terjadi di Papua, dari penyebabnya hingga proses peredaman kerusuhan oleh pemerintah. Sudah jadi tugas pemerintah untuk memberikan informasi yang jelas terhadap media dan masyarakat.
Namun, pemerintahan Jokowi tampaknya tidak dapat memberikan informasi yang seragam, misalnya saja mengenai bantuan negara lain dalam upaya meredam kerusuhan Papua yang sempat diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Moeldoko menyatakan bahwa Indonesia mendapatkan dukungan penuh dari Amerika Serikat (AS) dalam persoalan Papua. Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan bahwa pemerintah lebih memilih menyelesaikan persoalan domestik sendiri tanpa bantuan AS.
Ketidakpastian informasi dari pemerintahan Jokowi ini tentunya menimbulkan beberapa pertanyaan. Siapa sebenarnya juru bicara (jubir) Presiden Jokowi? Memangnya, seberapa pentingkah peran jubir kepresidenan?
Peran Juru Bicara
Jubir merupakan seseorang yang dipilih menjadi perwakilan atas orang lain. Dalam kasus presiden, jubir biasanya menjadi figur yang mewakili pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan informasi publik dan media.
Setidaknya, mengacu pada buku Woody Klein yang berjudul All the Presidents’ Spokesmen, jubir kepresidenan dapat didefinisikan sebagai individu yang bertugas untuk membantu dalam mempresentasikan presiden dan kebijakan-kebijakannya sekaligus citra presiden dengan cara terbaik melalui cara dan medium apapun yang diperlukan.
Richard E. Neustadt dalam sebuah buku kumpulan memo yang berjudul Preparing to be President menjelaskan bahwa jubir memiliki peran penting bagi presiden yang terpilih. Neustadt menilai bahwa presiden menghadapi risiko-risiko public relations (PR) sehingga memerlukan bantuan asisten yang mengurusi persoalan tersebut.
Di AS, peran ini diisi oleh pengisi jabatan press secretary. Neustadt menjelaskan bahwa sosok yang memegang jabatan tersebut perlu memadukan dua fungsi, yakni fungsi internal sebagai konsultan PR presiden dan fungsi eksternal sebagai jubir yang menjembatani presiden dengan media sekaligus pengatur utama bagi aspek-aspek PR seperti pidato dan pernyataan.
Tentu, untuk mewujudkan fungsi tersebut, jubir dinilai perlu memiliki kecakapan khusus. Dalam bukunya, Klein mencoba memberikan gambaran atas cara kerja jubir bagi presiden-presiden AS.
Dalam buku tersebut, David Gergen – penasihat bagi Presiden Bill Clinton – menjelaskan bahwa seorang jubir perlu menguasai seluruh materi. Oleh sebab itu, jubir dinilainya perlu memiliki akses ke banyak pertemuan dan sumber-sumber informasi lainnya agar dapat menentukan apa yang dikatakan dan bagaimana yang mengatakannya.
Selain Gergen, Klein juga menuliskan pendapat Tony Snow – jubir Presiden George W. Bush – dalam bukunya yang menjelaskan tentang kualifikasi yang diperlukan seorang jubir, yakni pemahaman akan politik nasional yang luas, loyalitas, dan memahami kebutuhan media.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apa presiden Indonesia juga memiliki jubir dengan fungsi serupa?
Jubir kepresidenan adalah individu yang bertugas untuk membantu dalam mempresentasikan presiden dan kebijakannya sekaligus citra presiden dengan cara terbaik melalui medium apapun yang diperlukan. Share on XPresiden-presiden Indonesia juga menggunakan jubir. Seperti di AS, jubir kepresidenan Indonesia juga bertugas memberikan informasi-informasi penting dari pemerintah kepada publik dan media.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) misalnya, memiliki jubir-jubir yang bertugas untuk memberikan sekaligus mengorek informasi. Julian Aldrin Pasha – Jubir Presiden SBY pada tahun 2009-2014 – misalnya, dinilai cakap dalam mengolah berbagai informasi yang diperolehnya.
Seperti apa yang Gergen jelaskan, jubir juga perlu mengumpulkan informasi dari berbagai tempat. Ketika memegang jabatan tersebut, Julian dianggap kerap mengumpulkan informasi dari berbagai pihak di Istana. Selain itu, sesuai kualifikasi versi Snow, pemahaman Julian terhadap dinamika politik nasional ebagai seorang akademisi politik dari Universitas Indonesia (UI) bisa dibilang cukup mendalam.
Lalu, bagaimana dengan jubir kepresidenan Jokowi? Siapa jubir Jokowi sebenarnya?
Jubir Jokowi
Sosok yang menjabat sebagai jubir kepresidenan Jokowi adalah Johan Budi Sapto Pribowo. Sebelum menjabat sebagai jubir, Johan memiliki karier yang cukup panjang di bidang jurnalis dan di lembaga anti-rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di KPK sendiri, Johan pernah mengisi fungsi yang hampir sama dengan jabatannya di Istana, yakni sebagai jubir KPK. Bukan tidak mungkin apabila pengalaman jubir tersebut turut membantu posisinya sebagai jubir Jokowi.
Meski begitu, bisa saja terdapat satu kualifikasi Snow yang tidak dipenuhi oleh Johan, yakni loyalitas. Pasalnya, mantan jubir KPK tersebut disinyalir membagi fokusnya sebagai calon legislatif dari PDIP dalam Pileg 2019 lalu. Bahkan, Johan sempat beberapa kali mengajukan pengunduran diri.
Beralihnya fokus Johan terhadap posisinya sebagai caleg bisa jadi membuat Istana kehilangan jubir yang dapat memahami kebutuhan pers akan informasi dari pemerintah. Akibatnya, media dan publik tidak lagi memiliki sumber informasi yang sentral dari Istana.
Tidak adanya sentralitas informasi dari pemerintahan Jokowi ini terlihat dalam isu kerusuhan Papua lalu. Banyak pihak dari pemerintahannya berbicara dan berkomentar atas isu ini, dari Moeldoko, Wiranto, hingga Ali Mochtar Ngabalin.
Moeldoko misalnya, banyak berkomentar mengenai isu kerusuhan Papua, dari bantuan dan dukungan AS hingga dugaan keterlibatan Benny Wenda. Meski sebenarnya tidak menduduki posisi jubir secara resmi, jenderal tersebut kerap bersuara mewakili Jokowi.
Sejak berada di pusaran Istana dan tim kampanye Pilpres 2019 lalu, Moeldoko kerap memberikan pernyataan atas kubu Jokowi-Ma’ruf Amin. Layaknya Julian bagi Presiden SBY, Moeldoko kerap terlihat menemani sang presiden dalam berbagai kegiatan dan acara.
Posisi Moeldoko bisa dibilang penting di pusaran Jokowi. Dengan latar belakang militer, jenderal tersebut dinilai berperan dalam menghubungkan kekuatan militer dengan posisi politik kepresidenan Jokowi.
Selain Moeldoko, Ngabalin disebut-sebut turut mengisi peran jubir bagi Jokowi meski memiliki posisi yang berbeda dengan Johan yang memegang jabatan Staf Khusus Komunikasi. Politisi Golkar yang kini menjabat sebagai Tenaga Ahli Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) tersebut pernah mengklaim bahwa dirinya akan menjadi jubir pemerintah ketika diangkat oleh Jokowi – meski akhirnya sempat dibantah oleh Moeldoko.
Walaupun posisi Ngabalin sebagai jubir belum jelas, sosok kelahiran Fakfak, Papua, itu kerap tampil terdepan dalam memberikan pernyataan atas nama pemerintahan Jokowi. Berbeda dengan posisinya sebagai pengkritik pemerintahan Jokowi di masa lalu, Ngabalin kini tampil terdepan sebagai “pelindung.”
Pasalnya, Ngabalin memang kerap menimpali berbagai kritik dari lawan politik Jokowi. Berbagai pihak pun menilai Ngabalin lebih memiliki peran sebagai “tameng” bagi presiden. Soal isu Papua misalnya, Ngabalin aktif menimpali kritik dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Namun, peran yang diisi oleh Ngabalin tersebut bisa saja menjadi bumerang bagi Jokowi. Sikap Ngabalin yang dianggap terlalu frontal dapat memperburuk citra Jokowi. Pasalnya, seperti yang sebelumnya dijelaskan dalam buku Klein, jubir juga menampilkan citra presiden.
Lantas, apabila Ngabalin berkemungkinan dapat memperburuk citra Jokowi, apa yang perlu sang presiden lakukan?
Presiden adalah Jubir?
Bila berbicara mengenai citra seseorang, identitas dari seseorang itu sendiri turut menentukan. Dalam arti lain, Presiden Jokowi perlu memainkan peran jubir atas dirinya sendiri.
Neustadt dalam buku lainnya yang berjudul Presidential Power menjelaskan bahwa kekuatan presiden merupakan kemampuan seorang presiden untuk melakukan persuasi terhadap orang-orang lain sehingga kekuatan tersebut sebenarnya terpusat dari diri presiden itu sendiri. Setidaknya, Neustadt memberikan tiga sumber kekuatan tersebut, seperti posisi tawar, reputasi, dan citra di publik.
Dalam hal reputasi, presiden perlu menunjukkan kemampuan dan kontrolnya atas pekerjaannya. Reputasi di sini berkaitan dengan ekspektasi dari pihak-pihak lain atas reaksi presiden dalam mengatasi permasalahan.
Dalam hal isu Papua misalnya, sikap yang jelas dari Presiden Jokowi dianggap perlu oleh beberapa pihak. Beberapa figur oposisi – seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon – dan sebagian warganet menilai sikap Jokowi atas kerusuhan Papua terlalu datar dan santai, serta mendesak presiden untuk segera berkunjung ke Papua.
Oleh sebab itu, sikap presiden sendiri dianggap penting dalam mengonsolidasikan kekuatannya. Neustadt menekankan bahwa konsolidasi akan kekuatan presiden hanya dapat dimainkan oleh presiden sendiri bukan pihak-pihak lain. Pengaruh personal presiden bergantung pada apa yang dikatakan dan dilakukan oleh presiden itu sendiri.
Pada akhirnya, peran sentral tersebut kembali ke tangan presiden sendiri. Bisa dibilang, dengan peran sentral tersebut, sudah seharusnya Jokowi bersikap atas sebagai jubir atas dirinya sendiri.
Mungkin, apa yang dirasakan oleh Jokowi mirip dengan lirik rapper Kanye West di awal tulisan. Masyarakat tidak akan merasa puas bila bukan presiden sendiri yang melaksanakan tugasnya. Lagi pula, berbeda dengan Kanye, presiden memang dipilih oleh rakyat, entah dari daerah mana pun, termasuk dari Papua. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.