HomeNalar PolitikMembaca Siasat Jokowi Pamer Alutsista

Membaca Siasat Jokowi Pamer Alutsista

Berbeda dari sebelum-sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk memamerkan sejumlah alat utama sistem pertahanan (alutsista) di depan dan sekitar Istana Merdeka, Jakarta, dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-76 pada tahun 2021. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Di suatu pagi, saya teringat dengan salah satu kisah masa lalu yang pernah dibagikan oleh ibu saya perihal kelakuan saya ketika masih berusia belia. Kebiasaan ini, kata ibuku, adalah kebiasaan suka memamerkan mainan-mainan baruku.

Kala itu, rumah kami sedang menerima tamu. Tamu ini merupakan sanak saudara yang tidaklah jauh jaraknya. Seingatku, mereka adalah paman dan bibiku.

Setelah menyalami mereka, aku pun kembali masuk ke kamar tidurku. Tanpa sepengetahuan ibuku yang sedang berbincang-bincang dengan para tamu, aku pun mengambil mainan-mainanku dan langsung membawanya ke ruang tamu.

Paman dan bibiku pun hanya tertawa melihat kelakuanku yang tiba-tiba memperagakan mainan-mainan baruku di depan mereka. “Mungkin, dia ingin mengajak kita bermain,” seru pamanku.

Mungkin, kebiasaan pamer ini juga mulai terlihat pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-76 yang dirayakan setiap 5 Oktober tersebut. Bagaimana tidak? Presiden Jokowi memutuskan untuk memamerkan sejumlah alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI di depan dan sekitar Istana Merdeka, Jakarta.

Mulai dari belasan rudal mistral, dua unit Rantis Bushmaster, hingga delapan unit Panser Anoa, pun ditampilkan berjejer-jejer di depan Istana. Terlepas dari apa saja alutsista yang ditampilkan, pemandangan ini sebenarnya merupakan pemandangan baru.

Baca Juga: Gemuk Anggaran, Sulit Peremajaan Alutsista?

Jokowi Pamer Senjata di Istana

Pasalnya, bila diamati pada peringatan HUT TNI di tahun-tahun sebelumnya, Istana tidak menjadi pilihan bagi Presiden Jokowi. Pada HUT TNI ke-74 yang diperingati pada tahun 2019 silam, misalnya, lokasi yang dipilih adalah Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Selain Lanud tersebut, beberapa lokasi yang dijadikan sebagai tempat upacara peringatan adalah Markas Besar (Mabes) TNI – pada tahun 2016 dan 2018 – yang berlokasi di Cilangkap, Jakarta Timur, dan Dermaga Indah Kiat di Cilegon, Banten – pada tahun 2015 dan 2017.

Meski Jokowi menyebutkan bahwa pameran alutsista ini merupakan bagian dari transparansi atas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), perubahan lokasi ini bukan tidak mungkin menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Mengapa kini Jokowi memilih untuk memperingati HUT TNI ke-76 di Istana Merdeka, Jakarta? Mungikinkah ada siasat tertentu di balik keputusan ini?

Menyoal Military Spectacle

Upaya untuk menunjukkan kemampuan militer seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang unik. Hampir semua pemimpin di berbagai negara juga melakukan hal yang sama.

Korea Utara (Korut), misalnya, menjadi salah satu negara yang menggunakan military spectacle (pertunjukkan militer) sebagai salah satu elemen penting dalam politik luar negerinya. Baru-baru ini, Pemimpin Korut Kim Jong-un pun kembali menjalankan parade militer dengan menunjukkan berbagai alutsista yang dimilikinya.

Banyak negara biasanya akan berhati-hati atas alutsista yang dipertontonkan oleh Kim. Apa yang dilakukan oleh Korut ini dinilai memiliki tujuan untuk memberikan efek deterrence kepada Amerika Serikat (AS) dan komunitas internasional untuk berhati-hati bila mau memberikan sanksi kepada negara tersebut.

Baca juga :  The Ultimate Java War

Apalagi, sejumlah negara sekutu AS – seperti Jepang dan Korea Selatan (Korsel) – jelas-jelas berada dalam radius di mana Korut bisa saja setiap saat menembakkan rudal nuklir mereka. Namun, apakah hanya itu tujuan utama dari sebuah military spectacle?

Tampaknya, Kim ternyata memiliki tujuan lain, yakni untuk memperkuat dukungan padanya di tingkat domestik. Biasanya, upaya pertunjukan militer seperti ini dilakukan oleh pemerintah Korut kala saat-saat sulit melanda negara mereka sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik.

Mungkin, tujuan yang mirip juga dilakukan oleh negara lain, yakni Presiden Xi Jinping di Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Pada peringatan HUT Partai Komunis Tiongkok (PKT) ke-100 beberapa bulan lalu, Xi juga mengadakan parade besar-besaran yang dinilai juga menjadi upaya negara tersebut untuk memperkuat rasa nasionalisme dan dukungan dalam negeri terhadap ancaman-ancaman yang menghantui negara tersebut – mengingat Presiden AS Joe Biden mulai mengerahkan negara-negara sekutunya untuk menghalau ambisi Xi.

Baca Juga: Indonesia (Tidak) Mungkin Punya Senjata Nuklir?

Apa yang dilakukan oleh Xi dan Kim ini sebenarnya menunjukkan bahwa upaya pertunjukan atau pamer militer seperti ini memiliki dua layer fungsi dan tujuan. Military spectacle bisa memperkuat dukungan di ranah politik domestik sekaligus memberi sinyal akan kekuatan sebuah negara terhadap komunitas internasional.

Bila demikian, lantas, apakah military spectacle yang dilakukan Presiden Jokowi di peringatan HUT TNI ke-76 juga memiliki dua layer tujuan yang sama? Sinyal apa yang ingin diberikan oleh Jokowi melalui pemindahan military spectacle dari tempat perayaan HUT TNI biasanya ke Istana?

Boleh jadi, seperti Xi dan Kim, Presiden Jokowi juga ingin memberikan sinyal yang serupa, yakni untuk memperkuat dukungan secara domestik sekaligus untuk memberikan sinyal akan kekuatan militer Indonesia. Apalagi, situasi keamanan di kawasan Indo-Pasifik – di mana Indonesia terletak di tengah-tengah – semakin memanas dengan persaingan geopolitik antara AS dan Tiongkok.

Namun, benarkah demikian? Bila diamati kembali, banyak alutsista yang ditampilkan oleh Jokowi adalah kendaraan pembawa personel (armored personnel carrier atau APC) seperti Panser Anoa dan Turangga, serta sistem peluncur roket seperti ASTROS yang diproduksi oleh Brasil.

Bila dibandingkan dengan military spectacle Tiongkok kala memperingati 100 Tahun PKT, misalnya, teknologi alutsista Indonesia bisa dibilang masih tertinggal. Pasalnya, Tiongkok disebut telah memberi sinyal bahwa negara tersebut telah memproduksi jet tempur siluman J-20 – salah satu jenis pesawat tempur yang tengah disiapkan dan diproduksi Tiongkok sejak tahun 2009 untuk menandingi teknologi F-22 dan F-35 milik Lockheed dari AS.

Di sisi lain, Tiongkok kala itu memamerkan 71 jet tempur dalam military spectacle. Sementara, Indonesia hanya menampilkan delapan jet tempur yang terdiri dari sejumlah jenis yang teknologinya dikembangkan pada tahun 1970-an, seperti F-16 Fighting Falcon.

Bila diamati dari disparitas teknologi alutsistanya, bukan tidak mungkin, military spectacle ala Jokowi ini tidak cukup memberikan pesan kuat kepada negara-negara besar lainnya, khususnya Tiongkok yang kini disebut-sebut berada di halaman depan Indonesia seperti Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan (LCS).

Lantas, jika kemampuan alutsista yang ditampilkan tidak terlalu signifikan di hadapan komunitas internasional, apa tujuan utama dari military spectacle ala Jokowi ini? Mengapa tiba-tiba Jokowi memilih Istana sebagai lokasi spectacle tersebut – berbeda dari tahun-tahun sebelumnya?

Baca juga :  Gibran Wants to Break Free?

‘Pusaka’ di Genggaman Jokowi?

Mungkin, military spectacle yang dilakukan Jokowi ini lebih mirip dengan upaya yang dilakukan oleh Presiden Brasil Jair Bolsonaro pada Agustus 2021 lalu. Pasalnya, ketika mulai kehilangan kepercayaan publik, Bolsonaro pun melakukan military spectacle di sekitar gedung kepresidenannya – yang mana akhirnya dinilai banyak pihak menjadi upaya presiden Brasil tersebut untuk menunjukkan pengaruh politiknya.

Baca Juga: Drama TNI dan Ancaman AS-Tiongkok

Kursi Panglima Rasa Capres

Bila benar apa yang dilakukan Jokowi kali ini mirip dengan pengalaman Bolsonaro, bukan tidak mungkin ini sejalan dengan budaya politik yang selama ini dinilai melekat pada mantan Wali Kota Solo tersebut, yakni budaya politik Jawa.

Meminjam konsep kekuatan (power) ala Jawa yang dijelaskan oleh Benedict Anderson dalam bukunya yang berjudul Language and Power, pemimpin-pemimpin Jawa akan selalu berusaha mengumpulkan kekuatan. Bagaimana caranya? Jawabannya adalah dengan melakukan pemusatan kekuatan.

Anderson pun mencontohkannya dengan apa yang dilakukan Soekarno ketika mencetuskan istilah Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) untuk mengumpulkan tiga kelompok politik paling berpengaruh di Indonesia kala itu ke pangkuannya.

Selain melakukan pemusatan kekuatan antar-kelompok seperti ini, Anderson juga menjelaskan bahwa pemimpin Jawa akan melakukan pengumpulan pusaka-pusaka agar sang pemimpin dapat mengakumulasi kekuatan lebih besarnya. Biasanya, pemimpin Jawa seperti ini akan mengumpulkan ‘pusaka-pusakanya’ di sekitar dirinya, yakni di istana tempat sang pemimpin berkuasa.

Bukan tidak mungkin, upaya pengumpulan ‘pusaka’ seperti inilah yang mendasari alasan Jokowi untuk melakukan military spectacle di Istana Merdeka, Jakarta. Boleh jadi, dengan melakukan military spectacle seperti ini, Jokowi secara tidak langsung memberikan sinyal bahwa ‘pusaka-pusaka’ TNI kini berada di genggamannya.

Apalagi, sejak September 2021 lalu, perdebatan dan pembahasan soal siapa yang akan menduduki kursi Panglima TNI setelah Marsekal Hadi Tjahjanto pensiun semakin memanas – khususnya di antara dua calon seperti Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono.

Rencana pemilihan Panglima TNI baru ini menjadi semakin politis ketika banyak pihak mulai mendorong Jokowi untuk memilih Yudo yang berasal dari matra yang tidak sedominan matra AD yang dipimpin Andika. Di sisi lain, ada juga beberapa pihak seperti PDIP yang cenderung lebih mendukung Andika.

Pada intinya, military spectacle seperti ini bukan tidak mungkin membuat Jokowi tampak lebih kuat dengan alutsista yang berjejer-jejer di sekitar Istana. Seperti anak-anak yang suka memamerkan mainan-mainan barunya, bisa jadi Jokowi ingin menunjukkan bahwa dirinya punya pengaruh penting di antara kelompok-kelompok politik yang dihadapinya.

Menarik untuk diamati kelanjutan politik di balik pemilihan Panglima TNI baru ini. Kelompok manakah yang akhirnya akan dianggap Jokowi sebagai pilihan yang tepat? Mungkin, hanya sang presiden yang bisa memberikan jawaban pasti. (A43)

Baca Juga: Andika Batal Jadi Panglima?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?