HomeNalar PolitikMelawan Ancaman Ideologi Bangsa

Melawan Ancaman Ideologi Bangsa

PinterPolitik.com

Presiden Joko Widodo telah menetapkan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni sebagai hari libur nasional. Tahun ini merupakan tanggal merah pertama peringatan Hari Lahir Pancasila. Penetapan tersebut diinformasikan setelah Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden No 24/2016.


 

“Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah. Dengan bismillah, melalui Keppres, tanggal 1 Juni ditetapkan diliburkan dan diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila,” kata Jokowi dalam peringatan Pidato Bung Karno di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/6/2016).

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan seruan mengenai Pancasila, yaitu dalam video pendek yang diunggah Senin (29/5). Ia mengatakan, Pancasila merupakan perekat keutuhan bangsa Indonesia. Pancasila adalah jiwa dan raga bangsa Indonesia, dan ditutup dengan kalimat “Saya Jokowi, saya Indonesia, saya Pancasila.” Seruan ini, langsung menjadi viral Kamis (1/6) kemarin. Di mana banyak netizen yang mengganti foto profil akunnya dengan pernyataan yang sama.

Belakangan ini situasi nasional memang tengah memanas, bahkan nyaris mengancam keutuhan bangsa. Terutama gesekan-gesekan yang berkaitan dengan isu SARA yang begitu mencuat di masyarakat, sejak penyelenggaraan Pilkada DKI. Seolah seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurusi demo yang terpicu dari kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Bagi Jokowi, percikan kebencian yang timbul bukanlah hal yang sepele. Sebab, Pancasila sudah menjadi ideologi dasar bangsa, dan NKRI adalah harga mati. Ia mencurigai adanya pihak yang mencoba merongrong dan menunggangi naiknya suhu politik saat ini. Pihak-pihak itu, lanjutnya, ingin mencoba mengganti haluan dan pondasi bangsa Indonesia.

Memperingati hari kelahiran Pancasila kemarin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno juga telah menginstruksikan dilakukannya upacara pengibaran bendera di seluruh penjuru Indonesia. Ia berharap, upacara pengibaran bendera dapat mengembalikan keteguhan komitmen seluruh rakyat Indonesia terhadap empat pilar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Memaknai Hari Lahir Pancasila

Walau kapan tepatnya hari lahir Pancasila masih sering diperdebatkan publik, namun sejarah mencatat, Pancasila tidak serta merta ada bersamaan dengan kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1945. Lahirnya Pancasila membutuhkan proses yang cukup panjang, namun dilandasi perjuangan bangsa serta berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri.

‘Lahirnya Pancasila’ sebenarnya sebutan yang diberikan oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat, untuk pidato yang disampaikan oleh Presiden Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Dalam pidato inilah, konsep dan rumusan awal Pancasila pertama kali dikemukakan Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Baca juga :  Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Soekarno mencetuskan dasar-dasar kebangsaan, internasionalisme, kesejahteraan, ketuhanaan, dan mufakat sebagai dasar negara. Pancasila sendiri diberikan oleh Bung Karno dari kata ‘panca’ yang berarti lima, dan ‘sila’ yang merupakan dasar atau azas.

Usulan ini mendapat tanggapan serius, sehingga menyebabkan lahirnya ‘Panitia Sembilan’ yang beranggotakan: Soekarno, Mohammad Hatta, Marami Abikoesno, Abdul Kahar, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, dan Wahid Hasjim. Panitia ini bertugas untuk merumuskan ulang Pancasila yang telah dicetuskan Soekarno dalam pidatonya.

Rumusan dasar negara ini, kemudian juga tertulis dalam Piagam Jakarta. Namun sebelum disahkan, sila pertama yang awalnya berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang mengenai penggantian kata di sila pertama tersebut, pada 18 Agustus 1945, Pancasila akhirnya disahkan menjadi dasar negara yang mengikat.

Dalam sejarahnya, rumusan Pancasila ada tiga, yaitu konsep Ir. Soekarno yang dibacakan dalam pidatonya 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Kemudian ada pula Pancasila yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan tercantum dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan terakhir, rumusan Pancasila di Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Perubahan rumusan teks Pancasila ini, harus dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah negara.

Hilangnya nilai-nilai Pancasila

Melawan Ancaman Ideologi Bangsa

Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai Pancasila pun terkikis secara perlahan. Semangat kesatuan dan persatuan bangsa pun perlahan pudar. Hal tersebut dikarenakan telah tergesernya nilai Pancasila oleh nilai-nilai dan pola pikir kebaratan yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Akibat dari pergeseran ini, maka terjadilah krisis moral yang terjadi pada bangsa Indonesia di berbagai lapisan masyarakat.

Faktor lain yang melunturkan nilai-nilai pancasila di masyarakat, adalah karena kurang efektifnya pembinaan moral yang terjadi di masyarakat. Sebelum memasuki era reformasi, dahulu di sekolah wajib mempelajari pelajaran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4). Pedoman ini berisi panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru dahulu. Beberapa nilai Pancasila yang hilang lainnya, adalah:

Tenggang Rasa. Rasa saling menghargai dan menghormati orang lain, kini sudah sulit kita temukan di masyarakat. Contoh yang terlihat jelas, yaitu dalam kehidupan beragama. Saat ini, perbedaan agama bukan lagi keberagaman yang indah, akan tetapi menjadi pemicu permusuhan.

Musyawarah Mufakat. Dalam Pancasila sila ke empat tercantum “Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.” Sebagai warga Indonesia yang baik, wajib untuk menyelesaikan masalah yang sulit dengan cara musyawarah dan mufakat. Tetapi pada kenyataannya, musyawarah mufakat sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat lebih suka beradu otot ketimbang musyawarah.

Baca juga :  Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Mendahulukan Kepentingan Umum. Semua orang pasti membutuhkan sesuatu di dunia ini, namun kadang kebutuhan atau kepentingan tersebut bertabrakan dengan kepentingan lainnya, baik itu kepentingan pribadi orang lain atau pun kepentingan umum. Pancasila mengajarkan untuk mendahulukan kepentingan umum, dibanding kepentingan pribadi.

Namun sekarang ini, masyarakat lebih suka mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Meningkatnya kasus korupsi di  Indonesia merupakan bukti nyata semakin tidak pedulinya para pejabat maupun pengusaha dengan pemahaman mendahulukan kepentingan umum tersebut.

Mengembalikan Nilai Pancasila Dalam Kehidupan

Nilai–nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan suatu cerminan dari kehidupan masyarakat Indonesia dan secara tetap telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus mampu menjaga nilai – nilai tersebut.

Masyarakat Indonesia harus menyadari kembali tentang ideologi bangsanya. Di mana kesatuan gagasan-gagasan dasar disusun secara sistematis dan menyeluruh untuk mengatur manusia dan kehidupannya. Karena, jika suatu bangsa kehilangan ciri khasnya maka berdampak melemahnya keadaan bangsa tersebut dalam berbagai bidang. Sehingga  dapat dengan mudah bangsa itu dihancurkan atau dijajah oleh negara lain.

Hal yang harus pertama kali dikembalikan adalah mengenai toleransi beragama. Dalam pidatonya, Bung Karno pernah berkata:


“Kita mendirikan negara Indonesia yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!”


Jika kita mampu mengembalikan kesadaran hakikat mengenai toleransi beragama, bangsa Indonesia pasti juga akan kembali mengenal arti tenggang rasa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Masyarakat Indonesia harus benar-benar sadar bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk perpecahan. Indonesia berdiri karena  kebudayaan, agama, ras, dan lainnya yang beranekaragam. Namun keberanekaragaman itulah yang membuat Indonesia menjadi sebuah negara besar, sehingga akan tumbuh rasa saling menjaga dan melestarikan persatuan Indonesia. Termasuk tidak melepaskan diri dari wilayah NKRI yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke.

Karena itu, marilah kita mengembalikan nilai Pancasila di dalam hati kita, agar kepribadian bangsa Indonesia sebagai Identitas Nasional dapat sesuai dengan Pancasila. Sehingga harapan terciptanya bangsa yang aman,  adil, makmur, sentosa, dan sejahtera, dapat terwujud demi kebahagiaan seluruh masyarakat Indonesia dan keutuhan dari NKRI. (A15)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...