HomeNalar PolitikMegawati Kritik Jokowi Melalui BRIN?

Megawati Kritik Jokowi Melalui BRIN?

Kecil Besar

Kritik yang dilontarkan oleh BRIN kepada Presiden Jokowi terkait pernyataannya soal data intelijen kondisi dan agenda parpol menjelang 2024 dinilai bermuatan politis.


PinterPolitik.com

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dirinya yang sudah mengetahui data intelijen terkait kondisi internal dan agenda semua partai politik (parpol) menjelang 2024 menuai kritikan berbagai pihak.

Salah satu pihak yang mengkritik adalah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kritikan itu disampaikan dalam kajian klaster Konflik, Pertahanan, dan Keamanan Pusat Riset Politik (PRP) BRIN.

Peneliti BRIN Muhamad Haripin menyampaikan sejumlah catatan terkait dengan pernyataan Jokowi tersebut. Menurutnya, Jokowi telah melakukan praktik spionase politik terhadap kondisi dan agenda internal parpol.

Hairpin juga menyatakan pernyataan Jokowi itu seakan memperlihatkan hubungan presiden dan lembaga intelijen yang penuh konflik kepentingan.

Peneliti BRIN itu juga menambahkan, tidak seharusnya lembaga intelijen digunakan untuk memata-matai kawan atau lawan politik.

brin kena masalah terus

Berdasarkan kajian dan analisis PRP BRIN, hal itu juga menandakan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap data intelijen. Praktik ini dinilai sebagai wujud dari intimidasi sebuah negara.

Lebih jauh lagi, Jokowi dinilai melanggar Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2011 tentang Pembagian Fungsi Lembaga Intelijen.

Kritikan yang disampaikan oleh BRIN ini kiranya menjadi yang pertama menyasar Presiden Jokowi. Namun, ini juga bisa menjadi pengingat yang baik untuk Presiden Jokowi terkait hubungan profesional eksekutif dengan lembaga intelijen.

Lantas, dengan mengetahui semua data intelijen internal parpol, benarkah jika Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaan?

Jokowi Tak Salah?

Di era keterbukaan sekarang ini, dunia intelijen dihadapkan pada pilihan sulit. Pertama, hak individu berada di atas efektivitas kerja intelijen demi perlindungan HAM warga negara.

Baca juga :  Nge-Audit Kerjaan Para Menko Santuy

Kedua, atas nama keselamatan bersama, negara berwenang mengurangi, bahkan mengabaikan kebebasan sipil individu maupun masyarakat, mengingat tingginya kualitas ancaman yang ada.

Perdebatan semacam ini yang kemudian memantik kontroversi pernyataan Presiden Jokowi terkait data internal parpol dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Sejatinya, sebagai klien tunggal, sebagai Presiden Jokowi berhak atas segala laporan intelijen yang diperkirakan akan membahayakan negara. Secara berkala, Jokowi akan mendapatkan laporan dari unit-unit intelijen.

Hal itu dimaksudkan agar presiden dapat memantau berbagai isu sensitif yang berkembang menjelang Pemilu 2024, seperti urusan hukum dan keamanan.

Bahkan, menurut mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto, tidak ada aturan yang melarang Presiden Jokowi menggunakan data-data intelijen yang dimilikinya.

Menurutnya, data intelijen itu harus tetap dilaporkan kepada Presiden Jokowi, baik itu diminta ataupun tidak. Bahkan, Soleman menduga, bukan tidak mungkin ada parpol yang akan membahayakan keamanan negara.

hubungan jokowi megawati retak

Kritik BRIN Bermuatan Politis?

Sejak awal pembentukannya, BRIN diposisikan sebagai lembaga yang berperan sebagai koordinator lembaga-lembaga riset yang ada di Indonesia.

Namun, dengan berbagai kontroversi yang menyertai saat lahirnya BRIN tampaknya membuat lembaga ini tak jarang diduga bermuatan politis.

Penulis asal AS, Jeremy Jenkins menyebut istilah ini sebagai technological regression atau kemunduran teknologi.

Padahal, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Jepang lembaga penelitian terbebas dari ideologi dan kepentingan politik tertentu sehingga tak memengaruhi kualitas riset yang mereka hasilkan.

Singkatnya, jika kita memang ingin memajukan kapabilitas inovasi dan teknologi suatu negara, maka negara harus berkomitmen untuk memiliki standar yang jelas dalam membatasi masuknya kepentingan politik dalam aktivitas inovasi.

Baca juga :  Deddy Corbuzier: the Villain?

Selama ini, muncul pandangan keliru yang menganggap politisi yang lebih dahulu masuk ke ranah riset. Padahal, justru kalangan peneliti yang mengajak politisi untuk terlibat, karena hasil penelitiannya ingin lebih mencapai publik dan diapresiasi.

Salah satunya adalah penunjukan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.

Keberadaan Megawati di BRIN dengan kuasa sosio politik yang dimilikinya dikhawatirkan akan membuat BRIN tidak lagi independen, melainkan berorientasi pada kepentingan politik tertentu yang cenderung pragmatis.

Hal ini yang tampaknya dikhawatirkan banyak pihak ketika BRIN menyatakan pernyataan Presiden Jokowi soal data intelijen parpol.

Kritik BRIN itu dikhawatirkan bukan berdasarkan penelitian yang dilakukan PRP BRIN, melainkan berdasarkan motif politis tertentu.

Ini kemudian memantik perdebatan yang lebih menarik. Jika benar terdapat motif politis, apakah itu sinyal renggangnya hubungan Jokowi dengan Megawati?

Hipotesis itu bertolak pada posisi Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.

Ini mungkin semacam proxy war. Bisa jadi BRIN adalah proxy Megawati untuk mengkritik pernyataan Jokowi soal data intelijen parpol. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo & Trump Alami โ€œWarisanโ€ yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai โ€œmemanasโ€. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies โ€œAlatโ€ PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi โ€œalatโ€ untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi โ€œDiusikโ€ PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?