HomeNalar PolitikMega Tak Suka Menteri Muda?

Mega Tak Suka Menteri Muda?

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mensyaratkan menteri yang berusia muda dalam kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin perlu memiliki pengetahuan dan kualifikasi yang cukup. Apa makna di balik komentar Mega tersebut?


PinterPolitik.com

“You gotta give a boy a chance to grow some” – J. Cole, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Presiden kelima Megawati Soekarnoputri tampaknya tak kenal lelah dalam membantu urusan kenegaraan. Bagaimana tidak? Di sela-sela pelesirannya di Tiongkok, Ketum PDIP tersebut masih saja memberikan nasihatnya pada Jokowi.

Kali ini, Megawati mengimbau Jokowi agar sosok menteri berusia muda yang didamba-dambakannya tidak meleset. Ketum PDIP tersebut menilai bahwa prasyarat untuk menjadi seorang menteri tidaklah hanya berusia muda tetapi juga perlu memiliki kualifikasi yang mumpuni, seperti memahami proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Jokowi sendiri acap kali melontarkan idenya untuk memilih menteri yang berusia muda. Tak tanggung-tanggung, sang presiden tampaknya mengincar orang-orang yang benar-benar berusia muda, yakni pada kisaran usia 20-30 tahun.

Layaknya sayembara yang biasa diadakan oleh raja dan kaisar dalam kisah-kisah dongeng, banyak pihak mulai mencari darah-darah muda yang dianggap pantas dijadikan pilihan Jokowi. Nasdem misalnya, menyatakan bahwa partainya memiliki banyak kader muda yang unggul.

Mungkin, tuah Megawati mengenai menteri muda tersebut bagaikan proses atas direstui atau tidaknya pilihan Jokowi. Lagi pula, dalam setiap proses memilih, perlu juga menimbang bobot setiap opsi.

Beberapa pertanyaan pun timbul. Dari pernyataan Megawati tersebut, apakah restu tersebut diberikan oleh sang Ketum PDIP? Lantas, alasan apa yang mendasari diberi atau tidaknya restu tersebut?

Tak Punya Kader Muda?

Keinginan Jokowi untuk memberikan posisi menteri pada anak muda yang berusia pada kisaran 20-30 tahun tentu pasti menarik perhatian partai-partai politik, terutama parpol koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Meskipun nama-nama potensial tersebut belum jelas, tidak menutup kemungkinan bila parpol-parpol ini akan menyisipkan nama-nama muda dalam daftar permintaan menterinya.

Namun, pertanyaannya, apakah ada sosok-sosok muda yang pantas menjadi menteri di tubuh partai-partai tersebut?

PDIP sendiri mengklaim bahwa partainya memiliki kader-kader yang dianggapnya muda dan mumpuni. Nama-nama yang sempat dilontarkan adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Wasekjen PDIP Ahmad Basarah.

Namun, nama-nama tersebut mungkin tak bisa lolos kriteria yang diberikan oleh Jokowi, yaitu prasyarat usia pada kisaran 20-30 tahun. Hasto misalnya, telah mencapai usia 53 tahun, sedangkan Ahmad telah berusia 51 tahun.

Baca juga :  KIM Plus Overkill PDIP

Sosok-sosok yang lebih muda dalam kepengurusan PDIP pun bisa dibilang telah jauh dari kisaran usia 20-30 tahun. Wabendum PDIP Juliari P. Batubara misalnya, telah mencapai usia 46 tahun. Puan Maharani – putri Megawati – juga telah berusia 45 tahun.

Lalu, siapa sosok-sosok muda PDIP yang memungkinkan untuk menjadi menteri muda Jokowi?

Mungkin, sindiran tersebut merupakan sinyal bahwa Megawati tidak memiliki prioritas yang sama dengan keinginan Jokowi soal menteri muda. Share on X

Sebenarnya, PDIP juga membuka kesempatan pada caleg-caleg muda di mana mereka mulai banyak mengisi kertas suara dalam Pileg 2019 lalu. Caleg-caleg muda tersebut misalnya Putri Ayu Anisya dan Agustina Hermanto (Tina Toon). Kedua nama ini menjadi caleg PDIP di DPRD masing-masing, yaitu Kota Tangerang Selatan dan DKI Jakarta.

Meskipun begitu, kedua nama ini dan banyak caleg muda PDIP lainnya boleh jadi memiliki peluang yang kecil karena jauh dari lingkar Megawati – mengingat Ketum PDIP tersebut telah mengantongi nama-nama menteri andalannya sendiri. Belum lagi, PDIP merupakan salah satu partai yang memiliki sedikit caleg muda, yaitu hanya berjumlah 34 dari jumlah total 878 caleg muda.

Ketiadaan nama potensial untuk menteri muda inilah yang mungkin membuat Megawati melontarkan pernyataan tersebut. Mungkin, sindiran tersebut merupakan sinyal bahwa presiden kelima tersebut tidak memiliki prioritas yang sama dengan keinginan Jokowi soal menteri muda.

Gerontokratis?

Di sisi lain, apa yang diungkapkan oleh Megawati bisa jadi beralasan. Usia memang turut menentukan perkembangan karier seseorang. Biasanya, seiring dengan berjalannya waktu, pengalaman dan pengetahuan seseorang turut meningkatkan karir politiknya.

Walter Oleszek dalam tulisannya yang berjudul Age and Political Careers menjelaskan bahwa usia turut memengaruhi karir politik seorang politisi. Dengan mengamati faktor usia politisi di lembaga legislatif Amerika Serikat, Oleszek menilai bahwa politisi yang berusia lebih tua memiliki kapasitas yang lebih baik dalam memproyeksikan kebijaksanaan politiknya.

Anggapan Oleszek tersebut juga mendukung eksistensi gerontokrasi (gerontocracy) dalam politik, di mana sistem kekuasaan dan oligarki didominasi oleh golongan tua. Pola kekuasaan ini dianggap telah terjadi di banyak negara, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.

Dalam buku yang berjudul The Encyclopedia of Aging yang ditulis oleh George L. Maddox, dijelaskan bahwa gerontokrasi sebenarnya telah terjadi sejak zaman kuno. Negara-kota Sparta di Yunani misalnya, selalu menempatkan sosok-sosok tua sebagai pemimpin. Plato sendiri juga berpendapat bahwa posisi pemimpin harus diisi oleh golongan tua.

Sebuah kepemimpinan yang gerontokratis biasanya akan selalu didominasi oleh golongan tua. Bahkan, kepemimpinan model ini biasanya akan memarginalisasi golongan muda.

Baca juga :  TAKSI VINFAST VIETNAM

Afrika merupakan salah satu kawasan yang banyak didominasi oleh gerontokrasi. Thembani Mbadlanyana – peneliti Institute for Security Studies di Afrika Selatan – dalam tulisannya yang berjudul Politics, Age and Ideas menjelaskan bahwa para pemimpin Afrika berusaha mempertahankan gerontokrasi dengan mengucilkan kelompok muda.

Biasanya, kelompok muda hanya menjadi korban situasi. Politisi-politisi tua sering kali menggunakan kelompok muda pun hanya sebagai cara untuk meningkatkan modal politiknya saja dalam kontestasi politik yang terjadi.

Lalu, bagaimana dengan PDIP? Apakah partai berlambang banteng ini juga gerontokratis?

Sedikitnya kader muda yang menjanjikan dan posisi-posisi strategis PDIP yang banyak diisi oleh kalangan tua kurang lebih dapat menunjukkan pola-pola kekuasaan serupa. Pasalnya, kepengurusan pusat PDIP sendiri banyak didominasi oleh sosok-sosok yang telah berusia 40 tahun ke atas.

Salah satu pola lain yang terlihat adalah ketika Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak yang dipecat oleh PDIP setelah maju sebagai cawagub dari Khofifah Indar Parwansa yang diusung oleh Demokrat dan Golkar dalam Pilgub Jatim 2018. Uniknya, Hasto sendiri pernah menjelaskan bahwa PDIP enggan mengusung Emil hanya karena dianggap sebagai orang baru.

Bisa jadi, pola kepengurusan PDIP yang gerontokratis ini lah yang membatasi potensi kader-kader mudanya sendiri. Gerontokrasi ini juga yang dapat menjadi motivasi ketum dari partai berlambang banteng tersebut menyindir Jokowi.

Mungkin, Megawati merasa terancam bila jatah menteri partainya yang seharusnya dominan – bila melihat perolehan suara dalam Pileg 2019 – diambil oleh partai-partai lain yang memiliki kader muda, seperti PSI yang memang sebagian besar diisi oleh anak muda berusia 20-30 tahun.  Ada pula Perindo yang akan mengusulkan nama Angel Tanoesoedibjo – putri Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo.

Selain partai, kemungkinan sosok menteri muda profesional juga bisa jadi mengancam jatah menteri PDIP. Pasalnya, Jokowi sendiri membuka kesempatan pada kalangan profesional bila tidak menemukan calon menteri muda yang mumpuni dari partai.

Pada akhirnya, imbauan Ketum PDIP pada sang presiden tersebut bisa jadi hanya lah bentuk keresahannya atas ketiadaan calon menteri muda yang potensial di partainya. Padahal, anak muda juga dapat belajar sambil berproses. Mungkin, Megawati perlu belajar dari lirik rapper J. Cole yang tetap memberikan kesempatan pada generasi muda untuk berkembang. (A43)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Megawati Harus Ubah Sikap PDIP?

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belakangan menghadapi dinamika yang cukup memberatkan. Kira-kira bagaimana Partai Banteng Moncong Putih akan menjadikan ini sebagai pelajaran untuk langkah-langkahnya ke depan? 

Operasi Bawah Tanah Jokowi

Dalam beberapa bulan terakhir, dunia politik Indonesia diguncang oleh isu yang cukup kontroversial: dugaan keterlibatan Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mengambil alih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Mistikus Kekuatan Dahsyat Politik Jokowi?

Pertanyaan sederhana mengemuka terkait alasan sesungguhnya yang melandasi interpretasi betapa kuatnya Jokowi di panggung politik-pemerintahan Indonesia meski tak lagi berkuasa. Selain faktor “kasat mata”, satu hal lain yang bernuansa dari dimensi berbeda kiranya turut pula memengaruhi secara signifikan.

Ketika Chill Guy Hadapi PPN 12%?

Mengapa meme ‘Chill Guy’ memiliki kaitan dengan situasi ekonomi dan sosial, misal dengan kenaikan PPN sebesar 12 persen pada Januari 2025?

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

More Stories

Ketika Chill Guy Hadapi PPN 12%?

Mengapa meme ‘Chill Guy’ memiliki kaitan dengan situasi ekonomi dan sosial, misal dengan kenaikan PPN sebesar 12 persen pada Januari 2025?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?