If you think that by hanging us you can stamp out the labour movement… the movement from which the downtrodden millions, the millions who toil in misery and want, expect salvation – if this is your opinion, then hang us! Here you will tread on a spark, but there and there, behind you – and in front of you, and everywhere, flames blaze up. It is a subterranean fire. You cannot put it out.
August Spies, Aktivis Buruh di Peristiwa Haymarket 1886.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]aat itu tengah hari, matahari bercokol tepat di atas kepala, panasnya menyengat kulit tetapi tidak mengurungkan tekad ribuan massa memperingati Hari Buruh Internasional 2017. Di Jakarta, peringatan yang dikenal juga dengan sebutan May Day padat di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. “Satu Mei adalah harinya para buruh,” ujar seorang buruh dalam orasinya di atas mobil komando. Massa May Day rencananya bergerak dari arah Patung Kuda Arjuna Wiwaha menuju Istana Negara.
Massa dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berada di barisan terawal. Sekitar 3.000 orang bergumul dan bergerak menuju Istana dalam barisan KSPSI. Namun, baru sampai di depan gedung Kementerian Pariwisata, massa sudah dihadang aparat keamanan yang dilengkapi dengan kawat berduri, water canon, dan pentungan. Massa aksi tertahan, tidak bisa menuju Istana Negara.
Di ruas jalan tepat di samping massa KSPSI, ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga berhadap-hadapan dengan kawat berduri.
Peringatan May Day tahun ini diwarnai aksi blokade aparat. Padahal, tahun sebelumnya massa aksi leluasa menyampaikan pendapatnya di depan Istana Negara. “[Jokowi] yang ngaku kangen didemo, tapi kok selalu kabur saat didemo,” ujar Deputi Presiden KSPI Muhammad Rusdi. Apa ini tanda-tanda pemimpin negeri ini tak mau lagi menatap “wong cilik”?
Selain dua serikat tersebut, beberapa serikat buruh lainnya juga turut berdemonstrasi di Jakarta, antara lain Gabungan Serikat Pekerja Manufaktur Independen Indonesia (GSPMII), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Aksi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), dan koalisi Gerakan Buruh untuk Rakyat yang terdiri atas KPBI, SMI, SPBP, LMND, SP Jhonson, GPMJ, KPR, SGBN, PRP, KSN, SPMN, SP Danamon, FMK, Perempuan Mahardhika, Politik Rakyat, KPO-PRP, LBH Jakarta, Arus Pelangi, KPA, SGBM, PPAS, FKI.
Secara umum, pada May Day 2017 ini, tuntutan serikat buruh di Indonesia terangkum dalam slogan HOSJATUM, yakni Hapus Outsourcing dan pemagangan, Jaminan pensiun, dan Tolak Upah Murah. Ditambah, beberapa serikat buruh memiliki penekanan tuntutan masing-masing.
GSBI misalnya, di May Day 2017 mengusung tema, “Tolak dan Lawan Seluruh Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi-Jusuf Kalla yang Mengabdi kepada Imperialisme, Menyengsarakan Kelas Buruh, Kaum Tani dan Rakyat Indonesia serta Merampas Kedaulatan Bangsa.”
GSBI juga menyoroti perihal pemberangusan serikat (Union Busting) serta kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis buruh dan gerakan rakyat. Selain itu GSBI juga menentang land reform yang dicanangkan Jokowi-JK. Bagi GSBI, land reform itu palsu dan tidak berpihak pada rakyat. GSBI juga ingin pemerintah Jokowi-JK menuntaskan masalah perdagangan manusia dan korupsi.
Sementara itu, Sindikasi menyoroti sistem kerja jurnalis dan pekerja kreatif. “Di dunia wartawan kayak ada mitos kalau kamu delapan jam langsung pulang berarti kamu pemalas dan tidak professional. Di Undang-undang ketenagakerjaan sudah diatur bahwa jam kerja itu hanya delapan jam sehari. Kalau lebih dari delapan jam harus dihitung lembur,” ujar Luviana, seorang aktivis Sindikasi, seperti dilansir tempo.co.
Tidak hanya itu, Koordinator Presidium Sindikasi Ellena Ekarahendy menjelaskan, survey Badan Pusat Statistik (BPS), 31,9% pekerja kreatif menghabiskan lebih dari 48 jam kerja tiap pekan. Sedangkan Undang-undang Ketenagakerjaan membatasi jam kerja 40 jam tiap pekan. Dengan kata lain, lebih dari sepertiga pekerja kreatif Indonesia mengalami overwork atau berkelebihan kerja.
Yang tersisa dari May Day bersama SINDIKASI… #GueIkutMayDay pic.twitter.com/1oEQvlqvKU
— Serikat SINDIKASI (@SINDIKASI_) May 1, 2017
Apa Itu Outsourcing, Apa Kata Perusahaan Outsourcing?
Terkait sistem outsourcing, menurut Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 66 undang-undang yang sama menyebutkan, pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Contoh pekerjaan yang diperbolehkan antara lain: pegawai kebersihan, dan petugas keamanaan.
Perbedaan antara yang karyawan tetap dan outsourcing adalah di pesangonnya. Karyawan outsourcing tidak dapat pesangon. Sedangkan karyawan-tetap dapat.
Roni, salah seorang pegawai HRD di suatu perusahaan penyalur tenaga kerja outsourcing di Jakarta Selatan mengatakan, “Di tengah kondisi persaingan di era globalisasi. Jumlah tenaga kerja lebih besar jauh dari lapangan usaha. Di samping itu, perusahaan perlu efisiensi cost untuk bisa bertahan dalam kancah global.” Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi yang seperti sekarang ini, penyedia lapangan usaha kesusahan untuk memberikan pesangon. Dalam hal ini perusahaan outsourcing dibutuhkan menjembatani perusahaan dan tenaga kerja tersebut.
“Kami selalu mengirim tim pengawas untuk mengunjungi masing-masing perusahaan klien untuk memeriksa kondisi karyawan. Beberapa kali kami menemukan penyimpangan. Ada karyawan sales yang masih berjualan sampai malam. Ternyata dia ditarget oleh perusahaannya. Perusahaan tidak mematok jam kerja, tapi target penjualan. Kami pun melayangkan protes ke perusahaan klien. Pihak perusahaan menyatakan bahwa hal tersebut adalah kemauan karyawan,” ujar Roni.
Perusahaan tempat Roni bekerja juga pernah menemukan kasus pelecehan seksual terhadap salah satu karyawan hasil perekrutannya. “Untuk menangani kasus pemerkosaan itu kami mencari cara untuk melaporkannya melalui hotline pihak kepolisian,” kata Roni.
Terkait gaji, Roni menuturkan, dia selalu mengusahakan karyawan untuk dapat gaji di atas UMR. Tapi ada juga beberapa kasus ada perusahaan klien yang ingin menggaji di bawah UMR. Kata Roni, “Itu kami tolak. Itu pun [para karyawan] masih mau digaji di bawah UMR karena kebutuhan hidup. Selain itu kami memberikan THR, tunjangan, dan juga BPJS.”
Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2016 berada di angka Rp 3,1 juta. Naik 14,28% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,7 juta. Angka UMP DKI Jakarta sendiri selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Di tahun 2011 UMP DKI Jakarta sebesar Rp 1,1 juta.
Andika Asykar dalam artikelnya Dilema Outsourcing menyebutkan bahwa kebijakan outsourcing dikeluarkan untuk memperbesar penyerapan tenaga kerja. Terbukti bahwa banyak investor yang mendirikan pabrik-pabrik yang menyerap sejumlah tenaga kerja. Namun, di sisi lain Andika menemukan terjadinya penyimpangan kebijakan ini oleh para investor yang hanya mengejar untung belaka.
Setidaknya ada tiga penyimpangan kebijakan outsourcing menurut Andika. Peyimpangan pertama banyak pekerjaan pokok produksi yang di-outsourcing-kan. Misalnya sebuah pabrik pengolahan baja memperkerjakan karyawan pengolah bajanya secara outsourcing. Ada juga yang dioutsourcingkan secara halus. Perusahaan menafsirkan sendiri mana yang pokok produksi mana yang bukan. Beberapa pekerjaan pokok dimasukkan ke dalam kategori pekerjaan penunjang. Bagi Presiden KSPI Said Iqbal, “Hal ini ibaratnya perbudakan modern. Bagaimana mungkin Menaker [Menteri Ketenagakerjaan] tidak tahu hal ini?”
Penyimpangan kedua, banyak perusahaan outsourcing yang tidak berbadan hukum dan tidak memiliki izin operasi. Badan hukum CV dan firma semestinya tidak boleh menjalankan usaha outsourcing. Ada juga yang berbadan hukum tapi tidak memiliki izin operasi outsourcing.
Penyimpangan ketiga, adanya pemotongan upah pekerja oleh perusahaan outsourcing. Tragisnya, besaran upah setelag dipotong tersebut kurang dari ketentuan besaran upah minimum.
Sepanjang tahun 2016 lalu, seperti dilansir dalam Catatan Akhir Tahun Refleksi Hukum dan HAM di Indonesia, LBH Jakarta menerima setidaknya 247 pengaduan terkait kasus perburuhan dengan jumlah pencari keadilan sebanyak 19.928 orang.
Kepala Divisi Advokasi LBH Jakarta Yunita menyebutkan, bentuk pelanggaran yang sering dilakukan oleh korporasi adalah pelanggaran aturan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Menurutnya, masih banyak buruh yang dikontrak berulang kali melebihi jangka waktu kontrak yang seharusnya.
Misalnya, kasus yang dihadapi oleh buruh Pilot Lion Air, Pekerja Transportasi Jakarta (Busway), dan Pekerja Gojek. Pilot Lion Air terikat kontrak dalam jangka waktu 20 tahun. Sementara Pekerja Transportasi Jakarta (Busway) yang bekerja sebagai pencatat odometer, dan on board terikat kontrak selama jangka waktu 1 tahun, dan terus diperpanjang kontrak 1 tahun hingga seterusnya
Menurut LBH Jakarta, perusahaan telah melanggar aturan sistem kerja kontrak Pasal 59 UU No. 13 tahun 2003. Meskipun sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 7 tahun 2014, yang mengatakan bahwa pekerja yang berstatus sebagai PKWT (kontrak) apabila perusahaan berkali-kali mengikat kontrak maka demi hukum status pekerja berubah menjadi PKWTT (tetap), sayangnya hingga saat ini buruh transportasi Jakarta tidak pernah sekalipun diangkat menjadi pekerja tetap.
Selain itu, sistem kerja kemitraan yang dihadapi oleh pengemudi transportasi berbasis informasi, Gojek misalnya, tidak mengedepankan hak-hak normatif pekerja, seperti: asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan, dan upah yang layak. Sebelumnya pekerja rumah tangga (PRT) pun mengalami hal serupa. Mereka bekerja namun tidak mendapatkan hak-haknya karena tidak dianggap sebagai buruh.
Massa aksi May Day 2017 juga menyoroti juga sistem pemagangan. Said misalnya, menegaskan bahwa sistem magang lebih parah dibanding outsourcing. Di sistem ini tidak mengenal sistem gaji, melainkan hanya uang transportasi dan makan. “Magang melanggar undang-undang karena tidak ada belajar di kelas. Justru seperi buruh kerja delapan jam kerja seharian, malah ikut lembur. Magang ini justru lebih jahat, lebih berbahaya bagi perlindungan kaum buruh,” kata Said.
Langkah Juang Kaum Buruh
May Day berawal dari aksi buruh di Haymarket, Amerika Serikat. Sebelas November tahun 1887, 4 tahun setelah kematian Karl Marx dan 30 tahun sebelum Lenin memimpin Revolusi Sosialis Bolshevik di Rusia, udara dingin menyelimuti Chicago, Amerika Serikat. Di kota terbesar di negara bagian Illinois itu, empat orang pria menatap tiang gantung diri. Temali tambang yang teruntai kuat di tiang siap menahan leher mereka, sementara membiarkan tubuh bagian leher ke bawah jatuh terseret gravitasi, tanpa bisa menyentuh bumi. Tak selang berapa lama, jeratan di leher akan membuat paru-paru susah bernafas. Tubuh pun kekurangan oksigen. Tidak bisa tidak, hanya ajal menanti untuk menghampiri.
Mereka adalah empat dari delapan orang yang dituduh bersalah oleh polisi atas pelemparan bom ke dalam barisan polisi pada aksi Haymarket, Chicago, 4 Mei 1886. Ledakannya menewaskan seorang petugas. Enam diantaranya luka parah, dan 70 lainnya luka ringan. Aksi yang digalakkan oleh American Federation of Labour dan dihadiri 400.000 buruh untuk menuntut pembatasan jam kerja menjadi 8 jam itu berakhir ricuh. Polisi bertindak membabi buta. Massa aksi berlarian dari kerumunan.
Setelah ledakan, polisi menangkap delapan orang yang disinyalir otak dari aksi Haymarket: August Spies, Fielden, Parsons, Adolph Fischer, George Engel, Michael Schwab, Louis Lingg, dan Oscar Neebe. Semuanya adalah Anarkis pengorganisir buruh di Chicago. Empat diantaranya, termasuk August Spies, dihukum gantung. Dua orang diganjar hukuman penjara seumur hidup, dan seorang lainnya penjara 15 tahun.
Tidak ada bukti kuat yang diajukan oleh negara bahwa salah satu dari delapan orang itu telah melempar bom, atau mengaku sebagai pelaku. Lagipula dari depalan orang, hanya tiga yang berada di Haymarket Square malam itu. Jadi, sebenarnya tidak pernah ada pelaku pengeboman yang dibawa ke pengadilan. Komposisi hakim dalam persidangan delapan tertuduh tersebut dapat dibilang aneh; terdiri dari pengusaha, panitera dan kerabat salah satu polisi yang tewas.
Aksi pada 4 Mei tersebut merupakan bagian dari aksi yang sudah dijalankan hari-hari sebelumnya seantero Amerika Serikat. Di Haymarket, aksi mulai dilaksanakan pada 1 Mei sebagai penanda bahwa buruh melalui serikat Federation of Organized Trade and Labor Unions of the United States and Canada, “menyatakan … bahwa 8 jam kerja harus menjadi patokan legal batasan jam kerja para buruh, dari dan setelah 1 Mei 1886.” Pernyataan ini membuat tahun 1886 beserta peristiwa Haymarket manjadi pondasi simbolik bahwa 1 Mei adalah sebuah fase menuju cita-cita perubahan kehidupan para buruh yang lebih baik.
Semenjak 1886 hingga saat ini, pergerakan kaum buruh membuahkan beberapa hasil yang tidak hanya dinikmati buruh – yang selama ini diidentikan dengan “pabrik” – saja. Aksi buruh di Haymerket tersebut misalnya, berbuah perubahan jam kerja dari 19-20 jam kerja sehari menjadi 8 jam kerja sehari, atau 40 jam kerja per minggu.
Di era Soekarno, pada 13 Februari 1952, pertama kalinya buruh mogok menuntut tunjangan hari raya dari pemerintah. Pasalnya, di Indonesia, setiap memasuki bulan puasa Ramadhan sampai hari raya lebaran, harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Kemudian pada tahun 1994 terbit peraturan menteri nomor 014 yang menyatakan, setiap orang yang mempekerjakan orang lain, disebut pengusaha, dan wajib membayar THR.
Gerakan buruh juga mampu merevisi komponen hidup layak dari 46 komponen menjadi 60 komponen. Hal ini berdampak terhadap peningkatan upah minimum. Dan seperti yang rasakan senin (1/5) lalu, 1 Mei menjadi hari libur nasional juga karena tuntutan buruh agar bisa merayakan May Day dengan lebih leluasa dan tidak menggagu jam kerja.
Seratus dua puluh tahun sudah berlalu semenjak peristiwa Haymarket. Buruh terus melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan.