Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani yang baru saja diangkat oleh Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu menjadi sorotan setelah listrik di berbagai wilayah pulau Jawa padam.
PinterPolitik.com
“They seem incompetent, I see the consequence” – Saba, penyanyi rap asal Amerika Serikat
Padamnya listrik di Jakarta dan sebagian wilayah pulau Jawa menjadikan PLN sorotan oleh publik. Tak mengherankan apabila raut muka yang kebingungan tampak melekat pada Pelaksana Tugas Direktur Utama BUMN penyedia listrik tersebut, yaitu Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani.
Sripeni bisa jadi semakin merasa tegang dengan kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang meminta penjelasan darinya. Sementara itu, Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengangkatnya tak menunjukkan kehadirannya – dikabarkan tengah melaksanakan ibadah haji.
Sambil menjelaskan, Sripeni tampak merasa bersalah atas lambatnya upaya perbaikan yang dilakukan oleh manajemennya. Kata maaf seakan-akan diucapkan berkali-kali oleh Plt Dirut PLN tersebut sejak listrik padam pada hari Minggu lalu.
Komplain publik pada PLN juga sepertinya tak akan habis dalam waktu dekat. Di tengah-tengah sorotan publik pada Sripeni, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu ikut serta melontarkan isu permasalahan dalam kepimpinan perusahaan tersebut.
Bpk President marah ke Direksi PLN, setahu saya pengangkatan direksi PLN stlh ada persetujuan Bpk Presiden, artinya ada masalah dlm proses seleksi. Sepertinya kompetensi bkn lagi faktor penentu utama dlm pemilihan. Smg msh ada ahli listrik yg jadi pemimpin PLN
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) August 5, 2019
Melalui cuitan akun @msaid_didu, mantan Komisaris PT Bukit Asam (PTBA) yang dicopot oleh Rini tersebut mengingatkan proses pemilihan pimpinan perusahaan tersebut perlu berdasar pada kompetensi. Said juga berharap bahwa sosok yang ahli dalam kelistrikan tetap menduduki kursi pimpinan PLN.
Pertanyaannya adalah apakah Sripeni memiliki kompetensi sebagai Plt Dirut PLN. Lalu, jika Sripeni cukup kompeten, permasalahan apa yang mungkin timbul dalam BUMN penyedia tenaga listrik tersebut?
Pelaksana Tugas
Sorotan publik pada Sripeni bisa jadi benar. Sebab, bila menilik pada latar belakang kompetensi, sosok Plt Dirut PLN tersebut belum tentu benar-benar menguasai pemahaman atas ketenagalistrikan.
Sosok Direktur Pengadaan Strategis I tersebut diangkat oleh Menteri BUMN Rini sebagai Plt Dirut PLN pada 2 Agustus 2019 – beberapa hari sebelum pemadaman listrik. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Sripeni dipilih menggantikan Djoko Rahardjo Abumanan yang juga menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis II.
Sripeni sebenarnya memiliki pengalaman panjang dalam BUMN yang bertugas menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat tersebut. Plt Dirut tersebut merangkai kariernya dari perusahaan Indonesia Power – sebuah anak perusahaan PLN.
Dalam perusahaan tersebut, Sripeni pernah menduduki berbagai posisi penting, seperti Kepala Divisi Pendanaan dan Asuransi, Eksekutif Utama Bidang Keuangan, hingga Direktur Keuangan. Puncak kariernya di Indonesia Power tercapai ketika dirinya menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan tersebut.
Rekam jejak Sripeni sebenarnya tidaklah main-main. Sebagai dirut di perusahaan tersebut, Sripeni pernah menorehkan prestasi dengan memperoleh berbagai penghargaan, seperti CEO Terbaik, CEO Tervisioner, hingga Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) emas di bidang lingkungan hidup.
Namun, bila kita tilik kembali, Sripeni belum tentu merupakan sosok yang benar-benar mendalami ketenagalistrikan – seperti yang telah diungkapkan oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Rekam jejaknya di Indonesia Power misalnya, lebih banyak berkembang di bidang keuangan.
Selain itu, latar belakang pendidikan Sripeni juga tidak berasal dari ilmu kelistrikan. Plt Dirut PLN tersebut menyelesaikan studi sarjananya di bidang teknik kimia dan studi pascasarjananya di bidang manajemen.
Direktur pelaksana tugas akan menghadapi berbagai persoalan yang ditinggalkan oleh kepemimpinan sebelumnya. Share on XWajar saja apabila penjelasan yang diberikan oleh Sripeni dianggap oleh Jokowi terlalu panjang dan berbelit-belit. Pasalnya, sosok Plt Dirut PLN tersebut belum tentu menguasai pemahaman operasional.
Bila begitu, bisa jadi kritik Said mengenai kompetensi Plt Dirut tersebut benar. Pasalnya, terdapat juga anggapan bahwa BUMN perlu dikelola oleh figur-figur yang benar-benar ahli dalam bidangnya.
Setidaknya, itulah yang diungkapkan oleh lembaga konsultan PricewaterhouseCoopers (PwC). Dalam sebuah publikasinya yang berjudul State-Owned Enterprises, PwC menjelaskan bahwa tim eksekutif sebuah BUMN perlu memenuhi empat komponen, yaitu pemahaman yang jelas terkait perusahaan yang dipimpinnya, kapasitas yang dimilikinya, kapabilitas dan keahlian yang relevan, dan komitmen terhadap integritas.
Selain itu, Sripeni bisa jadi menghadapi permasalahan lain. Tugasnya sebagai Dirut sementara dalam BUMN tersebut bisa saja membuat perusahaannya berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Dalam suatu penelitian mengenai posisi direktur sementara, Gary A. Ballinger dan Jeremy J. Marcel menjelaskan bahwa penempatan pimpinan sementara dalam perusahaan dapat mengganggu performa perusahaan tersebut. Kondisi ini biasanya terjadi ketika direktur sebelumnya berhenti secara tiba-tiba – bisa saja akibat skandal maladministrasi, pengunduran diri, hingga kematian.
Dengan Ballinger dan Marcel, Patricia Lindelwa Makoni juga mengungkapkan pendapat serupa dalam tulisannya yang berjudul The Challenges of “Acting” CEOs in State-owned Enterprises. Makoni menjelaskan bahwa direktur pelaksana akan menghadapi berbagai persoalan yang ditinggalkan oleh kepemimpinan sebelumnya.
Dengan begitu, dengan posisi barunya sebagai Plt Dirut, Sripeni bisa saja menghadapi persoalan-persoalan tersebut, dari permasalahan kompetensi hingga tantangan yang dihadapi sebagai direktur sementara. Dalam hal kompetensi, Menteri BUMN Rini bisa saja perlu ambil andil dalam bertanggung jawab mengenai persoalan yang menghantui PLN.
Politik dalam BUMN
Penentuan atas siapa-siapa saja yang menduduki kursi pimpinan perusahaan-perusahaan milik negara ditentukan oleh Menteri BUMN. Pasalnya, Rini sendiri sempat merombak direksi-direksi BUMN yang dianggapnya kurang kompeten, seperti perombakan direksi Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Garuda Indonesia pada tahun lalu yang ditengarai karena kinerja yang kurang memuaskan.
Dengan adanya kewenangan tersebut, pertanyaan mengenai peran Rini dalam persoalan PLN pun timbul. Dugaan atas ketidaksesuaian pemilihan pimpinan BUMN semakin mengerucut dengan adanya pernyataan Jokowi terkait perombakan petinggi-petinggi oleh menteri-menterinya yang mengimbau agar tidak dilakukan hingga Oktober 2019.
Rini sendiri kerap dikritik terkait oleh berbagai pihak mengenai manuver-manuver politiknya yang memanfaatkan perusahaan-perusahaan milik negara. Melalui perombakan-perombakan direksi yang dilakukannya, sang menteri ditengarai ingin mengamankan posisi politiknya.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said juga kerap menduga adanya intervensi politik yang dilakukan oleh Rini terhadap perusahaan-perusahaan milik negara. Dugaan ini kerap dilontarkannya, terutama terkait penentuan direksi bank BUMN dan kegiatan perayaan ulang tahun Kementerian BUMN.
Dugaan Said ini dapat dijelaskan melalui tulisan milik Indri Dwi Apriliyanti dan Stein Oluf Kristiansen dari University of Agder, Norwegia, yang berjudul The Logics of Political Business in State-owned Enterprises. Apriliyanti dan Kristiansen menjelaskan bahwa kolusi masih menghantui perusahaan-perusahaan milik negara di Indonesia.
Dalam tulisan tersebut, dijelaskan juga bahwa biasanya terdapat “penjaga gerbang” yang menentukan sosok-sosok yang dapat masuk dalam lingkaran kekuasaan dalam birokrasi dan BUMN. “Penjaga gerbang” ini bertugas menjaga “dinding tinggi” yang menutupi eksistensi kolusi tersebut.
Mungkin, menjadi asumtif apabila menuding Rini sebagai sosok “penjaga gerbang” yang melakukan intervensi politik terhadap PLN. Setidaknya, terdapat gambaran akan adanya bisnis politik yang menghantui berbagai perusahaan milik negara.
Apriliyanti dan Kristiansen juga menyinggung mengenai akibat dari adanya “penjaga gerbang” tersebut. Salah satunya adalah proses seleksi yang tidak didasarkan pada kompetensi atau merit.
Lagipula, latar belakang kompetensi bukanlah prasyarat utama Rini dalam memilih pimpinan BUMN. Bagi sang menteri, terdapat lima syarat lain yang penting. Salah satunya adalah kemampuan untuk membangun hubungan strategis dengan para pemangku kepentingan, entah apa kepentingannya.
Yang jelas, banyak pihak mempertanyakan kompetensi Plt Dirut Sripeni terkait pemadaman listrik massal. Seperti lirik rapper Saba di awal tulisan, inkompetensi tentu membawa konsekuensi-konsekuensi lainnya. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Mari lawan polusi udara Jakarta melalui tulisanmu. Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.