Ma’ruf Amin menyebut dirinya siap mengikuti debat Pilpres. Berbagai persiapan juga sudah dilakukan. Pasalnya debat Pilpres pertama punya dampak yang sangat besar.
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]emilu mensyaratkan satu hal untuk menjadi pemenang, yakni meraih suara sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai itu, banyak ragam cara yang bisa dilakukan. Mulai dari mengkampanyekan program, visi-misi, personalitas, hingga membuat narasi yang bisa memengaruhi persepsi publik.
Sayangnya, sejauh ini persoalan tersebut cenderung tidak maksimal dilakukan oleh dua pasangan calon Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kampanye keduanya oleh banyak pihak dianggap menjenuhkan. Narasi yang dibangun – baik untuk citra diri, maupun memojokkan pihak lain – tidak efektif memengaruhi publik.
Hal tersebut tergambar dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang menyebut elektabilitas kedua pasangan stagnan, dan angka undecided voters atau masyarakat yang belum menentukan pilihan masih tinggi.
Oleh karenanya, salah satu wadah yang bisa digunakan dengan baik di tengah minimnya gelora kampanye adalah panggung debat Pilpres. Kedua pasangan akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya sesuai dengan tema-tema yang sudah ditentukan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat jadwal terkait debat Pilpres yang sudah dikoordinasikan dengan tim dari masing-masing kubu. Rencananya debat akan berlangsung sebanyak lima kali dan diawali pada bulan Januari 2019.
Salah satu kontestan yang menjadi sorotan dalam debat kandidat adalah Ma’ruf Amin. Sebagai pasangan Jokowi, Ma’ruf kerap dipandang sebelah mata, seolah akan keteteran melawan Prabowo atau Sandi.
Meskipun demikian, Ma’ruf mengaku siap untuk melaksanakan debat sebab ia sudah sering berlatih dengan diskusi bersama tim debat maupun Tim Koalisi Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf.
Tentu saja debat kandidat ini akan berlangsung menarik. Selain adanya sosok Ma’ruf yang dinanti-nanti, juga debat kandidat tersebut akan menjadi salah satu penentu suara pemilih akan berlabuh ke mana.
Seolah menjadi momen penting untuk meraih simpati publik dan mengubah persepsi undecided voters, bagaimana debat kandidat pertama akan berlangsung?
Pentingnya Debat Perdana
Sebagai calon pembeli, kita tentu berhak mengetahui apa yang ingin kita beli. Kita perlu diyakinkan agar tidak salah pilih dalam membeli barang. Prinsip dasar dalam ekonomi ini juga berlaku dalam politik.
Sebagai pemilih, sudah menjadi hak kita untuk mengetahui calon pemimpin yang kelak menjadi eksekutor pemerintahan. Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah melalui debat terbuka.
Dalam hal ini, pemilih perlu mengetahui bagaimana pembawaan sang kandidat, jalan pikiran dan nilai yang ada, serta mengetahui seperti apa sisi personal kandidat tersebut.
Survei terakhir yang dilakukan oleh LSI Denny JA menyatakan ada sekitar 16,2 persen jumlah undecided voters dalam pilpres 2019. Diprediksi suara undecided voters ini akan menentukan hasil akhir dalam pemilihan nanti.
Sementara, bagi para kandidat, debat berfungsi sebagai ajang memperoleh suara, menguatkan suara yang ada, dan menegaskan bahwa dirinya memang pantas menjadi presiden atau wakil presiden.
Sidney Kraus dalam buku berjudul Winners of the First 1960 Televised Presidential Debate Between Kennedy and Nixon menyebut debat tidak hanya ditujukan untuk memberikan pendidikan politik pada publik, melainkan juga untuk memenangkan pemilihan. Artinya, secara praktis debat digunakan untuk “menjual diri” agar dipilih oleh masyarakat.
Lebih-lebih debat yang pertama menjadi hal yang penting dalam seluruh rangkaian debat dan memiliki makna mendalam. Profesor Ilmu Politik dari Universitas Wisconsin, Thomas Holbrook dalam bukunya berjudul Political Learning from Presidential Debates, menganggap bahwa pada debat pertama publik akan mendapatkan informasi awal yang berguna bagi preferensi mereka. Selain itu, pada debat pertama, kesan pertama terkait dengan kandidat akan terbentuk.
Di Amerika Serikat (AS) misalnya, debat pertama saat Pilpres 2016 lalu membawa keriuhan tersendiri. Dua belah pihak – baik Donald Trump maupun Hillary Clinton – saling klaim keunggulan sesaat setelah debat itu selesai. Bahkan debat yang berlangsung di Universitas Hofstra itu membangkitkan semangat mahasiswa dan ahli-ahli politik. Hal itu salah satunya disampaikan oleh Matthew Dallek dari George Washington University yang mengatakan bahwa debat saat itu menjadi peristiwa yang menentukan.
Dalam konteks Indonesia, mungkin sebagian besar masyarakat sudah mengetahui rekam jejak Jokowi maupun Prabowo karena mereka pernah bersua pada Pilpres 2014. Namun, dalam Pilpres kali ini seperti apa keduanya akan mengemas diri masing-masing.
Apalagi bagi Jokowi, setelah dirinya menjabat periode pertama, tentu ada janji yang belum dipenuhi selama ini. Oleh karena itu, penampilannya nanti akan menarik untuk ditunggu. Sementara bagi Prabowo, publik akan menanti gagasan-gagasan baru apa yang akan ia tawarkan.
Kemudian, pada posisi cawapres, baik Ma’ruf maupun Sandi sama-sama dinantikan untuk menyampaikan gagasan selaku calon orang nomor 2 di republik ini. Pertarungan ini juga akan menarik untuk melihat bagaimana Ma’ruf yang telah berusia kepala tujuh menghadapi Sandi yang jauh lebih muda.
Dramaturgi Kandidat Pilpres
Di dunia memang banyak orator ulung atau pendebat hebat. Indonesia sendiri pernah memiliki pendebat ulung dalam diri Soekarno. Sementara, di AS ada John F. Kennedy yang terkenal dengan ketegasannya atau Barrack Obama yang dipuji berkat cara-cara persuasifnya dalam memberikan pandangan.
Jika didalami, debat memiliki keterkaitan erat dengan sisi personalitas seseorang. Pendebat yang ulung biasanya bisa mengemas dirinya sedemikian rupa, sehingga memberikan kesan yang kuat terhadap publik.
Pencetus teori dramaturgi, Erving Goffman dalam bukunya The Presentation of Self in Everyday Life menilai bahwa semua orang memiliki kecenderungan untuk menyajikan gambaran atas dirinya saat melakukan interaksi.
Penyajian ini ditampilkan dengan pengelolaan kesan atau impression management, di mana orang tersebut menggunakan cara-cara untuk memupuk kesan tertentu. Ada beberapa atribut yang digunakan untuk menunjang cara itu, di antaranya dengan pakaian yang dikenakan, cara berjalan atau cara berbicara.
Dengan pendekatan dramaturgi ini dapat dilihat bagaimana Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo-Sandi akan mengemas diri mereka untuk memberikan keyakinan kepada pemilih. Penampilan ini juga termasuk gaya bicara, pengucapan istilah asing, intonasi, gestur, penampilan, usia serta ciri-ciri fisik lainnya.
Pasangan calon capres-cawapres siap curi panggung debat perdana. Share on XBagi Jokowi, debat kali ini memiliki arti penting sebagai laporan pencapaian dari hasil kerjanya selama ini. Dia juga perlu meyakinkan bahwa dengan pencapaian itu dirinya masih layak untuk dipilih. Selain itu, debat ini menjadi semacam taruhan terhadap komitmen yang selama ini dianggap sebagai ilusi kampanye.
Jika dilihat dari segi isu, debat ini akan menjadi tantangan berat bagi Jokowi. Sebab, dirinya harus bisa memberikan jawaban atas komitmennya dalam penegakan hukum, pemberantasan korupsi, serta isu-isu HAM yang menjadi prioritasnya tahun 2014.
Bahkan ada anggapan Jokowi malah menambah daftar pelanggaran HAM semasa kepemimpinannya, seperti kasus penggusuran di berbagai daerah, maupun kasus-kasus yang terjadi di Papua akhir-akhir ini.
Sementara, Ma’ruf Amin juga memiliki peran penting untuk menyumbang elektabilitas bagi pasangan ini. Selama ini – setidaknya dalam masa kampanye – ia kerap dinegasikan oleh berbagai kalangan. Bahkan dirinya disebut hanya menjadi beban pemberat bagi Jokowi, tiap kali Ma’ruf berkampanye elektabilitas mereka berdua malah menurun.
Tentu Ma’ruf bisa membalikkan anggapan tersebut melalui debat kandidat pertama ini. Ma’ruf harus menunjukkan impression engagement yang membentuk kesan positif di benak publik. Apalagi Ma’ruf menyebut jika dirinya siap dan sudah berlatih dengan TKN terkait debat yang akan berlangsung.
Sementara bagi Prabowo, debat perdana ini akan menjadi kunci terakhir untuk menuju kursi RI 1. Meski tema debat perdana adalah soal HAM, Prabowo dianggap sudah “kebal” dengan pandangan negatif yang selalu memojokkan dirinya dalam kontestasi sebelumnya.
Pada titik ini, Prabowo bisa merasa di atas angin. Prabowo juga mungkin perlu mengikuti cara Presiden AS, Ronald Reagan saat mendebat lawannya yang saat itu adalah petahana Jimmy Carter. Kala itu Reagan berkata: “Are you better off than you were four years ago?” ‘Apakah kamu (Jimmy) lebih baik dari empat tahun yang lalu?’
Kalimat ini sangat keras menghantam Jimmy sebab dalam konteks saat itu, ia sebagai petahana dianggap tidak menjalankan janji-janji kampanye sebelumnya. Pada akhirnya kalimat itu mengantarkan Reagan pada kemenangan.
Keunggulan Prabowo juga ada dalam diri kompanyonnya, Sandi yang secara penampilan cukup menjanjikan. Sandi dianggap dekat dengan kelompok milenial dan kalangan emak-emak, sehingga bisa menjadi modal positif dalam menghadapi debat.
Sandi memiliki pengalaman debat pada saat Pilkada DKI 2017 lalu. Sandi juga dianggap memiliki kreativitas mumpuni, sehingga bisa menjadi “kuda hitam” dalam panggung debat perdana.
Oleh karena itu, merujuk pada fakta-fakta di atas, bisa dikatakan bahwa debat perdana yang akan berlangsung pada 17 Januari 2019 mendatang akan berlangsung seru.
Dua belah pihak akan saling memperebutkan suara-suara yang selama ini ragu untuk menentukan pilihan, bahkan bisa jadi debat kandidat itu akan menyebabkan migrasi core voters atau pemilih inti dari masing-masing kubu.
Pertanyaanya, siapa yang akan menguasai panggung? Menarik untuk ditunggu. (A37)