HomeNalar PolitikManuver Tiongkok Bangun Militer di Indonesia

Manuver Tiongkok Bangun Militer di Indonesia

Laporan Pentagon Amerika Serikat (AS) ungkap bahwa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ingin membangun fasilitas logistik militer di berbagai negara, termasuk Indonesia. Mengapa negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping tersebut ingin membangun fasilitas logistik militer di Indonesia?


PinterPolitik.com

“I am the projector and you are the projection and I am always supreme” – Miguel, penyanyi R&B asal Amerika Serikat (AS)

Akhir-akhir ini, seri kartun buatan Nickelodeon yang berjudul Avatar: The Last Airbender (2005-2008) kembali ramai dibicarakan. Pasalnya, franchise kartun tersebut mulai tayang kembali di salah satu layanan streaming daring yang populer.

Saking ramainya, seri kartun tersebut menjadi salah satu seri yang paling banyak ditonton di layanan streaming tersebut. Meme terkait seri ini juga kembali bertebaran di dunia maya.

Bila diperhatikan kisahnya, Avatar: The Last Airbender (2005-2008) ini menceritakan adanya satu negara besar yang menyerang negara-negara lainnya. Negara itu adalah Negara Api.

Saking kuatnya, Negara Api ini memiliki banyak pasukan dan persenjataan di berbagai wilayah, termasuk di negara lain. Bahkan, armada lautnya merupakan salah satu yang terbaik di dunia tersebut.

Kekuatan militer Negara Api yang besar ini disebut-sebut sebagai upaya proyeksi kekuatan terhadap negara-negara lain. Selain itu, negara-negara lain mulai berjatuhan ke tangan negara yang dipimpin oleh Ozai tersebut.

Di dunia nyata, kekhawatiran akan adanya proyeksi kekuatan militer semacam ini sepertinya juga mulai timbul. Beberapa waktu lalu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) menyerahkan sebuah laporan mengenai militer dan strategi Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Dalam laporan itu, disebutkan bahwa Tiongkok yang kini dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tengah berupaya meningkatkan proyeksi kekuatannya. Seperti Negara Api, negara Tirai Bambu tersebut dinilai ingin menyebarkan kekuatan militernya di wilayah negara-negara lain.

Kabarnya, keinginan itu akan dilakukan dengan membangun fasilitas militer logistik di berbagai negara lain, khususnya negara-negara yang wilayahnya berada di sekitar Samudra Hindia. Tidak main-main, ketakutan juga ditunjukkan oleh AS.

Laporan itu menyebutkan bahwa tingkat proyeksi kekuatan Tiongkok tersebut – bila benar – dapat melampaui proyeksi kekuatan AS. Bahkan, dalam beberapa situasi, dapat menjadi lebih kuat dibandingkan negara Paman Sam yang kini dipimpin oleh Presiden Donald Trump.

Uniknya, salah satu negara yang menjadi tujuan pembangunan kekuatan militer Tiongkok tersebut adalah Indonesia. Diperhitungkannya Indonesia ini tentu memunculkan pertanyaan strategis mengenai apa yang diinginkan oleh Tiongkok.

Lantas, mengapa Tiongkok ingin membangun fasilitas militer di berbagai negara – khususnya di Indonesia? Kemudian, apa konsekuensi yang dapat timbul apabila rencana itu benar dilakukan?

Menilik Proyeksi Kekuatan

Apa yang ingin dilakukan Tiongkok berdasarkan laporan Pentagon ini bisa jadi merupakan upaya pembangunan proyeksi kekuatan. Bila rencana itu benar terwujud, bukan tidak mungkin negara Tirai Bambu tersebut memiliki pengaruh kekuatan yang luas.

Mark A. Gunzinger dalam tulisannya yang berjudul Power Projection menjelaskan bahwa power projection (proyeksi kekuatan) merupakan pengaplikasian kekuatan militer oleh otoritas komando nasional untuk mencapai tujuan politik tersembunyi di luar batas wilayah negara tersebut. Salah satu negara yang selama ini dikenal melakukannya adalah AS.

Baca juga :  Prabowo, the Game-master President?

Upaya proyeksi kekuatan ala AS sebenarnya telah dilakukan sejak lama – bahkan sejak peperangan antara AS dan Spanyol meletus. Melalui pembangunan proyeksi kekuatan, negara Paman Sam menjadi salah satu kekuatan proyeksi paling besar di belahan dunia Pasifik.

Pada tahun 1880-an, misalnya, Kongres AS menyetujui pembangunan kekuatan maritim. Hal ini didorong oleh apa yang disebut manifest destiny seiring dengan perkembangan kepentingan AS di berbagai bidang, termasuk di bidang ekonomi.

Gunzinger menyebutkan bahwa AS kala itu ingin mencari pasar baru di negara-negara berkembang. Salah satu contoh negara yang menjadi tempat pembangunan proyeksi kekuatan negara Paman Sam adalah Samoa – di mana AS membangun pelabuhan yang berfungsi untuk pengisian bahan bakar (batu bara) bagi kapal.

Bila AS melakukan penguatan proyeksi kekuatan di Pasifik pada tahun 1880-an karena kepentingan ekonomi, lantas, bagaimana dengan Tiongkok? Mungkinkah Tiongkok melakukan hal yang serupa?

Bisa jadi, berkaca dari apa yang dilakukan oleh AS pada tahun 1880-an, Tiongkok ingin membangun proyeksi kekuatan karena alasan ekonomi. Pasalnya, alasan negara Tirai Bambu tersebut membangun fasilitas militer adalah karena alasan investasi.

Dalam laporan yang diungkapkan oleh Pentagon, Tiongkok disebut ingin memberikan dukungan militer bagi investasi dan infrastruktur yang tengah dibangun di negara-negara di kawasan Samudra Hindia tersebut. Seperti yang telah diketahui, negara Tirai Bambu itu juga tengah menanamkan investasi berupa pembangunan infrastruktur di banyak negara.

Uniknya lagi, Tiongkok disebut telah memiliki perjanjian rahasia dengan Kamboja untuk menggunakan pangkalan militer yang ada di negara tersebut. Tiongkok sendiri merupakan investor terbesar di negara Asia Tenggara tersebut.

Berkaca pada apa yang dijelaskan oleh laporan tersebut, bukan tidak mungkin Tiongkok ingin mengamankan investasi juga di Indonesia. Pasalnya, meski banyak investasi dari negara Tirai Bambu tersebut, muncul juga sentimen negatif terhadap Tiongkok di Indonesia.

Bila benar begitu, bagaimana caranya Tiongkok dapat mengamankan investasi melalui proyeksi kekuatan di Indonesia? Apa konsekuensi lanjutan dari proyeksi kekuatan ini terhadap Indonesia?

Tiongkok Jadi Penjaga Malam?

Bukan tidak mungkin, dengan proyeksi kekuatan yang dimiliki, Tiongkok dapat menebarkan pengaruhnya pada negara-negara lain, termasuk Indonesia. Dengan kekuatan tersebut, negara yang dipimpin oleh Xi dapat menciptakan keteraturan tersendiri.

Tiongkok bisa saja menggunakan proyeksi kekuatannya untuk melakukan deterrence. Asumsi ini setidaknya dapat didasarkan pada tulisan Morgan P. Lohse yang berjudul From Power Projection to Power Protection.

Lohse – dengan mengutip John Joseph Mearsheimer – menjelaskan bahwa deterrence adalah upaya untuk melakukan persuasi terhadap negara lain agar negara tersebut tidak melakukan tindakan tertentu. Dalam tulisan tersebut, dijelaskan bahwa kekuatan militer dapat digunakan untuk melakukan deterrence.

Berkaca pada penjelasan Lohse, bisa jadi, Tiongkok ingin memiliki kapabilitas untuk melakukan deterrence terhadap negara-negara lain. Apalagi, negara tersebut memiliki sengketa wilayah dengan berbagai negara di Asia, seperti negara-negara Asia Tenggara dan India.

Baca juga :  Siasat Rahasia Prabowo-Sri Mulyani?

Namun, menariknya, keinginan proyeksi kekuatan Tiongkok ini bisa jadi memiliki dampak yang lebih besar terhadap Asia dan negara-negara di Samudra Hindia. Mengacu pada konsep yang dicetuskan oleh Mearsheimer dalam tulisannya yang berjudul Why is Europe Peaceful Today?, negara Tirai Bambu itu bisa saja ingin menjadi penjaga malam (night watchman) bagi Asia dan negara-negara di Samudra Hindia.

Konsep penjaga malam ini digunakan oleh Mearsheimer untuk menjelaskan posisi AS sebagai hegemon global di kawasan Eropa. Kehadiran AS dianggap telah menciptakan situasi damai dalam jangka panjang sejak Perang Dingin berakhir, yakni sekitar tahun 1989.

Salah satu alasan yang dijelaskan oleh Mearsheimer adalah penempatan sejumlah kekuatan militer AS di Eropa. Dengan begitu, titik imbang kekuatan kawasan jauh berada di tangan negara Paman Sam.

Selain itu, AS bertindak sebagai negara pasifis yang mencegah adanya pertempuran antarnegara Eropa. Peran negara Paman Sam inilah yang membuat negara tersebut bertindak layaknya seorang penjaga malam.

Setidaknya, bila proyeksi kekuatan Tiongkok dapat terbangun dengan baik di Asia dan negara-negara Samudra Hindia, negara tersebut bisa saja mengambil peran sebagai penjaga malam. Alhasil, negara Tirai Bambu tersebut dapat menerapkan keteraturan (order) yang diinginkannya.

Persoalannya, AS dan Tiongkok memiliki tendensi keteraturan yang berbeda. Hal ini dijelaskan oleh Mearsheimer dalam tulisannya yang berjudul Bound to Fail.

Setidaknya, Mearsheimer menjelaskan bahwa keteraturan ala AS masih mendorong nilai-nilai demokratis dan kebebasan, seperti hak asasi manusia. Di sisi lain, Tiongkok lebih bersifat pragmatis – selama kepentingannya terpenuhi.

Lantas, bagaimana dampaknya apabila Tiongkok benar menerapkan keteraturannya melalui proyeksi kekuatannya? Apa yang dapat terjadi pada Indonesia?

Bayangi Indonesia?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bila Tiongkok mencapai status penjaga malam di Asia dan Samudra Hindia, negara-negara lain – termasuk Indonesia – bisa saja harus dihantui oleh keteraturan yang diterapkan negara tersebut. Belum lagi, Indonesia akan dihantui oleh deterrence yang bisa saja diterapkan negara Tirai Bambu tersebut.

Indonesia bukan tidak mungkin akan kehilangan fleksibilitas dalam menjalankan politik luar negerinya. Pasalnya, Indonesia dna Tiongkok sendiri masih memiliki banyak kepentingan nasional yang berbeda – seperti situasi sengketa di Laut China Selatan (LCS).

Apalagi, pragmatisme Tiongkok bisa saja semakin menekan posisi Indonesia di masa mendatang. Belum lagi, keteraturan ala negara Tirai Bambu ini disebut-sebut turut menyebarkan nilai-nilai pemerintahan yang otoritarian kepada negara-negara lain.

Namun, tentu saja, gambaran kemungkinan ini belum tentu benar. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sendiri mengatakan bahwa politik luar negeri Indonesia melarang adanya aliansi atau pembangunan pangkalan militer asing.

Tiongkok sendiri belum sepenuhnya mencapai proyeksi kekuatan yang besar di Asia – dengan besarnya kehadiran militer AS di LCS. Meski begitu, bila negara Tirai Bambu itu berhasil, bukan tidak mungkin Indonesia juga harus menyiapkan strategi tertentu. Mari kita nantikan saja kelanjutannya. (A43)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?