Selama ini Papua memang dianggap sebelah mata, orang hanya mengetahui bahwa Papua adalah tanah kaya. Indonesia harus melihat Papua secara utuh, karena masih banyak ketidakadilan, kemiskinan dan pelanggaran HAM didalamnya.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]P[/dropcap]residen Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi menunjukan keseriusannya untuk membangun tanah Cendrawasih. Komitmen Jokowi untuk membangun Papua mendapatkan apresiasi dari para anggota Dewan Rakyat Papua (DPRP). Salah satunya adalah Ketua Dewan DPRP, Yunus Wonda yang mengapresiasi kinerja Jokowi, ia menilai Jokowi telah menunjukkan keseriusan untuk mempercepat pembangunan di Papua.
“Sebagai pimpinan DPRP saya menyampaikan apresiasi yang besar kepada Presiden, yang telah memberikan perhatian besar bagi Papua,” kata Yunus, di Jayapura, Minggu (14/5).
Sebelumnya, Jokowi dan rombongannya yang terdiri dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono, pejabat dari PUPR seperti, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, juga para pejabat PUPR seperti Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA) Imam Santoso, Dirjen Cipta Karya Sri Hartoyo, Dirjen Penyediaan Perumahan Syarief Burhanuddin, Kepala Badan Penelitian Danis H. Sumadilaga, Direktur Pembangunan Jalan Ditjen Bina Marga Achmad Ghani Ghazaly dan Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S.Atmawidjaja datang mengunjungi papua untuk menjajal Jalan Trans Papua di Danau Habema, Jayawijaya pada Rabu (10/5).
“Tadi kami coba jalan yang sudah aspal dan yang belum diaspal supaya masyarakat di seluruh Tanah Air tahu betapa sulitnya membangun jalan di Papua. Bukan susah. Sangat sulit sekali. Tanahnya bergunung-gunung,” ungkap Jokowi setelah menjajal ruas Trans Papua.
Adapun ruas yang disusuri Jokowi merupakan bagian dari segmen 5 Trans Papua yaitu Ruas Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu memiliki panjang 284,3 km, pada 2016 lalu berhasil ditembus. Untuk menembus Kementerian PUPR bekerjasama dengan TNI. Kerja sama dengan TNI itu sendiri mengingat medan pembangunan yang berada di ketinggian 3.200 meter di atas permukaan laut.
Jokowi juga menambahkan bahwa jalur Trans Papua saja tidak cukup untuk menghubungkan Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Asmat. Jokowi juga sudah membangun 35 jembatan dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya hingga ke Agats di Kabupaten Asmat. Dari 35 jembatan yang sudah direncanakan, 15 diantaranya sedang dalam proses pengerjaan.
Sudah dua hari Jokowi berada di Papua, sebelumnya ia habis meresmikan Pembangkit Listik Tenaga Uap (PLTU) Holtekam dan pos perbatasan lintas negara Skouw, juga sekaligus meninjau dan bertemu langsung dengan warga di Pasar Mama Mama di Jayapura.
Tidak hanya Papua, perhatian Jokowi terhadap wilayah bagian timur Indonesia yang lain juga sangat besar. Jadi, selain Papua, Jokowi fokus memandati dan mendatangi langsung wilayah NTT, Maluku, Maluku Utara, dan wilayah lain yang selama ini masih sangat minim pembangunan infrastrukturnya. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi ini semata-mata untuk merealisasikan janji pada masa kampanye dulu dalam ajang Pilpres. Presiden Jokowi bertekad untuk wujudkan keadilan sosial bagi rakyat di Indonesia Bagian Timur.
Benarkah Jokowi Membangun Papua?
Memiliki wilayah di ujung timur Indonesia membuat Papua tidak terlalu tersentuh selama beberapa dekade. Dengan jumlah penduduk asli Papua sekitar 73,57 persen (2.121.436 jiwa) dan jumlah pendatang 22,84 persen (658.708 jiwa) membuat Papua seharusnya bisa berkembang, tentunya harus dibantu dengan campur tangan pemerintah pusat untuk perkembangannya.
Untuk itu Jokowi menaruh perhatian besar untuk provinsi Papua. Selama berkampanye pun ia sudah berjanji untuk membangun Papua dan membantu membuat provinsi tersebut berkembang. Untuk membuktikan janjinya tersebut, terbukti ia hingga saat ini sudah 5 kali berkunjung ke Papua. Jumlah tersebut adalah jumlah terbanyak seorang presiden Indonesia berkunjung ke provinsi paling ujung timur Indonesia ini.
Selama berkunjung, Jokowi pun langsung melakukan perubahan besar-besaran untuk Papua. Bahkan total APBN yang dikucurkan untuk membangun infrastruktur di Papua dan Papua Barat tahun 2017 adalah sebesar Rp 7,61 triliun, belum termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp 2,18 triliun.
Akan tetapi, walaupun dana yang dikucurkan cukup besar ternyata belum mampu melakukan pembangunan secara menyeluruh. Hal tersebut dikarenakan kondisi alam yang ekstrem dan wilayah geografis yang mayoritas pegunungan tinggi, membuat ada beberapa daerah yang sulit dijangkau. Walaupun begitu, pembangunan infrastruktur Papua dan Papua Barat akan terus didorong guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun berbagai kendala tersebut tidak meluluhkan tekad Jokowi untuk membangun Papua. Selama hampir tiga tahun menjabat, ia sudah melakukan beberapa perubahan di Papua. Beberapanya adalah,
Apakah hanya Jokowi saja yang mempunyai kesan bagi warga Papua? Jangan lupakan perjuangan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mendekati hati warga Papua.
Antara Filep Karma, Jokowi dan Gusdur
Dari semua Presiden Indonesia, hanya ada dua presiden yang rutin berkunjung ke Papua, mereka adalah Jokowi dan Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Apa yang Jokowi katakan untuk wujudkan keadilan sosial bagi rakyat papua. Sama seperti yang Gus Dur lakukan yaitu ingin memanusiakan warga Papua.
Untuk meredakan pemberontakan terjadi, pada 1 Januari 2000 Gus Dur mengembalikan nama Papua sekaligus menyetujui simbol kultural bendera Bintang Kejora dikibarkan. Perubahan dari Irian ke Papua tentu bukan sekadar perubahan nama. Di balik itu ada pengakuan terhadap martabat dan mengembalikan kebanggaan daerah (etnik). Jika Papua bangga setidaknya akan mudah untuk berdialog.
Pada tanggal yang sama, Gus Dur juga memberlakukan status Otonomi Khusus Papua. Meski kebijakan tak berjalan mulus, antara lain karena gelontoran dana dari Jakarta tak mampu mensejahterakan rakyat Papua. Otsus seolah hanya ‘dinikmati’ elit Papua dan Jakarta membiarkan itu semua. Jadi apa yang semula ditargetkan menjadi salah arah sasaran.
Selama ini Papua memang dianggap sebelah mata, orang hanya mengetahui bahwa Papua adalah tanah kaya, kaya akan sumber daya alamnya yang menghasilkan pemandangan indah nan alami dan ribuan ton emas dari perut bumi. Indonesia harus melihat Papua secara utuh, karena masih banyak ketidakadilan, kemiskinan, pelanggaran HAM didalamnya.
Masih ingat tentang kejadian pembakaran masjid di Tolikara pada saat Idul Fitri pada tahun 2015 lalu, lalu kasus peristiwa Wasior pada tahun 2001 dimana aparat Brimob melakukan penyerbuan di Desa Wonosobi, Manokwari. aparat setempat melakukan pencarian pelaku, terjadi tindak kekerasan berupa penyiksaan, pembunuhan, penghilangan secara paksa hingga perampasan kemerdekaan di Wasior. Tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang dan 39 orang disiksa.
Lalu ada lagi peristiwa Wamena pada tahun 2003, masyarakat sipil Papua sedang mengadakan Hari Raya Paskah namun masyarakat setempat dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung. Penyisiran dilakukan akibat sekelompok massa tak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini menewaskan dua anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata) dan satu orang luka berat, serta masih banyak lagi lainnya.
Semua kasus tersebut seakan hilang begitu saja tanpa diungkit kembali, namun jika yang dipermasalahkan itu tentang kekayaan alam Papua, baru seluruh warga Indonesia mulai gelisah. Pemerintah dan masyarakat Indonesia umumnya melihat Papua karena alamnya yang kaya, bukan karena manusianya. Karena banyak terjadi pelanggaran HAM di Papua, akan tetapi sedikit yang diselesaikan.
Cara memandang sebagian orang Indonesia seakan tak jauh beda dengan Belanda saat menjajah Indonesia. Karena penjajah hanya peduli dengan kekayaan alam, tanpa perduli dengan manusianya.
Karena kecewaan tersebut, mantan tahanan politik sekaligus tokoh pro kemerdekaan Papua, Filep Karma, mengatakan kebijakan Presiden Jokowi yang mempercepat pembangunan infrastruktur di Papua dan mengedepankan pendekatan lunak terhadap persoalan politik di Papua, bukanlah untuk kepentingan masyarakat Papua.
Walaupun ia sudah mendapatkan grasi bebas dari Jokowi namun ideologinya tidak berubah, Filep Karma dan sebagian besar anggota OPM menilai bahwa selama bersama Indonesia, warga Papua merasa diperlakukan secara diskriminatif dan rasialis.
Bahkan Filep Karma pun tidak percaya dengan pemerintah Indonesia walaupun kepala daerah Papua saat ini sudah dipimpin oleh putera daerah Papua. Karena menurutnya, walaupun orang Papua menjadi bupati, namun hidupnya dalam tekanan, karena mereka selalu dimintai uang oleh Komandan Kodim atau Kapolres disana.
Dengan banyaknya kerumitan dalam mengurus Papua ini, apakah Jokowi mampu meredakan konflik dan membuat seluruh warga Papua tetap bertahan untuk setia dengan NKRI? Ataukah kebaikannya selama ini hanya sebagai tabungan suara untuk menuju pilpres 2019 nanti? Berikan pendapatmu. (A15)