HomeNalar PolitikMahfud MD, Cak Imin dan PKB

Mahfud MD, Cak Imin dan PKB

Jelang pengumuman cawapres, PBNU seperti terbelah.


PinterPolitik.com

[dropcap]R[/dropcap]ibut-ribut soal cawapres tampaknya akan berakhir ketika muncul dua nama yang akan mendampingi Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Kedua nama kandidat cawapres itu adalah Mahfud MD dan Sandiaga Uno.

Kendati demikian, kedua nama itupun menuai protes dari berbagai kalangan, dari kubu Partai Demokrat (PD) misalnya tampak tak menerima Prabowo memilih Sandiaga Uno, sementara di kalangan PBNU pun berpotensi pecah lantaran nama kandidat cawapres yang mereka usung tidak muncul sebagai pilihan Jokowi.

Bahkan, belakangan yang muncul dari Ketua Umum PBNU, Said Aqil yang mengatakan Mahfud MD selama ini bukanlah kader NU. Namun dirinya tak mengeluarkan pernyataan yang benar-benar bermasalah. Sementara, pendapat yang lebih mengandung polemik datang dari Robikin Emhas yang bilang, jika cawapres Jokowi tidak berasal dari kader NU, maka warga Nahdliyin tidak memiliki tanggung jawab moral untuk menyukseskannya.

Pernyataan Emhas, seakan memberi sinyal, bahwa NU siap untuk terlibat dalam Pilpres 2019, meskipun aturan organisasi tersebut tidak berkata demikian. Tentu, secara politik dukungan mereka cenderung lebih besar ke Muhamin Iskandar (PKB) ketimbang Mahfud MD.

Pendapat ini berbeda dengan putri Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, yang menilai bahwa kalangan akar rumput NU sangat gembira jika Mahfud MD dapat mendampingi Jokowi di Pilpres 2019. Dia bahkan menegaskan ke-NU-an Mahfud tidak perlu lagi diragukan.

Dari dua pendapat di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan pendapat antara kader NU di level elite dan akar rumput. Artinya, situasi ini berpotensi memecah belah kader-kader NU dalam konteks Pilpres 2019. Mungkin saja, sebagian kader NU kecewa ketika nama Muhaimin Iskandar tidak muncul sebagai cawapres Jokowi.

Seperti diketahui, Muhaimin Iskandar selama ini getol untuk mengkampanyekan dirinya agar dapat dipilih Joko Widodo.Mantan aktivis PMII ini sebelumnya telah mendeklarasikan JOIN (Jokowi-Cak Imin) dan beberapa kali kerap mengeluarkan pernyataan yang penuh percaya diri, seakan Jokowi sudah pasti memilihnya sebagai kandidat cawapres.

Tapi sayang, usaha Cak Imin tampak kandas, kandidat cawapres Jokowi lebih mengarah pada Mahfud MD. Memang, Mahfud memiliki track record yang jauh lebih matang dibandingkan Cak Imin, dia juga dianggap sebagai salah satu tokoh yang bersih sehingga dapat meminimalisir potensi isu miring yang dapat mengurangi kemenangan Joko Widodo.

Sementara, Cak Imin tentu tidak, dia memiliki catatan buruk selama menjabat sebagai menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi (Menakertrans) dan disinyalir pernah menerima duit panas.

Dari segi elektabilitas pun, berbagai survei menunjukan sosok Cak Imin kurang diminati masyarakat Indonesia, tak salah jika elektabilitasnya selalu jeblok dibandingkan kandidat lain. Dia kandangnya sendiri, popularitasnya bahkan kalah dibandingkan AHY sebagai pemain baru dalam kancah politik nasional.

Baca juga :  Babe Haikal Benar Apa Betul?

Memang, agak ahistoris ketika para elit NU memisahkan Mahfud MD dengan NU. Berdasarkan catatan, Mahfud pernah memegang jabatan inti dalam tubuh NU. Dia pernah menjabat Ketua Dewan Kehormatan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sejak 2012 hingga sekarang.

Dia juga pernah menjadi Dewan Ahli Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Tahun 2015 hingga 2020, sekaligus pendiri PMII di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada 1995. PMII selama ini merupakan organisasi yang secara politik dekat dengan PKB.

Lantas, apakah elit-elit PBNU akan tetap ngotot untuk mencalonkan Cak Imin atau kandidat lain yang berasal kader tulen NU?  Jika iya, apakah ada potensi terjadi perpecahan di tubuh NU dan PKB dalam merespons Pilpres 2019?

Perpecahan dalam tubuh NU memang pernah terjadi dan itu disebabkan oleh ulah Cak Imin untuk dapat menjadi orang nomor satu di PKB. Meskipun, NU dan PKB itu adalah dua organisasi berbeda tapi secara politik, saluran politik mereka diwakili oleh partai berlambang bola dunia itu.

Konflik Cak Imin Gus Dur

Konflik antara Cak Imin dan Gus Dur pernah terjadi pada 2008. Konflik itu dipicu ketika Cak Imin berupaya untuk melengserkan posisi Gus Dur sebagai ketua umum PKB hingga akhirnya terjadi perpecahan di tubuh PKB.

Bukti niat Cak Imin untuk melengserkan Gus Dur dapat dilihat ketika majalah Gatra menerbitkan sebuah dokumen yang berisi rencana penggulingan Gus Dur yang ingin dilakukan oleh gerbong Cak Imin. Sejak itu pula, hubungan antara Cak Imin dan keluarga Gus Dur makin tak menentu, terutama dalam konteks politik.

Faktanya, Gus Dur pernah mengirimkan surat kepada Cak Imin pada tanggal 3 November 2008 yang meminta kepada Cak Imin untuk tidak menggunakan atribut Gus Dur sebagai simbol kampanye politik. Tindakan Cak Imin ketika itu memang banyak membuat pendukung Gus Dur kecewa, terutama anak-anak Gus Dur.

Hal itu dapat dilihat ketika Cak Imin membuat sebuh konsep tentang Sudurisme (Soekarno dan Gus Dur), yang bertujuan untuk menyatukan kalangan nasionalis dan Islam. Tapi, gagasan itu tampaknya tak dapat mendamaikan konflik yang terjadi. Bahkan, mendapat penolakan dari anak-anak Gus Dur.

Oleh sebab itu, tak heran jika Yenny Wahid seperti yang disebutkan di atas lebih condong kepada Mahfud daripada Cak Imin. Selain itu, tentu pengikut Gus Dur yang berada di tubuh PKB lebih memilih untuk bersepakat dengan Yenny. Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh hubungan baik antara Gus Dur dan Mahfud.

Baca juga :  Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Jika dilihat hubungan keduanya, Mahfud memang dianggap oleh Gus Dur sebagai sosok yang cerdas. Hal itu dapat dilihat ketika tawaran Gus Dur kepada Mahfud untuk menjadi Menteri Pertahanan di saat Gus Dur menjadi Presiden.

Tapi, potensi terjadinya pecah dalam tubuh partai ini kembali terjadi jika melihat beberapa isu yang muncul belakangan ini terkait dukungan untuk Mahfud MD.

Potensi Terbelah

Beda pendapat dalam tubuh partai adalah hal lazim, apalagi dalam sebuah sistem negara demokrasi. Tapi, dalam konteks ini apakah Cak Imin, sebagai ketua partai dan dibesarkan dalam lingkungan NU rela mendukung Mahfud? Jika dilihat latar belakang keduanya, harusnya tak perlu ada konflik, apalagi mereka sama-sama merupakan tokoh yang dibesarkan oleh kultur NU.

Tapi ini semua tergantung Cak Imin, maklum dirinya pasti kecewa dengan Jokowi, yang selama ini seperti memberikan harapan kepadanya untuk berduet. Jika Cak Imin tak setuju, tentu potensi terbelah dukungan dalam tubuh partai ini akan terjadi. Hal itu mungkin saja, karena pendiri partai seperti Gus Dur saja dilawan apalagi hanya Mahfud MD. Alhasil, yang perlu dilakukan kedua belah pihak adalah melakukan komunikasi untuk meredam konflik supaya tak menjadi panjang.

Komunikasi memang penting, menurut Joyce Hocker dalam buku “Interpersonal Conflict”  bahwa konflik bisa diselesaikan dengan komunikasi antara kedua belah pihak, karena seringkali konflik itu disebabkan oleh perbedaan pendapat dan salah paham.  Dalam konteks ini, Cak Imin kemungkinan memiliki perbedaan pendapat Mahfud.

Secara spesifik, Greg Fealy dari National University of Australia, pernah menyebutkan bahwa NU belakangan menjadi semakin partisan. NU dan PKB menjadi semakin dekat pasca Pemilu 2014 karena Cak Imin dan PKB disebutkan dapat mengamankan pendanaan bagi aktivitas sosial dan agama NU. Oleh karena itu, aspirasi politik NU dapat dikatakan tergantung pada aspirasi PKB dan Cak Imin.

Maka, bisa saja ketika PBNU meributkan nama Mahfud MD sebagai kader NU, ada pengaruh dari aspirasi Cak Imin. Historinya yang panjang dengan Mahfud dan Gus Dur menjadi latar belakang kondisi tersebut.

Akhirnya, semoga NU tidak terbelah. Peran Cak Imin dalam menyikapi cawapres Jokowi menjadi krusial. Sikapnya amat ditunggu untuk melihat kemana NU berlabuh. Apalagi, kader NU yang lain, Ma’ruf Amin yang kini dipilih Jokowi. (A34)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

KPK telah memulai penyelidikan terhadap LHKPN milik Kajati Sumsel Sarjono Turin karena diduga tidak jujur

PinterPolitik - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyoroti Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Selatan (Sumsel) Sarjono Turin. KPK...

Ma’ruf Amin dan Isu Integritas

Ma’ruf Amin secara resmi telah ditetapkan sebagai kandidat cawapres Joko Widodo. Sontak, masa lalu sang kiai kembali dibahas di media sosial. PinterPolitik.com Ma’ruf Amin, pria berusia...

PAN, Politik Bunglon?

Pertemuan Zulkifli Hasan dengan Jokowi, membuat arah politik PAN makin tidak jelas, apakah partai ini akan berpihak pada Prabowo atau Jokowi? PinterPolitik.com Mungkin, bulan ini adalah...