Site icon PinterPolitik.com

Luhut ‘Kunci’ Kekuasaan Jokowi?

Luhut ‘Kunci’ Kekuasaan Jokowi?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bersama dengan Presiden Joko Widodo (Foto: ANTARA)

Sosok Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) menjadi perhatian utama dalam periode kedua pemerintahan Jokowi. Banyaknya posisi serta jabatan penting yang dipegang Luhut membuatnya mendapatkan julukan “menteri segala urusan” hingga “orang terdekat Jokowi”. Berangkat dari hal tersebut, benarkah bahwa seorang Luhut merupakan kunci dari kekuasaan Jokowi saat ini?


PinterPolitik.com

“Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a men’s character, give him power”.

::Abraham Lincoln::

Belakangan ini sosok Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menjadi sorotan, mulai dari isu penundaan Pemilu serentak 2024 hingga keputusannya menghapus syarat negatif PCR ataupun rapid test bagi pelaku perjalanan domestik menjadi pembicaraan arus utama pada sepekan ke belakang.

Menko Marves disibukkan oleh dua pekerjaan utama yang diberikan kepadanya. Pekerjaan seperti mengurusi proyek kerja sama dan investasi asing bagi percepatan proyek pembangunan ibu kota negara baru dan menjadi Koordinator PPKM Darurat untuk Pulau Jawa dan Bali menjadi tanggung jawab yang diemban Luhut saat ini.

Bukan tanpa alasan, dua tugas Luhut tersebut menjadi fokus utama yang digiatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini di tengah pandemi COVID-19.

Dilansir dari situs Menpan RB, terdapat 5 prioritas kerja Presiden di masa kedua kepemimpinannya. Dua di antaranya adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan membuka keran investasi seluas-luasnya guna menambah lapangan kerja.

Sejalan dengan itu, banyak proyek pemerintahan era Jokowi yang menjadi prioritas utama diamanatkan kepada Luhut. Sang Menko Marves seakan menjadi menteri dalam kabinet yang paling dipercaya oleh Jokowi.

Menurut berbagai pihak, Luhut menjadi orang terdekat Jokowi yang memainkan peranan sentral dalam mengurusi berbagai program kerja, serta kebijakan strategis yang dicanangkan pemerintahan Jokowi.

Tentu menjadi perhatian terkait kedekatan Jokowi dengan Luhut. Untuk itu, terdapat pertanyaan yang dapat diajukan, bagaimana asal-usul serta pengaruh kedekatan Luhut-Jokowi dalam konteks kekuasaan?

Luhut dalam Relasi-Kekuasaan

Sosok Luhut Binsar Pandjaitan tentu bukanlah nama baru dalam catur perpolitikan nasional. Tokoh politik yang berlatarbelakang militer dengan lulusan terbaik akmil angkatan 1970 ini tidak hanya berkecimpung dalam dunia politik-pemerintahan, namun juga dalam bidang bisnis.

Pasca non-aktif dari militer serta lengsernya Soeharto, Luhut ditarik ke dalam dunia pemerintahan. Awal karier Luhut dalam pemerintahan ditandai dengan menjadi Duta Besar Indonesia untuk Singapura selama setahun pada era Habibie. Setelah itu, Luhut diangkat menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Gus Dur.

Setelah tidak menjabat sebagai menteri, Luhut mulai merintis bisnis dengan mendirikan PT Toba Sejahtera Group, yang bergerak di sektor pertambangan batu bara. Ia juga terjun ke dunia politik dan tercatat pernah bergabung dengan Partai Golkar – era kepemimpinan Akbar Tanjung – dan menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan.

Menurut Aaron L Connelly dalam tulisannya Indonesian Foreign Policy Under President Jokowi, pertemuan Luhut dengan Jokowi terjadi pada tahun 2008. Saat itu, Luhut tengah mencari pihak yang dapat mengubah kayu mentah dari konsesi hutannya di Kalimantan menjadi produk jadi. Seorang kenalan kemudian memperkenalkannya dengan Jokowi, pengekspor furnitur yang baru terpilih sebagai Wali Kota Solo.

Menurut Connelly, itu lah awal hubungan dekat keduanya. Sejak itu, Luhut disebut banyak membantu karier politik Jokowi.

Hubungan Luhut-Jokowi terlihat intens setelah Jokowi maju bersama Jusuf Kalla (JK) pada Pilpres 2014. Menariknya, Luhut yang saat itu berposisi sebagai “orang Golkar” yang seharusnya mendukung pasangan Prabowo-Hatta, justru menaruh dukungan kepada Jokowi. Luhut juga masuk ke dalam daftar tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.

Jokowi yang akhirnya keluar sebagai pemenang kala itu mengajak Luhut masuk ke dalam susunan pemerintahannya dan memberikan jabatan Kepala Staf Kepresidenan pada Desember 2014. Tidak lama berselang, ketika pengumuman reshuffle kabinet I kala itu, Luhut dipercayakan sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) pada 2015-2016.

Pada reshuffle tahun 2016, Jokowi kembali mempercayakan posisi penting kepada Luhut, yaitu sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) hingga 2019.

Pada periode kedua, Jokowi semakin terlihat memberikan posisi penitng kepada Luhut. Mulai dari Menko Marves (2019-sekarang), jabatan ad interim sebagai Menteri Perhubungan dan juga Menteri Kelautan dan Perikanan, hingga berperan sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).

Di tengah proyek pembangunan IKN, Luhut juga disebut menjadi orang kepercayaan Jokowi dalam mencari investasi asing, mulai dari Arab Saudi, UEA, hingga Tiongkok. Posisi-posisi strategis yang diisi oleh Luhut sekiranya menjadikan beliau sebagai seorang aktor politik-pemerintahan yang memiliki kekuasaan yang besar.

Melihat konteks Luhut dalam pusaran pemerintahan Jokowi dapat dikaitkan dengan perspektif kekuasaan. Jika berkaca pada pemikir seperti Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, kekuasaan dapat berarti pola hubungan di mana seseorang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pemberi kuasa.

Akademisi politik lainnya, seperti Ramlan Surbakti juga melengkapi konsepsi terhadap kekuasaan. Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik menyebutkan sumber kekuasaan pada umumnya dapat berupa ekonomi, jabatan, keahlian, status sosial, dan popularitas pribadi.

Banyak akademisi politik yang mengatakan kekuasaan sejalan dengan pengaruh. Ketika seseorang berkuasa, ia secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh kepada orang yang dituju. Well, apakah Luhut memiliki karakteristik minimal dari kekuasaan itu sendiri?

Berkaca pada rekam jejak seorang Luhut, ia dapat diklaim sebagai orang yang berkuasa. Kekuasaan yang ada pada Luhut tidak hanya bersifat formal – seperti jabatan menteri dan jabatan lain setingkat menteri – namun juga informal, yang berasal dari aspek sumber daya ekonomi dan kepemilikan bisnis.

Muncul pertanyaan lanjutan, apakah terdapat maksud dan tujuan lain di balik kekuasaan yang diberikan Jokowi kepada Luhut?

Luhut is the Key?

Margaret Levi & Laura Stoker dalam tulisannya yang berjudul Political Trust and Trustworthiness menjelaskan bahwa suatu “kepercayaan” berada pada ikatan relasional. Ketika terdapat dorongan dari satu individu untuk memberikan atribut yang dapat dipercaya, ia berusaha meyakinkan calon pemberi kepercayaan bahwa ia tidak akan mengkhianati kepercayaan yang akan diberikan.

Dengan demikian, dengan bertambahnya posisi yang diberikan Jokowi ke Luhut, mungkin dapat disimpulkan bahwa Luhut telah bekerja secara memuaskan. ini kemudian menjawab mengapa Luhut lagi yang diberikan kepercayaan pada proyek strategis yang akan menjadi legacy Jokowi.

Jokowi dan Luhut juga terlihat memiliki persepsi yang mana, di mana ini terlihat pada Omnibus Law UU Ciptaker yang disahkan pada 2020 silam. Keduanya sepakat UU Ciptaker akan mendorong efisiensi regulasi, serta menyederhanakan aturan yang dinilai tumpang tindih. Luhut mengklaim, UU tersebut akan menjawab keraguan para investor ketika ingin menanamkan modal di Indonesia.

Kemudian, pada pembangunan IKN di Kalimantan Timur, Luhut menjadi orang yang diutus oleh Jokowi untuk melobi investor asing guna berkontribusi di dalam proyek pembangunan tersebut. Disebutkan, Luhut turun tangan dalam melakukan hubungan kerja sama dan negosiasi ke Uni Emirat Arab hingga Arab Saudi guna mencari pendaaan bagi pembangunan IKN Baru.

Dengan banyaknya posisi dan tugas yang dijalankan Luhut dinilai sebagai bentuk kepuasan Jokowi terhadapnya. Seperti yang dikatakan pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio (Hensat), Luhut memiliki kapabilitas lebih dalam konteks ide dan pemikiran ketimbang menteri yang lainnya. Hesat menilai, ketika Luhut diberikan tugas tambahan oleh Jokowi, hal itu merupakan salah satu bentuk kepercayaan Jokowi kepadanya.

Dapat kita lihat bahwa posisi Luhut sampai saat ini vital dalam pemerintahan Jokowi. Masih tersisa dua tahun lagi bagi Jokowi dalam mengakhiri masa jabatannya. Apakah kepercayaan terhadap Luhut dalam pusaran kekuasaan Jokowi akan bertahan sampai akhir periode?

Well, menarik untuk melihat kelanjutan fenomena hubungan “dua sekawan” tersebut. (Y79)

Exit mobile version