Haji Lulung jadi berita lagi, kabarnya ia dipecat dari PPP karena mendukung paslon Anies-Sandi. Mantan preman Tanah Abang ini, sepertinya memang memiliki hubungan “putus sambung” dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama atau Ahok.
pinterpolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]osok Abraham Lunggana atau Haji Lulung sepertinya selalu menuai kontroversi. Terhitung sejak Senin (13/3), kader terbaik Partai PPP DKI Jakarta ini resmi dipecat sebagai Ketua Dewan Pemimpin Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) DKI Jakarta. Gara-garanya, Lulung mendukung pasangan calon Anies-Sandi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Keputusannya ini dianggap melanggar AD/ART, karena partainya lebih pro ke pasangan Ahok-Djarot.
Saat ini, PPP memang masih disibukkan dengan adanya dualisme internal partai. Sekertaris Jenderal PPP kubu Djan, Dimyati Natakusuma mengatakan kalau dukungan ke Ahok-Djarot adalah untuk membuktikan kalau Islam merupakan agama yang memperjuangkan kepentingan semua golongan. Namun PPP kubu Romahurmuziy atau Romi berpendapat, kalau dilihat dari idealisme partai, PPP seharusnya membela paslon dari golongan muslim.
Pendapat yang sama juga dinyatakan Lulung. Ia mendukung Anies-Sandi karena ingin membela umat, karena umatlah yang telah memilihnya untuk duduk di kursi DPRD DKI. Partai PPP adalah wakil dari anggotanya yang berjumlah hampir satu juta orang. Oleh karena itu, adalah tugas utama partai untuk membela aspirasi umat. Prinsip itulah yang membuat Lulung berani berseberangan dengan partai.
“Saya tidak bisa mengikuti keputusan partai dan saya bilang, saya menghormati keputusan partai itu. Kalau saya tidak menjalankan keputusan partai, karena saya membela umat di Jakarta. Karena ada umat suaranya hampir satu juta memilih PPP, makanya PPP pada tahun 2014 itu mendapat suara 10 kursi DPRD DKI dan tiga DPR RI. Salah saya ngebela umat? Orang umat bela kita masa kita nggak konsisten bela umat.”
Lulung mengaku tidak ambil pusing dengan pemecatan tersebut, karena masih ada umat yang mendukungnya. Begitu juga dengan posisinya sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, bagi Lulung, hanya rakyatlah yang dapat memberhentikan dirinya dari posisi tersebut. Sebenarnya, bukan hanya Lulung saja yang dipecat dari PPP, tapi juga sembilan kader lainnya.
“Umat enggak pecat saya. Saya dibesarkan oleh PPP, loyal dong, karena ini persoalan umat. Yang pecat saya kan masa baktinya cuma lima tahun, kalau umat sampai mati,” kata Lulung saat ditemui di DPRD DKI Jakarta, Senin (13/3). Hingga saat ini, ia mengatakan belum berpikir untuk berlabuh ke partai baru, walau mengaku sudah banyak yang menawarkan dirinya untuk bergabung ke partai lain.
Kutipan:
“Pemecatan terhadap saya anggap saja lucu-lucuan gak usah panik & takut kehilangan jabatan karena saya hanya takut azab Allah daripada partai” – Abraham Lunggana.
“Jangan paksa saya untuk mendukung Ahok , karena saya bertanggung jawab kepada umat & Allah SWT, PPP adalah partai yang berazaskan Islam” – Abraham Lunggana.
“PPP adalah partai warisan para alim ulama dan saya sebagai generasi penerus selalu menjaga partai ini sesuai dengan perintah para ulama” – Abraham Lunggana.
Mantan Penguasa Tanah Abang
Jauh sebelum menjadi anggota DPRD, Haji Lulung ternyata salah satu tokoh penting di sentra bisnis Tanah Abang. Pria asli Betawi kelahiran 24 Juli 1959 ini, dulunya ternyata seorang pengusaha jasa keamanan, perparkiran, dan penagihan hutang. Bahkan, ia pun mengaku pernah hidup susah sebagai seorang pemulung.
Lulung kecil tumbuh dalam kondisi pas-pasan. Saat masih duduk di kelas tiga sekolah dasar, ia sudah menjadi yatim dan harus menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah demi membantu ibu dan adik-adiknya. Di usia sekitar 9 tahun, Lulung sudah mengumpulkan kardus, besi, dan barang-barang bekas lainnya.
Kehidupan Lulung mulai membaik saat terjadi konflik terbuka, akibat perebutan wilayah kekuasaan di Tanah Abang di tahun 1996, antara jawara Betawi Bang Ucu alias Muhammad Yusuf dengan Hercules Rozario. Pada saat itu, Lulung menjadi salah satu pendukung Hercules. Namun naas, orang yang ia dukung ternyata kalah duel saat mempertahankan kekuasaannya di wilayah Tanah Abang.
Walau berada di pihak yang kalah, namun Bang Ucu melihat kalau Lulung memiliki potensi untuk menjadi ‘orang besar’ di masa datang. Preman itupun kemudian merekrut Lulung bergabung ke kelompoknya dan menjadi salah satu ‘pemain utama’ di Tanah Abang.
Di tahun 2000, Lulung mengambil alih kekuasaan Bang Ucu dan menguasai usaha perparkiran serta pengamanan di Tanah Abang. Secara cerdik, Lulung menempuh jalur resmi mendirikan PT. Putrajaya Perkasa. Usahanya ini ternyata terus berkembang, hingga Lulung bisa mendirikan perusahaan lainnya, seperti PT Tujuh Fajar Gemilang dan PT Satu Komando Nusantara. Saat ini, Lulung sudah memiliki sekitar 7.000 karyawan.
Karirnya terus menanjak, saat ia mulai bergabung diberbagai organisasi masyarakat. Sebelum terpilih sebagai Ketua DPW PPP DKI Jakarta, Lulung sempat menjabat sebagai Ketua DPC PPP Jakarta Pusat, Ketua Pemuda Panca Marga DKI Jakarta, dan Sekretaris Umum Badan Musyawarah (Bamus) Betawi. Melalui ormas-ormas inilah, langkahnya mulus hingga mendapatkan kursi di DPRD DKI Jakarta.
Lulung–Ahok, Benci Tapi Rindu
Perseteruan Ahok dan Haji Lulung berawal ketika Ahok masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pada tahun 2013, Ahok menuding ada politisi yang membekingi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Tanah Abang. Tudingan itu mengarah ke Haji Lulung yang diketahui sebagai pengusaha dan penguasa lahan parkir di Tanah Abang. Mendengar tudingan tersebut, politisi PPP itu pun marah.
Sebagai balasannya, Lulung pun melontarkan kalimat yang menyindir Ahok, “Wagub jangan selengean (sembarangan), dia lambang negara, pejabat, saya sudah bilang ke Pak Jokowi tolong Wagub ditegur,” kata Lulung, seusai menghadiri rapat paripurna DPRD DKI Jakarta, Kamis, 25 Juli 2013 lalu.
Tidak terima dibilang selengean, Ahok pun membalas cibiran Lulung dengan menyebutnya tak pantas jadi Wakil Ketua DPRD. Menurut Ahok, masa Lulung yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD tidak paham akan Peraturan Daerah. Ahok pun meminta Menteri Dalam Negeri untuk memecat Lulung dari kursi DPRD DKI Jakarta.
Serangan ini, kembali dibalas oleh Lulung yang mengatakan ingin membinasakan karier Ahok agar tak menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun, Ahok yang saat itu masih menjabat Wakil Gubernur DKI justru menantang balik dengan mengatakan, “Membinasakan karier? Kita lihat saja siapa yang kariernya binasa,” kata Ahok sambil tersenyum.
Meski kerap perang kata, namun Lulung dan Ahok terlihat akrab bila bertemu. Permusuhan mereka terkesan hanya terjadi melalui perang di media. Terkadang, secara tidak langsung Lulung pun sering menunjukkan perhatiannya kepada Ahok. Misalnya, saat Ahok sakit demam berdarah hingga tidak bisa beraktivitas selama beberapa hari, raut wajahnya terlihat berubah ketika diberi tahu bahwa Ahok sakit.
Saat Hari Raya Idul Fitri 2014, keduanya bertemu dan terlihat sangat akrab. Ahok bahkan mengatakan kalau Lulung mendukung APBD 2015 agar cepat disahkan demi memperbaiki sistem Kartu Jakarta Pintar (KJP). Ahok juga mengaku rajin bersilaturahmi padanya dan menganggap mereka sudah berdamai.
Tak jarang, Ahok berkelakar minta izin kepada Lulung untuk meminjamkan mobil Lamborghini miliknya yang ia bawa saat pelantikan DPRD baru. Itulah hubungan benci tapi rindu antara kedua tokoh Jakarta yang berbeda pendapat dan berseteru, tapi tetap menjalin hubungan yang harmonis sesama manusia di luar hubungan kerja.
Para Pembelot di Pilkada DKI
Jelang Pilkada DKI putaran kedua, memang banyak dihiasi tentang kasus pembelotan partai maupun kader partai dalam memberikan dukungan, terutama bila para kader tersebut tidak merasa cocok dengan pilihan yang ditentukan partainya. Para kader ini seakan tidak takut untuk menyatakan ketidaksetujuannya, bahkan ada juga yang memutuskan untuk hengkang.
Salah satu yang juga membelot dari partainya adalah Siti Hediati Haryadi atau Titiek Soeharto. Walau ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, namun Titiek menolak untuk mendukung Ahok-Djarot, seperti pilihan dukungan partainya. Putri mantan presiden Soeharto ini, tidak merasa bersalah dan melanggar aturan partai, sebab dukungan untuk Anies-Sandi ini murni inisiatif pribadi tanpa membawa atribut partai. Pembelot yang tak asing lagi, adalah Ruhut Sitompul. Sejak awal, mantan kader Golkar ini sudah mendukung Ahok-Djarot.
Padahal, saat itu Demokrat sudah mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono- Sylviana Murni. Selain Ruhut, Hayono Isman yang menjabat sebagai Dewan Pembina Partai Demokrat, juga memutuskan mendukung Ahok-Djarot. Mereka yakin kalau Ahok akan memenangi pertarungan di Pilkada putaran kedua ini.
Bukan kali ini saja, Lulung mendukung lawan politik Ahok. Namun dengan kekuatan dan kekuasaannya, Lulung akan dengan mudah bertahan dalam permainan politik di DKI Jakarta. Biar bagaimanapun, Lulung besar di lingkungan para jawara dan juga para preman di Jakarta — maksud preman di sini, Lulung merupakan pemimpin organisasi massa yang memiliki massa dan memiliki hubungan dekat dengan elit politik.
Latar belakang kehidupan Lulung yang berangkat dari bawah, memperlihatkan kalau dirinya memiliki kegigihan yang kuat. Friedrich Nietszche pernah mengklasifikasikan perilaku Lulung ini sebagai Übermensch, yaitu cara manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia.
Sama halnya dengan Lulung yang suka menciptakan konflik, perilaku Übermensch juga biasanya mempergunakan konflik agar merasa tertantang, serta dapat mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimiliki secara maksimal. Seorang Übermensch membutuhkan kebebasan dan hasrat ingin berkuasa, karena yang menjadi ukuran keberhasilannya adalah perasaan akan bertambahnya kekuasaan.
Kuatnya jaringan dan pengaruh Lulung di DKI Jakarta, membuat pemecatan dirinya tidak memiliki dampak dan arti apapun. Terlebih internal partai sendiri tengah mengalami dualisme — sehingga keputusan pemecatan itu hanya dianggap angin lalu saja oleh Lulung. Jangan-jangan, keputusan itu malah akan menjadi bumerang bagi kubu Djan Faridz. Sebab, sepertinya mudah saja bagi Lulung untuk melolong mencari partai yang baru. (Berbagai sumber/A15)