Dengarkan artikel ini:
Di tengah upaya gugatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief menilai bahwa usia Anies Baswedan yang terbilang muda memberikan ruang untuk karier yang lebih panjang. Salah satunya adalah dengan mendirikan partai politik (parpol) sendiri.
“If you want a thing done well, do it yourself.” – Napoleon Bonaparte, Kaisar Prancis (1804-1814)
Tahun itu adalah tahun 2014, ketika sebuah merek furnitur terkenal asal Swedia membuka toko pertamanya di Indonesia, tepatnya di Alam Sutera, Tangerang, Banten. Toko itu dikenal dengan nama IKEA.
Ada hal unik yang membedakan merek furnitur satu ini dengan merek-merek lainnya. IKEA mempromosikan konsep do-it-yourself (DIY) atau lakukan-sendiri. Konsep ini diyakini membuat pelanggan dan pembeli bisa lebih bebas dalam menentukan furnitur dan desain interior yang diinginkan.
Namun, budaya DIY ini tidak serta merta terkenal dan populer karena IKEA. Pada tahun 2010-an, linimasa di media sosial (medsos) juga banyak dipenuhi oleh konten-konten yang sifatnya tutorial dan DIY.
Konten DIY untuk membuat vas bunga dari gelas kaca yang tidak terpakai, misalnya, sempat juga populer di internet dan medsos. Tidak hanya itu, banyak juga konten-konten life-hacks yang bertujuan agar penonton bisa melakukan hal yang selama ini dikira kompleks dengan mudah di rumah.
Namun, budaya DIY ini ternyata tidak hanya mampu mengisi hobi atau kegiatan di rumah saja, melainkan juga di bidang politik dan pemerintahan. Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte, misalnya, pernah mengatakan bahwa seseorang perlu melakukannya sendiri bial ingin hasil yang memuaskan.
Mungkin, inspirasi yang sama juga perlu dipertimbangkan dalam dinamika politik di Indonesia baru-baru ini. Pasalnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menilai bahwa calon presiden (capres) nomor urut satu, Anies Baswedan, bisa saja mendirikan partai politik (parpol) sendiri, mengingat Anies masih memiliki karier politik yang panjang.
Well, Anies bisa saja mempertimbangkan pilihan ini. Bagaimana tidak? Parpol-parpol koalisinya di Koalisi Perubahan-pun mulai tampak tidak solid dalam mendorong sejumlah inisiatif seperti hak angket di DPR dan gugatan Pemilihan Umum (Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Lantas, apakah dengan mendirikan parpol sendiri Anies bisa mewujudkan mimpinya untuk menggerakkan perubahan layaknya jargon kampanyenya selama ini? Mengapa ini bisa menjadi pilihan (tidak) logis bagi Anies?
Anies Perlu Hitung Modal?
Ketika akan membuat benda-benda DIY, tentu sejumlah bahan juga perlu dipersiapkan. Hal yang sama juga berlaku dalam politik. Modal-modal politik juga perlu dipertimbangkan ketika akan mendirikan sebuah parpol.
Misal, ketika akan membuat sebuah vas DIY, tentu ada bahan-bahan seperti cat dan gelas kaca bekas yang perlu disiapkan. Nah, lantas, ‘bahan-bahan’ apa yang perlu disiapkan untuk karier politik seorang Anies?
Well, mungkin, ini bisa dijawab dengan konsep political capital atau modal politik. Konsep ini dijelaskan oleh Kimberly Casey dalam tulisannya yang berjudul Defining Political Capital.
Meminjam konsep social capital dari Pierre Bourdieu, Casey menjelaskan bahwa terdapat macam-macam modal yang bisa ditransformasikan menjadi modal politik. Modal-modal itu bisa berupa modal finansial, modal sosial, modal sumber daya manusia, hingga modal institusional.
Lantas, modal-modal apa yang sebenarnya dimiliki oleh Anies, katakanlah bila ingin mendirikan sebuah parpol sendiri?
Boleh jadi, Anies memiliki modal sumber daya manusia (human capital) yang mumpuni sebagai aktor politik. Mengacu pada penjelasan Casey, human capital berkaitan dengan kemampuan, keahlian, waktu yang dipunya, hingga pengalaman yang dipunya.
Anies sendiri memiliki pengalaman di sejumlah posisi pemerintahan, misal sebagai gubernur DKI Jakarta. Selain itu, capres nomor urut satu itu juga memiliki rekam jejak pendidikan yang mumpuni. Salah satunya adalah statusnya sebagai Ph.D. ilmu politik dari Northern Illinois University.
Selain human capital, Anies sebagai capres dan politisi populer memiliki modal sosial. Modal sosial ini berkaitan dengan pengakuan publik hingga orang-orang yang dikenalnya.
Salah satu faktor yang diperhitungkan dalam modal sosial adalah dukungan dari individu-individu berpengaruh. Individu seperti ini biasanya memberikan modal sosial yang besar kepada politisi yang dimaksud, katakanlah Jusuf Kalla (JK) yang senantiasa berada di belakang Anies.
Meski begitu, apakah dua modal ini cukup bagi Anies untuk mendirikan parpol sendiri? Mengapa bisa saja Anies perlu mempertimbangkan kembali kemungkinan mendirikan parpol sendiri?
Anies Perlu (Banget) Hitung Modal?
Seperti yang telah dijelaskan di atas, ada bahan0bahan yang perlu disiapkan bila ingin membuat sejumlah barang DIY di rumah. Hal ini juga berlaku bagi Anies bila ingin membuat parpol “DIY” baru.
Mungkin, untuk menjelaskan hal ini, bisa mengamati sejumlah parpol baru yang berdiri di era Reformasi. Beberapa di antaranya adalah Partai Gerindra dan Partai NasDem,
Dua parpol ini sebenarnya merupakan parpol yang didirikan oleh jebolan-jebolan Partai Golkar. Meski begitu, kedua parpol ini kini menjadi beberapa dari parpol besar yang bisa melenggang untuk mewakili rakyat di Senayan.
Mengacu ke tulisan Ulla Fionna dan Alexander Arifianto, NasDem yang bermula dari sebuah gerakan akhirnya menjadi parpol yang didominasi oleh Surya Paloh, seorang pengusaha media besar yang merupakan jebolan Golkar. NasDem menjadi parpol besar dengan dukungan finansial yang tidak terbilang kecil dari Paloh.
Hal yang sama juga berlaku bagi Gerindra. Mengacu ke tulisan Selfi Anggriani dan Mada Sukmajati yang berjudul Elit dalam Dominasi Penerimaan Keuangan Partai Gerindra DKI Jakarta, Gerindra juga mendapatkan dukungan finansial dari sejumlah perusahaan yang dimiliki oleh adik Prabowo Subianto, yakni Hashim Djojohadikusumo.
Dua contoh parpol ini menjelaskan bahwa modal finansial juga berperan penting dalam dinamika parpol di Indonesia. Inipun sejalan dengan penjelasan Casey yang juga menyebutkan soal modal ekonomi atau economic capital.
Salah satu contoh modal ekonomi adalah kekayaan personal yang bisa disumbangsihkan untuk keperluan kampanye. Inipun perlu diperhitungkan agar modal politik lainnya turut berjalan untuk menghasilkan political outcome yang diinginkan.
Lantas, dengan status Anies yang bukan pengusaha, mungkinkah Anies memiliki ruang gerak finansial yang cukup untuk mendirikan parpol sendiri?
Mungkin, persoalan finansial ini tidak serta merta bisa dijawab karena hanya Anies sendiri yang tahu bagaimana modal ekonomi yang dimilikinya. Namun, bukan tidak mungkin, Anies juga memiliki pendukung-pendukung yang memiliki modal ini.
JK, katakanlah, merupakan seorang pengusaha besar yang memiliki kaitan erat dengan konglomerasi Kalla Group. Bisa saja, JK menjadi seorang “king maker” secara finansial bagi Anies di masa depan.Well, meski begitu, masih ada banyak kemungkinan yang terjadi usai Pilpres 2024 ini berakhir. Yang jelas, bagaimanapun, untuk membuat barang-barang DIY, bahan-bahan dan langkah-langkah jelas juga perlu diperhitungkan dan dipersiapkan. Bukan begitu? (A43)