HomeNalar PolitikLogika Amien

Logika Amien

Kecil Besar

Amien Rais: “Rezim Jokowi ini punya tugas konstitusional yang harus dilaksanakan, yaitu menghentikan penindasan, terutama di Rohingya.”


PinterPolitik.com

N[dropcap size=big]N[/dropcap]amanya Amien. Jika dilafalkan, dalam bahasa Arab bisa berarti ‘orang yang amanah atau terpercaya’. Sosoknya dianggap sebagai ‘pahlawan’ reformasi yang memimpin gerakan mahasiswa menumbangkan otoritarianisme Orde Baru.

Namun, Amien tak mau jadi pemimpin. Euforia demokrasi membuatnya tak ingin larut dan ia putuskan mengambil jalan tengah. Jabatan presiden pasca reformasi ‘dilimpahkan’ kepada Gus Dur – tokoh yang menjadi pilihan koalisi poros tengah berbasis Islam. Amien pun resmi diberi gelar: The King Maker.

Kata Gus Dur: “Saya jadi presiden cuma modal dengkul, itu pun dengkulnya Amien Rais”.

Tak sampai dua tahun Gus Dur memimpin, Amien Rais pula yang melengserkannya.

Kiprah Amien sebagai politisi memang tidak bisa dianggap enteng. Ia dikenal sebagai politisi yang kritis dan vokal terhadap kebijakan yang menurutnya tidak sesuai – pandangan yang sesuai dengan latar belakang profesinya sebagai seorang dosen.

“Hendaknya pimpinan nasional nanti tidak seperti kemarin. Sekarang ini kita sesungguhnya terhina”, demikian kata Amien ketika mengkritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait perpanjangan kontrak PT Freeport pada 2013 lalu.

Siapa pun presidennya, tak akan luput dari kritik Amien Rais. “Ini sudah mengabaikan masyarakat. Perancang perppu ini mengidap islamofobia, program pertama HTI, kemudian FPI, siapa tahu nanti yang lain-lain,” kata Amien ketika mengkritik Jokowi, presiden yang berhasil membuat Freeport melepaskan 51 persen sahamnya ke Indonesia. Itulah Amien. Jika tidak sesuai dengan harapannya, pasti dikritik dengan pedas.

Baca juga :  Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Usia tak membuatnya surut menampilkan sisi aktivisnya. Aksi 411 dan 212 semua dilahapnya. Protes terhadap Ahok, reklamasi, dan KPK juga dijalankannya.

“Ini jelas Podomoro ya sudah membuat iklan di Hong Kong, katanya ada pejabat kita yang dapat Rp 10 triliun,” demikian kritik Amien Rais terhadap proyek reklamasi teluk Jakarta. Amien memang penuh kejutan.

Namun, belakangan, di usianya yang sudah kepala tujuh, jalur politik Amien semakin berkelok – walaupun tidak se-meliuk gocekan striker timnas U-18, Egy Maulana Vikri.

“Rezim Jokowi ini punya tugas konstitusional yang harus dilaksanakan, yaitu menghentikan penindasan, terutama di Rohingya,” kata Amien dalam Aksi Bela Rohingya 169 – angka yang kece badai.

Hmm, benar sih kata-katanya. Tapi, mungkin Amien lupa kalau Myanmar adalah negara yang berdaulat dan artinya Indonesia tidak bisa begitu saja mencampuri masalah dalam negeri Myanmar.

Mungkin Amien juga lupa kalau ia pernah menulis diktat setebal ratusan halaman tentang politik internasional – bacaan wajib dan ‘kitab suci’ untuk mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional.

Dan mungkin Amien juga lupa kalau ia ternyata adalah guru besar Ilmu Hubungan Internasional yang seharusnya tahu bahwa bagaimanapun memprihatinkannya persoalan di Rohingya, Indonesia tetap akan sulit untuk melakukan intervensi langsung.

Itulah logika Amien: tidak cukup untuk memahaminya dengan lurus. Amien marah disebut sebagai Sengkuni, namun ia akan tetap selalu membakar semangat orang di setiap aksi. Itulah logika Amien. (S13)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

More Stories

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.