HomeHeadline“Lingkaran Setan” di Balik Normalisasi Saudi-Israel

“Lingkaran Setan” di Balik Normalisasi Saudi-Israel

Rencana normalisasi hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel tampaknya hanya akan mengutungkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MbS) untuk melanggengkan kekuasaannya.


PinterPolitik.com

Hubungan Arab Saudi dan Israel kian dekat, bahkan menuju kemungkinan adanya normalisasi hubungan diplomatik antar kedua negara.

Hal ini terlihat ketika pemimpin de facto Kerajaan Saudi Mohammed bin Salman (MbS) dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu saling berbalas pesan rekonsiliatif.

Salah satunya, Israel mengucapkan selamat kepada Arab Saudi saat merayakan Hari Nasional mereka yang ke-93 pada Sabtu (23/9) lalu.

Bahkan, dalam wawancara dengan Fox, sebuah stasiun televisi Amerika Serikat (AS), MbS mengklaim jika negaranya dan Israel kian dekat dengan sebuah kesepakatan.

Putra Mahkota Kerajaan Saudi itu dengan percaya diri menyebutkan jika kesepakatan ini akan menjadi sebuah kesepakatan yang sangat bersejarah sejak perang dingin. Sampai saat ini negosiasi antar kedua negara yang ditengahi AS masih berlangsung.

perdana menteri baru saudi mbs ed.

Klaim itu tak hanya dari MbS, PM Israel Benjamin Netanyahu dalam pidatonya di Majelis Umum PBB juga mengatakan hubungan Israel dan Arab Saudi sedang berada di titik puncak perdamaian.

Jika kemungkinan kesepakatan normalisasi terwujud, ini tampaknya secara dramatis akan merubah geopolitik Timur Tengah.

Bukan tidak mungkin dengan terwujudnya normalisasi itu akan membuka sebuah lembaran baru antara Israel dan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Hal itu pun diakui oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Eli Cohen yang menyebutkan jika perdamaian dengan Arab Saudi berarti perdamaian dengan dunia Muslim yang lebih luas.

Lantas, dengan latar belakang Israel yang kerap kali berkonflik dengan negara-negara Muslim, mengapa Arab Saudi bersedia untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel?

Arab Saudi Cari Aman?

Normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel tak lepas dari peran AS sebagai sekutu lama kedua negara yang terletak di Timur Tengah. Bukan sebuah rahasia lagi jika negeri Paman Sam punya kepentingan besar akan tercapainya kesepakatan Saudi dan Israel.

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa

Dalam kepentingan Joe Biden sebagai Presiden AS, dia tampaknya ingin mendulang popularitas jelang Pemilu AS tahun depan jika berhasil berperan dalam perdamaian antara Saudi dan Israel.

Namun, lebih dari itu, kepentingan AS di Timur Tengah jauh lebih penting dibandingkan dengan kepentingan Biden pribadi.

AS tampaknya memiliki indikasi sedang melakukan distribution of power di kawasan Timur Tengah dengan mendamaikan Saudi dan Israel yang merupakan dua sekutu terpenting mereka di Timur Tengah.

Paman Sam yang selama ini memiliki hegemoni di Timur Tengah tampaknya mulai khawatir ketika Arab Saudi di bawah kepemimpinan MbS mulai dekat dengan Tiongkok. Hal itu yang tampaknya menjadi alasan AS melunak ke Iran terkait pengembangan nuklir mereka.

Dengan melunaknya AS terkait program nuklir Iran, hal ini akan menjadi sebuah ancaman bagi Saudi yang merupakan rival Iran.

Iran kiranya menjadi senjata AS untuk menekan Saudi untuk kembali mendekat ke mereka dan perlahan meninggalkan Tiongkok.

Taktik AS ini tampaknya cukup berhasil membuat Saudi kembali mendekat ke mereka. Arab Saudi pun menyertakan syarat pakta pertahanan dari AS agar mereka setuju menormalisasi hubungan dengan Israel.

Saudi akan mendapatkan jaminan perlindungan keamanan penuh jika diserang dari luar, terutama dari Iran yang memiliki senjata nuklir, meskipun Saudi dan Iran sudah menormalisasi hubungan diplomatik.

Selain itu, Saudi juga menyertakan syarat agar AS membantu pengembangan nuklir. Di tahap ini, Saudi tidak meminta ahli dari AS untuk membangun reaktor nuklir, namun Saudi akan menyediakan lahan sedangkan operatornya adalah AS.

infografis mbs ubah saudi jadi sekuler

MbS Pemenangnya?

Dalam proses negosiasi terkait normalisasi hubungan diplomatik Arab Saudi dan Israel, MbS cukup cerdik memanfaatkan posisinya sebagai pemimpin de facto Arab Saudi.

Baca juga :  Anies Di-summon PKS!

Dalam jajak pendapat yang dilakukan Arab Youth Survey belum lama ini, hanya 2 persen kaum muda Saudi yang setuju dan mendukung normalisasi hubungan dengan Israel.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Uni Emirat Arab dan Mesir yang mencapai angka 75 dan 73 persen, yang mana kaum mudanya mendukung hubungan diplomatik dengan Israel.

Meskipun ide tentang normalisasi dengan Israel tidak populer di dalam negeri, MbS dengan rezim kekuasaan mutlaknya berhasil mengabaikan ketidaksetujuan publik asalkan terdapat keuntungan bagi Kerajaan Saudi.

Dengan begitu, tak berlebihan kiranya jika perjanjian normalisasi Saudi dan Israel ini dinilai demi kepentingan MbS.

Apalagi, konteksnya semakin menarik apabila menyadari bahwa Arab Saudi adalah pusat peradaban Islam saat ini. Dengan negatifnya sentiment terhadap Israel, bukankah seharusnya terjadi resistensi dari masyarakat terhadap usaha normalisasi dengan Israel?

Bertolak dari keganjilan tersebut, kita dapat membuat hipotesis berikut. Dengan kekuasaan MbS yang terbilang mutlak, ia tampaknya berhasil menciptakan kondisi agar masyarakat Arab Saudi tunduk terhadapnya.

Singkatnya, ini adalah praktik yang menempatkan rasa takut di atas rasa cinta. Praktik itu adalah strategi kekuasaan yang begitu tua. Kita misalnya dapat menemukannya dalam buku Il Principe karya Niccolo Machiavelli yang terbit pada tahun 1532.

Salah satu nasihat Machiavelli dalam Il Principe berbunyi: “Manusia akan membela orang yang mereka takuti, dibanding yang mereka cintai. Rasa takut tidak akan pernah gagal”.

Machiavelli menambahkan bahwa cinta adalah kuasa itu sendiri, sedangkan ketakutan adalah buah dari kekuasaan.

Hal itu seakan menekankan cara bagaimana MbS mempertahankan kekuasaannya sebagai pemimpin de facto Arab Saudi dengan tidak memperdulikan ketidaksetujuan masyarakatnya terhadap normalisasi hubungan dengan Israel.

Menarik untuk melihat berhasil atau tidaknya skenario yang direncanakan MbS terkait normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?