PKB sebagai koalisi Jokowi meminta jatah kursi yang banyak di berbagai kementerian. Akankah PKB mendapatkan jabatan tersebut?
Pinterpolitik.com
Kendati Joko Widodo-Ma’ruf Amin belum resmi ditetapkan menjadi pemenang Pemilu 2019,isu Kabinet Kerja jilid II sudah terdengar semakin kencang. Saat ini, koalisi sudah mempersiapkan beberapa kandidat yang akan ditawarkan kepada petahana.
Kemunculan berbagai nama kandidat untuk mengisi kabinet Jokowi sudah ada sejak akhir April lalu. Isu ini bermula dari pesan berantai di media sosial WhatsApp (WA). Dalam pesan itu menyebutkan bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan menjabat sebagai Menteri Sosial.
Susunan kabinet menurut pesan berantai itu diisi oleh Luhut Binsar Panjaitan (Menko Polhukam), Sri Mulyani (Menko Perekonomian), Muhaimin Iskandar (Menko PMK), Moeldoko (Menko Maritiman), dan lain-lain. Selain itu, kementerian juga mengalami perubahan seperti pemisahan dan penggabungan lembaga pemerintah tersebut.
Berita tersebut langsung dibantah sebagai hoaks oleh pihak Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Mereka mengklaim masih fokus untuk menunggu hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum dan masih membuka upaya rekonsiliasi.
Sejak itu, berbagai tokoh parpol mulai memberikan pernyataan terkait calon kandidat terbaik menurutnya masing-masing. Sebagian pihak justru secara langsung mengutarakan usul ini kepada Jokowi.
Hal ini yang dilakukan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo. Dia secara terang-terangan memberi rekomendasi kepada Jokowi untuk mengangkat mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Bahlil Lahadilia. Meski dia berdalih hanya bercanda, tapi dia mengakui bila kedua orang ini pantas menjadi menteri.
Muhaimin Iskandar sudah ajukan calon menteri Kabinet Kerja jilid II. Posisi apa yang diincar Cak Imin? Share on XMuhaimin Iskandar atau Cak Imin Ketua Umum PKB berbeda dengan Bamsoet yang seperti “malu-malu kucing” mendorong kawannya menjadi menteri. Cak Imin dengan terang-terangan menyampaikan maksudnya tersebut kepada Jokowi dan media.
Cak Imin mengaku kepada media bila sudah siap menjadi menteri bila dibutuhkan oleh Presiden. Pernyataan tersebut juga telah disampaikan kepada Jokowi. Tapi dia mengklaim belum memikirkan posisi yang diinginkannya.
Selain merekomendasikan dirinya sendiri, Muhaimin menyebut Ketua DPP PKB Ida Fauziyah juga berpeluang masuk dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf. Dia menilai Ida memiliki pengalaman di banyak bidang yang dapat menguntungkan ketika berada di posisi menteri.
Seperti diketahui, Ida sempat menjadi anggota DPR dari fraksi PKB periode 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2014. PKB sempat mengusung Ida sebagai calon wakil gubernur pendamping Sudirman Said pada Pilgub 2019 Jawa Tengah.
Posisi Tawar PKB
Tawaran PKB terkait posisi menteri ini patut diperhitungkan oleh koalisi yang lain. Hal ini mengingat jumlah menteri PKB di Kabinet Kerja saat ini berjumlah empat orang atau terbanyak kedua setelah PDIP dengan lima menteri.
Bahkan, jumlah menteri dari PKB lebih banyak dari Golkar yang merupakan pemenang kedua pada Pemilu lalu. Padahal, perolehan suara PKB pada Pemilu 2014 hanya menempati posisi kelima. Dengan memperhitungkan perbandingan jumlah menteri tersebut dapat disimpulkan PKB merupakan kroni politik yang penting bagi koalisi.
Lalu benarkah kaderisasi PKB terbilang cukup baik sehingga berhasil merebut banyak kursi menteri?
Bisa dibilang demikian. Tapi alasan sebenarnya adalah Cak Imin, dia yang berperan banyak untuk mengantar politisi PKB ke posisi menteri. Dia dinilai oleh politisi lain sebagai negosiator yang ulung.
Menurut Robert Heron dan Caroline Vandenabeele dalam buku Negosiasi Efektif mengatakan negosiasi adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan.
Sementara itu, lobi politik dapat diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi keputusan kelompok tertentu. Keputusan itu nantinya diharapkan bisa menguntungkan bagi pihak pelobi secara politik.
Tidak ada yang meragukan kepiawaian Cak Imin dalam hal melobi dan bernegosiasi. Melalui keahliannya ini dia berhasil menyelamatkan perolehan suara PKB pada Pemilu 2014 dan 2019. Untuk diketahui, perolehan suara PKB pada 2009 merosot menjadi 4,95% karena terpengaruh kasus dualisme kepengurusan. Dengan berbagai usaha, dia berhasil memperoleh suara pada Pemilu 2014 sebesar 9,04%.
Greg Fealy akademisi Australian National University seperti dilansir di New Mandala mengatakan bahwa Cak Imin memiliki pengaruh yang besar terhadap koalisi dan lawan politiknya. Pengaruh besar ini berkat kelihaian dia untuk menyatukan kembali NU dan PKB pada 2014 lalu.
Fealy menulis bila Cak Imin ketika itu menyusun dua strategi untuk mendapatkan dukungan NU.Pertama, strategi tersebut adalah mengikat PKB kepada NU dengan menyalurkan dana dan menyerahkan aset.
Parlemen PKB di tingkat nasional dan regional diinstruksikan untuk memberikan pembayaran bulanan kepada NU untuk keperluan administrasi. Pembayaran ini didapatkan melalui pungutan terhadap semua legislator PKB. Para politisi selanjutnya menggunakan posisi mereka di legislatif untuk mengamankan dana itu untuk program sosial dan keagamaan NU.
Kedua, mendapatkan perlindungan dari seorang pengusaha kaya yang dapat mendanai program-program terkait Pemilu di komunitas NU. Dengan bantuan seorang tokoh politik senior, Muhaimin membujuk pemilik Lion Air Rusdi Kirana untuk bergabung dengan partai tersebut dan menjadi wakil ketua. Rusdi kemudian memberikan dana besar untuk penjangkauan PKB kepada kiai lokal di daerah pemilih utama, serta program kewirausahaan bagi para pengusaha muda NU.
Fealy menambahkan bahwa NU adalah organisasi masyarakat sipil terbesar di Indonesia, dengan keanggotaan yang diklaim berjumlah sekitar 40-45 juta orang atau dua kali lipat lebih besar dari massa Muhammadiyah. Dia menilai NU tidak pernah sekuat seperti saat ini. NU kini memiliki sejumlah anggota di kabinet, berhubungan dekat dengan presiden, dan memiliki akses istimewa di istana.
Dalam konteks Pemilu 2019, Cak Imin sempat mengajukan diri sebagai Cawapres pendamping Jokowi. Bahkan, dia sempat mengancam untuk menarik dukungan dari dari Jokowi jika tidak diberikan restu oleh koalisi. Ketika itu, Cak Imin tahu bila daya tawar dia tinggi di depan koalisi sehingga berani melakukan itu.
Sayangnya, yang terpilih menjadi Cawapres bukan Cak Imin, tapi Ma’ruf. Meski demikian, dia tidak berupaya menarik diri dari koalisi karena menganggap Ma’ruf adalah seniornya di NU.
PKB Sudah Incar Kursi
Ambisi Muhaimin untuk mendominasi kursi menteri terbilang bukan main-main belaka. Dia pernah menargetkan partainya bisa mendapatkan sebanyak 10 kursi menteri dalam pemerintahan 2019-2024.
Cak Imin menjelaskan semua kandidat itu terdiri dari berbagai bidang, khususnya di sektor keuangan dan ekonomi. Dengan komposisi tersebut, Cak Imin yakin jika partainya akan mampu membawa perekonomian masyarakat lebih cepat makmur dan sejahtera.
Nyesel nggak sih, beli sabuk agak mahalan, kurang pendek terus kupotong sendiri, ternyata kependekan motongnya, rasanya kayak batal puasa!
Coba-coba kusambung, bisa sih, tapi hasilnya gak layak pakai..
Njur piye jal..— A Muhaimin Iskandar (@cakimiNOW) May 14, 2019
Keinginan Cak Imin mendapatkan 10 kursi menteri mendapat perhatian dari koalisi. Dia juga sempat mendapat kritik dari Jusuf Kalla. Wakil Presiden tersebut menilai keinginan dia terlalu berlebihan. Muhaimin dianggap tidak mempertimbangkan jatah koalisi dan kalangan profesional.
Pemimpin Kalla Group ini menilai Jokowi akan memberikan setengah dari total kursi yang ada di Kabinet Kerja jilid II kepada golongan profesional dan setengah untuk koalisi. Akan tetapi, JK tidak menampik jika Jokowi kelak akan memberikan kursi yang lebih banyak kepada salah satu partai.
Menurut pengamatan PKB bersama NU akan tetap memainkan peranan penting di pemerintah baik itu melalui kursi di kementerian, lembaga, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dominasi mereka tersebut dianggap penting untuk menghalau polarisasi dan politik identitas yang digunakan oleh oposisi. Langkah ini dinilai dapat meredakan ketegangan yang terjadi selama ini terkait isu agama.
Kemudian kursi apa yang sebenarnya diincar oleh PKB?
Muhaimin tidak pernah memperinci jabatan yang PKB incar. Akan tetapi, jika dilihat dari sejarahnya PKB memiliki pola yang sama selama beberapa tahun ini terkait jabatan menteri.
Kader PKB besar kemungkinan mengincar posisi seperti Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia (Menteri PDTT). Seperti diketahui, kedua posisi menteri ini secara rutin dipegang oleh PKB sejak era Kabinet Indonesia Bersatu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Kabinet Kerja Jokowi.
PKB juga tercatat pernah menduduki jabatan Menteri Pertahanan sebanyak dua kali di era Kabinet Persatuan Nasional Gus Dur dan Kabinet Gotong Royong Megawati Soekarnoputri. Selain itu, PKB kemungkinan mengincar posisi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti).
Posisi Menristekdikti pertama kali diraih di era Gus Dur, tapi setelah itu baru bisa didapatkan kembali pada era Jokowi.Sedangkan, posisi menteri lainnya semisal Menpora, Menko Kesra, Menlu, dan lain-lain hanya pernah satu kali dijabat oleh PKB.
Jumlah ini bisa jadi akan membengkak karena pernyataan Cak Imin ingin memasukan PKB ke sektor keuangan dan ekonomi.Selain itu, Muhaimin juga sempat mengatakan ingin mendapat jatah menteri PKB untuk posisi Menteri Komunikasi dan Informatika pada Festival Hari Santri tahun lalu.
Cak Imin tidak mungkin secara random mengajukan posisi menteri ini atau hanya sekadar menunggu pembagian jatah. Dia bisa saja sudah memiliki strategi kenapa lebih memilih untuk mempertahankan posisi Menteri PDTT dan Menaker sejak dia menjadi Ketua Umum PKB pada masa pemerintahan SBY.
Posisi sebagai Menteri PDTT dan Ketenagakerjaan dianggap sebagai upaya merangkul dan memberdayakan masyarakat kecil untuk naik kelas. Bila pekerjaan rumah kedua posisi ini berhasil maka bakal menjadi kekuatan utama bagi PKB dalam merangkul suara dari rakyat kecil yang saat ini masih menjadi mayoritas.
Berdasarkan berbagai pertimbangan posisi tawar PKB yang sudah kompak dengan NU, politik personal Cak Imin, dan orang terhormat dari NU jadi Cawapres, besar kemungkinan PKB menjadi partai yang dominan di pemerintah. Berbeda dengan 2014, PKB memiliki modal lebih baik pada tahun ini karena menurut quick count mereka memperoleh suara terbanyak keempat dengan presentase sebesar 10.14%.Semua faktor tersebut yang membuat PKB semakin di atas angin.
Benarkah dugaan tersebut? Kita tunggu sampai akhir tahun.