HomeNalar PolitikLepas Landas Bersama Ma’ruf Amin

Lepas Landas Bersama Ma’ruf Amin

“Saya menamakannya periode ini periode untuk membangun landasan yang kuat, untuk membangun runaway supaya 2024 nanti Indonesia bisa tinggal landas. Jangan isra terus tapi juga miraj gitu. Ini gak miraj-miraj, isra terus,” Ma’ruf Amin


PinterPolitik.com

Ma’ruf Amin yang dulu bukanlah yang sekarang. Ketua Umum MUI yang biasanya minim tersorot media kini semakin sering menjadi buah bibir dalam politik Indonesia. Pencalonannya sebagai wakil presiden bagi Joko Widodo memaksa dia untuk semakin sering hadir berbagai kesempatan dan menyampaikan pandangannya.

Salah satu yang teranyar adalah Ma’ruf mengungkapkan bahwa Indonesia harus siap lepas landas pada tahun 2024. Mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengaku akan menyiapkan runway atau landasan pacu bagi melesatnya Indonesia ke titik yang lebih tinggi tersebut.

Ma’ruf mengungkapkan bahwa cara untuk menggapai kondisi lepas landas tersebut adalah dengan menerapkan arah baru ekonomi Indonesia. Ia menekankan pada pentingnya ekonomi kerakyatan dan ekonomi keumatan yang diharapkan bisa menghapus disparitas yang ada di negeri ini.

Lantas, benarkah Indonesia bisa lepas landas di tahun 2024? Pertanyaan yang juga penting berikutnya adalah, bisakah Ma’ruf mengawal Indonesia ke kondisi tinggal landas tersebut?

Menuju Lepas Landas

Berbicara tentang ekonomi lepas landas hampir tidak bisa dilepaskan dengan teori pertumbuhan yang diungkapkan oleh Walt Whitman Rostow, seorang ekonom terkemuka yang teorinya tentang lima tahap pertumbuhan mempengaruhi banyak perekonomian dunia. Rostow menyebutkan ada lima tahap dalam proses pembangunan suatu negara yaitu masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, menuju kedewasaan, dan era konsumsi tinggi.

Tahapan pembangunan semacam ini pernah diadaptasi oleh Soeharto di era Orde Baru. Teori tersebut digunakan sebagai landasan pembangunan era Orde Baru melalui program pembangunan jangka panjang  yang disiapkan rezim tersebut.

Periode tinggal landas Indonesia jika merujuk kepada tahap pembangunan rezim tersebut digambarkan melalui Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I yaitu pada tahun 1968 hingga 1993 dan PJP II yang direncanakan pada tahun 1993 sampai 2018. Meski begitu, kondisi lepas landas urung terlaksana karena adanya dinamika ekonomi politik di era kepemimpinan Soeharto.

Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini? Sulit untuk bisa mengatakan bahwa Indonesia benar-benar dalam kondisi yang siap lepas landas. Jika merujuk pada teori Rostow, jika benar Indonesia akan lepas landas di tahun 2024, maka Indonesia sekarang sudah memasuki fase pra-kondisi untuk lepas landas.

Pada fase ini, ada salah satu kondisi yang saat ini belum sepenuhnya bisa dipenuhi Indonesia. Rostow menyebutkan bahwa pada fase transisi, sebuah negara harus memulai transisinya dari negara agraris menjadi negara industri atau manufaktur.

Baca juga :  Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Secara alamiah, sumbangsih sektor pertanian untuk pertumbuhan negeri ini memang akan terus menurun. Akan tetapi, hal ini tidak disertai dengan bertambahnya sumbangsih sektor industri bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Berdasarkan data, sejak tahun 2005, sumbangsih industri terhadap PDB Indonesia justru terus mengalami penurunan. Pada tahun 2017, sumbangan sektor tersebut hanya mencapai 20,2 persen terhadap PDB.

Lemahnya sektor industri ini membuat Indonesia bisa mengalami kesulitan untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dalam percaturan dunia. Indonesia bisa saja terus terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah (middle income country) karena pertumbuhan sektor industri yang tidak signifikan.

Berdasarkan kondisi ini terlihat bahwa salah satu kondisi yang dibicarakan Rostow dalam transisi menuju lepas landas belum dipenuhi oleh Indonesia. Lalu bagaimana Ma’ruf bisa membawa negeri ini terbang lebih tinggi?

Arah Baru Ekonomi

Ma’ruf menyebut bahwa arah pembangunan ekonomi Indonesia yang ia siapkan akan berbeda dengan pembangunan yang ada di era Soeharto. Ia menyebut bahwa arah ekonomi lama tersebut ternyata hanya menguntungkan konglomerasi karena trickle down effect yang diharapkan tidak kunjung menetes. Akibatnya, terjadi disparitas di mana konglomerat semakin kaya, sementara orang miskin semakin miskin.

Arah baru ekonomi yang diusung Ma’ruf akan berfokus pada penghapusan kesenjangan tersebut. Ekonomi kerakyatan dan juga ekonomi keumatan akan menjadi tulang punggung untuk memberdayakan masyarakat agar mampu keluar dari kemiskinan mereka.

lepas landas

Sang kiai tampak sangat mengharapkan Indonesia mampu mencapai kondisi mi’raj (naik) yang ia sepadankan dengan tinggal landas. Menurutnya, Indonesia saat ini terus-menerus dalam keadaan isra (jalan) tetapi tidak kunjung naik.

Salah satu resep yang disiapkan Ma’ruf adalah bahwa ia akan membuat Indonesia tidak lagi disibukkan dengan konflik yang berkaitan dengan ideologi. Ia mengibaratkan konflik ideologis ini sebagai kerikil atau genangan air di lintasan pacu yang bisa menghambat proses tinggal landas.

Pernyataan tersebut sebenarnya memiliki ironi tersendiri. Ma’ruf selama ini justru menjadi penyebab dari pertentangan ideologis paling panjang negeri ini. Fatwanya soal penistaan agama di tahun 2017 menjadi salah satu faktor kunci pertentangan berbau identitas di politik Indonesia hingga saat ini.

Ma'ruf Amin siap membawa Indonesia lepas landas di tahun 2024. Share on X

Terlepas dari apakah kondisi lepas landas yang digunakan Ma’ruf merujuk pada Rostow atau tidak, jika yang dimaksudkan adalah lepas landas secara ekonomi, maka perkara membenahi perkara ideologi boleh jadi tidak cukup. Tentu, konflik kerap kali membebani proses pembangunan, tetapi faktor-faktor ekonomi lain harus tetap menjadi perhatian.

Sebagaimana disebut sebelumnya, sektor industri menjadi salah satu sektor yang paling penting agar mampu membawa Indonesia keluar dari kondisinya saat ini. Membenahi perkara konflik bisa saja menjadi tidak berarti jika salah satu penopang utama di negara-negara maju tidak hadir di negeri ini

Baca juga :  Segitiga Besi Megawati

Sejauh ini, Ma’ruf belum merinci lebih jauh resep lain yang akan ia gunakan, apakah akan melibatkan sektor industri atau tidak. Jika sektor tersebut ternyata tidak masuk hitungan, bisa saja Indonesia akan tetap berada di kondisi isra, alih-alih menjadi mi’raj.

Optimisme

Cita-cita untuk membawa Indonesia menuju titik yang lebih baik, mi’raj dalam bahasa Ma’ruf tentu adalah hal yang baik. Akan tetapi, tanpa perencanaan yang benar-benar paripurna, cita-cita tersebut bisa saja kandas dan hanya menjadi jargon semata.

Dalam perkara lepas landas misalnya, teori ini kerap kali dikritik oleh banyak pihak karena dianggap bahwa pembangunan tidak selalu berjalan linear. Dalam kontes Indonesia misalnya, tahapan tersebut bisa saja tidak berlaku dan negeri ini bisa terus tertahan di fase sekarang.

Dalam kadar tertentu, negara berkembang seperti Indonesia sering kali terjebak di kondisinya sekarang dan tidak bisa berada dalam satu tempat dengan negara-negara maju. Hal ini diungkapkan misalnya oleh Maria A. Arias dan Yi Wen. Jebakan tersebut bernama middle income trap di mana negara berkembang terus-menerus menjadi negara berpenghasilan menengah dan tidak mampu bersaing secara global dengan negara berpenghasilan lebih tinggi.

Kondisi tersebut diperparah dengan belum dirincinya aspek sektor industri yang menjadi salah satu faktor utama yang bisa melepas belenggu middle income trap tersebut dan membawa Indonesia lepas landas.

Kritik lain tentang teori lepas landas tersebut adalah bahwa hal ini dianggap hanya sebagai optimisme berlebihan belaka. Label seperti ini diungkapkan misalnya oleh Simon Reid-Henry, seorang pengajar dari Queen Mary, University of London.

Berdasarkan kondisi tersebut, Ma’ruf bisa saja hanya menggunakan ungkapan lepas landas tersebut untuk menimbulkan optimisme kepada masyarakat dan secara spesifik kepada calon pemilihnya. Jika merujuk pada kondisi Indonesia terkini, bisa saja konsep Indonesia lepas landas dalam waktu dekat hanyalah optimisme berlebihan belaka.

Di titik ini, Ma’ruf tak ubahnya seperti politisi pada umumnya, alih-alih menjadi seorang ahli ekonomi yang bisa mengeluarkan Indonesia dari posisi sulit saat ini. Sebelum ada rincian lebih detail, tampaknya ekonomi lepas landas hanya menjadi gincu selama kampanye saja. Lalu, bagaimana menurutmu, bisakah Indonesia Mi’raj di tangan Ma’ruf? (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...