Budiman Sudjatmiko adalah kader PDIP yang dikenal luas sebagai aktivis ’98 yang memiliki inteligensia dan kemampuan komunikasi yang tinggi. Mungkinkah Budiman dipersiapkan PDIP untuk melawan Anies Baswedan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024?
PinterPolitik.com
“Be careful who you choose as your enemy because that’s who you become most like.” — Friedrich Nietzsche
Berbagai pihak menilai PDIP tengah dihinggapi dilema. Iya, ini soal memilih antara Puan Maharani atau Ganjar Pranowo untuk diusung di Pilpres 2024. Jika bicara elektabilitas, Ganjar tentu sosok yang perlu diusung. Namun, jika membahas trah Soekarno dan simbol persatuan PDIP, mengusung Puan adalah pilihan yang harus dilakukan.
Namun, mungkinkah itu adalah false dilemma atau dilema palsu?
Dilema palsu adalah kesesatan bernalar (fallacy) yang terjadi ketika kita merasa hanya ada dua pilihan, padahal terdapat pilihan alternatif lainnya. Sebagaimana diungkap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada 1 Januari 2023 lalu, PDIP memiliki banyak stok pemimpin untuk diusung.
Bertolak dari pernyataan Hasto, mungkinkah Budiman Sudjatmiko termasuk ke dalam stok pemimpin PDIP?
Nama Budiman pernah dimunculkan oleh pengamat politik Hendri Satrio (Hensat) pada pertengahan tahun lalu. Menurut Hensat, Budiman dinilai potensial sebagai capres alternatif PDIP karena memiliki kedekatan dengan akar rumput serta memahami ide Soekarno.
“Budiman punya kedekatan dengan akar rumput, memiliki visi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan teknologi dan memahami ide Soekarno,” ungkap Hensat pada 9 Agustus 2022 silam.
Musuh Menentukan Strategi
Kita banyak mendengar berbagai pihak mengutip pernyataan filsuf Friedrich Nietzsche di awal tulisan. Hati-hati memilih musuh karena itu menentukan dirimu. Ron Shevlin dalam tulisannya Choose Your Enemies Carefully, memiliki pembacaan yang lebih dalam atas adagium tersebut.
Menurut Shevlin, musuh yang dipilih bukan sekadar mendefinisikan kita, melainkan menentukan strategi dan taktik yang digunakan – who you choose as your enemy doesn’t just define you, it defines your strategy and tactics.
Dalam perang dan politik (pertempuran), penjabaran Shevlin adalah esensial. Kita bisa melihat kasusnya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Pada awalnya, sebagaimana diungkap banyak pihak, Mahfud MD adalah pasangan yang dipilih oleh Joko Widodo (Jokowi).
Namun, dengan berbagai pertimbangan dari partai koalisi, salah satunya untuk melawan sentimen anti-Islam, Ma’ruf Amin yang merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ulama senior Nahdlatul Ulama (NU) yang kemudian terpilih sebagai cawapres Jokowi.
Simpulan itu terlihat jelas dari pernyataan Ma’ruf ketika meresmikan posko TKD Jokowi-Ma’ruf. “Di pilpres yang dipilih (sebagai calon Wakil Presiden adalah) Ma’ruf Amin, kok dibilang anti-Islam. Ini isu yang sangat menjelekkan,” ungkap Ma’ruf pada 10 Januari 2019 silam.
Nah, dengan ambisi untuk meraih hat-trick di Pemilu 2024, memilih kandidat yang tepat untuk diusung adalah suatu keniscayaan bagi PDIP. Sejauh ini, setidaknya ada dua lawan yang paling nyata bagi PDIP, yakni Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Terkait Prabowo, ini tentu soal modal politiknya yang besar. Selain sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo telah memiliki tabungan popularitas sejak maju dari Pilpres 2009. Namun, sebagaimana dipaparkan dalam artikel PinterPolitik.com yang berjudul Prabowo adalah Lawan yang Disiapkan?, Prabowo mungkin bukanlah lawan yang ditakutkan oleh PDIP.
Alasannya sederhana, tapi prinsipiil. Dengan telah kalah sebanyak tiga kali, berbagai pihak sepertinya sudah mengetahui resep untuk mengalahkan Prabowo. Terlebih lagi, Prabowo mendapatkan hujan sentimen negatif usai bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma’ruf pada 2019 lalu.
Oleh karenanya, lawan yang diwaspadai PDIP sekiranya adalah Anies Baswedan. Terdapat setidaknya tiga alasan atas simpulan ini.
Pertama, Anies memiliki sejarah pernah mengalahkan PDIP di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017. Kedua, Anies merupakan sosok baru alias lawan tanding yang belum bisa dipetakan seperti Prabowo. Ketiga, berbagai survei menunjukkan pendukung Prabowo di Pilpres 2019 ternyata berpindah ke Anies.
Mengutip Ron Shevlin, jika musuhnya Anies, tentu terdapat perumusan strategi dan taktik yang disesuaikan untuk melawan eks Gubernur Jakarta itu. Lantas, mungkinkah Budiman adalah sosok yang dipilih untuk melawan Anies?
Anies vs Budiman
Dalam bukunya yang masyhur, The Art of War, Sun Tzu mengatakan, “kenali musuh dan dirimu, maka dalam seratus pertempuran kita tidak akan pernah berada dalam bahaya (know the enemy and know yourself in a hundred battles you will never be in peril).”
Sebagai musuh potensial yang harus ditaklukkan PDIP, adalah keniscayaan untuk membuat list kekuatan Anies. Sejauh ini, setidaknya terdapat dua modal politik yang dimiliki pendiri Indonesia Mengajar itu.
Pertama, Anies adalah sosok yang memiliki inteligensia dan kemampuan persuasi (komunikasi) yang tinggi. Kedua, sekalipun bukan kader partai, Anies sudah memiliki banyak pengikut di berbagai daerah.
Terkait yang kedua, itu terlihat dari pernyataan Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali. Terangnya, keputusan NasDem untuk mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres telah membuat banyak orang ingin bergabung dengan partai besutan Surya Paloh itu.
“Dengan pendeklarasian ini, bahkan ribuan orang, bahkan puluhan ribu tiap hari orang masuk NasDem,” ungkap Ali pada 6 Oktober 2022 silam.
Nah, jika memetakan kader PDIP yang mampu menyaingi, bahkan berpotensi mengalahkan dua modal itu, sosok itu sekiranya adalah Budiman Sudjatmiko.
Terkait yang pertama, ini tentu sudah diketahui bersama. Aktivis ’98 pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu dikenal luas akan inteligensia dan kemampuan komunikasinya yang tinggi. Tidak hanya menguasai berbagai teori, Budiman juga mampu mendemonstrasikannya secara indah.
Dalam suatu acara yang dipimpin Najwa Shihab, pengamat politik Rocky Gerung yang dikenal mudah membodohi orang lain bahkan mengaku tidak akan menyebut Budiman sebagai sosok yang bodoh.
Terkait yang kedua, mungkin berbagai pihak akan menaruh rasa pesimis. Berbeda dengan kader PDIP lainnya seperti Ganjar Pranowo, bukankah Budiman bukan kepala daerah, sehingga belum memiliki massa?
Budiman Didukung Kekuatan Desa?
Well, memang benar Budiman bukan kepala daerah, tapi itu bukan berarti tidak memiliki massa. Sebagaimana diungkap Hensat, Budiman adalah kader PDIP yang dekat dengan akar rumput. Bukti atas itu dapat dilihat pada demonstrasi para Kepala Desa (Kades) beberapa waktu yang lalu.
Coba tebak, siapa politisi pertama yang menyuarakan kepentingan para Kades? Yup, dia adalah Budiman Sudjatmiko. Ketika terjadi demonstrasi Kades, Presiden Jokowi langsung memanggil Budiman ke Istana Kepresidenan.
“Tadi Bapak (Presiden) itu banyak bertanya soal keadaan. Kebetulan hari ini tuh ada belasan ribu kepala desa berdemonstrasi meminta revisi UU Desa. Beliau bertanya apa yang saya ketahui,” ungkap Budiman pada 17 Januari 2023 lalu.
Sebagai penggagas Undang-undang (UU) Desa, Budiman dipercaya memiliki kedekatan tersendiri dengan para Kades. Mengutip Hensat, ini dapat disebut kedekatan dengan akar rumput.
Nah, kedekatan itu adalah poin kunci kenapa Budiman layak menjadi capres alternatif PDIP. Dalam artikel PinterPolitik.com yang berjudul Operasi Intelijen di Balik Demonstrasi Kades, telah dijabarkan betapa tingginya daya tawar politik para Kades.
Sedikit mengulang, desa merupakan pemerintahan terdekat dengan sumber suara. Para Kades memiliki akses lebih dekat dengan suara masyarakat desa yang merupakan unit pemerintahan terkecil suatu negara. Mereka memiliki kesempatan dan potensi untuk mengkomunikasikan arahan “ini itu” pada warga di wilayahnya.
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) sangat memahami daya tawar politik itu. Menurut Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi, Asri Anas, berbagai partai politik berusaha mendekati para Kades agar didukung di desanya.
“Kalau dia (partai politik) dapat dukungannya enggak usah jauh-jauh lah, satu provinsi saja Jatim (atau) Jateng dari kepala desa saya yakin dia dapat minimal 50 persen suara di desa,” ungkap Asri Anas pada 22 Januari 2023 kemarin.
Sebagai penutup, secara cukup meyakinkan dapat dikatakan, jika Budiman mendapatkan sokongan dari kekuatan politik desa, maka pendiri PRD itu memiliki modal politik yang besar untuk melawan Anies Baswedan di Pilpres 2024. (R53)