Menuju pelantikannya, kritik terhadap pemerintahan Jokowi terus berdatangan. Kali ini kritik hadir dalam bentuk yang lebih konkret yaitu hasil survei masyarakat yang menunjukkan terjadinya penurunan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi. Lalu seperti apa survei ini dimaknai? Apa dampaknya jika kepuasan publik terhadap Jokowi terus menurun?
PinterPolitik.com
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas, saat ini hanya 58,8 persen masyarakat puas terhadap kinerja Jokowi. Penurunan kepuasan ini hampir terjadi di semua sektor, khususnya di bidang kinerja politik dan keamanan serta kebebasan berpendapat.
Tidak hanya Kompas, beberapa lembaga lain juga melakukan survei untuk mengukur tingkat kepuasan ataupun tingkat kepercayaan masyarakat.
Menurut survei Alvara Research Center, saat ini tingkat kepuasan masyarakat mencapai angka 76,7 persen, di mana kepuasan tertinggi ada dalam aspek telekomunikasi dan internet, sementara yang terendah ada di stabilitas harga kebutuhan pokok.
Sementara, menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi mencapai angka 67 persen dan tingkat kepercayaan ada di angka 71 persen.
Kemudian, ada survei dari Parameter Politik Indonesia (PPI) yang mengatakan bahwa saat ini hanya 41 persen masyarakat yang puas terhadap periode pertama Jokowi.
Dalam survei PPI, kepuasan tertinggi ada dalam aspek infrastruktur dan yang terendah adalah masalah-masalah ekonomi seperti harga kebutuhan pokok.
Keempat survei ini memang cukup bervariasi, namun ada satu kesamaan, yakni bahwa saat ini, di ujung periode pemerintahannya yang pertama dan di awal pemerintahannya yang kedua, Jokowi mengalami penurunan tingkat kepuasaan maupun kepercayaan masyarakat.
Penurunan ini khususnya terjadi sejak munculnya berbagai polemik seperti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) dan pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Peringatan Terhadap Petahana
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa tingkat kepuasan berbeda dengan tingkat kepercayaan.
Menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), tingkat kepuasan masyarakat, dalam konteks pelayanan publik, adalah bagaimana pendapat masyarakat saat memperoleh pelayanan dari penyelenggara pelayanan publik.
Berangkat dari definisi ini, dalam konteks presiden atau pemerintah pusat, tingkat kepuasan publik adalah bagaimana masyarakat merassakan dampak penyelenggaraan kebijakan ataupun program pemerintah.
Sementara, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, tingkat kepercayaan adalah bagaimana masyarakat menganggap pemerintah dapat diandalkan, cepat tanggap dan adil, serta mampu melindungi masyarakat dari risiko-risiko dan memberikan pelayanan publik secara efektif.
Lalu, mengapa saat ini berbagai lembaga survei dan media gencar melakukan pemberitaan mengenai tingkat kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Jokowi?
Pada dasarnya, survei seperti ini adalah suatu hal yang normal bahkan harus dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah.
Jika menggunakan kacamata Walter Lippmann, mengingat masyarakat yang mengandalkan media untuk mendapatkan informasi, media memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik.
Terlebih lagi, ketika media tersebut dapat memilih berita-berita apa yang ingin disampaikan ke publik – suatu hal yang dikenal dengan istilah agenda setting.
Timing alias pemilihan waktu untuk merilis survei ini juga sangat “pas”, mengingat belakangan ini, isu bursa kabinet Jokowi-Ma’ruf semakin panas dibicarakan karena sudah semakin mendekati tanggal pelantikan dan juga terkait maraknya manuver-manuver politik yang dilakukan Gerindra, Demokrat, dan Jokowi itu sendiri.
Dengan demikian, selain untuk konsumsi publik, bisa jadi publikasi survei juga dilakukan untuk memperingatkan sang presiden bahwa popularitasnya kini menurun.
Dari berbagai pemberitaan, mungkin yang juga menarik adalah dalam mempublikasikan surveinya, Kompas juga membandingkan kepuasan publik Jokowi dengan periode pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Perbedaannya pun cukup signifikan, di mana pada akhir periode pertamanya, 75 persen masyarakat puas akan kinerja SBY.
Cara Kompas menyajikan hasil surveinya ini bisa jadi kembali menandakan adanya perubahan karakter pemberitaan Kompas yang selama ini cenderung netral atau mendukung pemerintahan melalui karakter “kritik manis”-nya, kini lebih berani untuk mengkritik pemerintah, khususnya Jokowi.
Perubahan karakter ini juga pernah terlihat dalam pemberitaan-pemberitaan mengenai kasus gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, tahun lalu.
Pentingnya Kepuasan dan Kepercayaan Publik
Meskipun tingkat kepuasaan dan kepercayaan adalah dua hal yang berbeda, keduanya saling berhubungan.
Menurut Eran Vigoda dan Fany Yuval dari University of Haifa, kepuasan masyarakat berpengaruh kepada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya.
Menurut keduanya, masyarakat cenderung akan lebih percaya terhadap pemerintah ketika kebutuhan dan tuntutannya dipenuhi.
Pun sebaliknya, jika pemerintah tidah berhasil “memuaskan” rakyatnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan turun.
Oleh sebab itu, menurunnya tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi juga berpotensi menurunkan juga tingkat kepercayaan publik terhadapnya.
Lalu, apa sebenarnya signifikansi tingkat kepuasan dan kepercayaan?
Toh, Jokowi sudah terpilih dan rendahnya popularitas tidak menjadi salah satu dari tujuh hal yang bisa membuat seorang presiden dimakzulkan.
Menurut Sirojudin Abbas, Direktur Saiful Mujanin Research and Consulting (SMRC), tingkat kepercayaan sangatlah penting bagi suatu pemerintahan.
Menurutnya, tingkat kepercayaan adalah dasar legitimasi dan justifikasi pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakannya sudah sesuai dengan keinginan publik.
Kemudian, didukung atau tidaknya suatu pemerintahan oleh rakyatnya juga berpengaruh pada kerja sama dan investasi asing yang akan ragu untuk ditanamkan jika pemerintah tidak memiliki legitimasi.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, juga mengatakan hal serupa, bahwasanya tingkat kepercayaan terhadap pemerintah yang tinggi akan membuat investor semakin percaya diri.
Kemudian menurut Ketua Ombudsman, Amzulian Rifai, tingkat kepercayaan publik adalah salah satu indikator baik-buruknya penyelenggaraan pemerintah.
Guna menyongsong periode keduanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan memberikan proporsi kabinet yang lebih besar pada kalangan profesional. Namun, apakah hal itu memungkinkan di tengah situasi politik terkini?https://t.co/XWsSZZJl4l
Terakhir, meskipun mengalami penurunan, beberapa pihak masih optimis dan melihat bahwa tingkat kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Jokowi masih cukup tinggi.
Politisi PDIP Charles Honoris misalnya yang mengatakan bahwa hasil survei merupakan bukti bahwa masyarakat mengapresiasi secara positif kerja pemerintah selama lima tahun ke belakang.
Charles juga melihat bahwa tingkat kepuasan yang menurutnya masih baik adalah bentuk optimisme masyarakat terhadap periode kedua Jokowi.
Sementara menurut CEO Alvara, Hasanuddin Ali, tingkat kepuasan publik masih bisa ditingkatkan jika Jokowi memilih menteri dari kalangan profesional yang dinilai lebih loyal dan kompeten dalam bekerja.
Ia juga menjabarkan tiga menteri dengan tingkat kepuasan masyarakat tertinggi, yaitu Susi Pudjiastuti, Basuki Hadimuljono, dan Sri Mulyani yang bisa dipertahankan Jokowi hingga 2024.
Tingkat kepuasan publik masih sangat bisa berubah, baik membaik ataupun memburuk.
Faktor terdekat yang akan mempengaruhi adalah seperti apa susunan kabinet baru Jokowi dan seperti apa jawaban final sang presiden terhadap berbagai polemik di masyarakat, khususnya dalam UU KPK.
Jika gagal meningkatkan tingkat kepuasan publik, bisa jadi Jokowi benar-benar akan terkrena “kutukan“ periode kedua, yaitu suatu kondisi menurunnya performa dan tingkat kepercayaan publik seorang presiden di periode pemerintahannya yang kedua. (F51)
Mau tulisanmu terbit di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.