Dengarkan artikel berikut
Di tengah ketegangan geopolitik yang saat ini berlangsung, Selat Taiwan tetap menjadi area dengan potensi konflik yang mengintai. Sebagai salah satu sekutu paling penting bagi Amerika Serikat (AS), apa peran yang akan dimainkan Jepang dalam kemungkinan eskalasi geopolitik ini?
Tensi politik yang memanas tidak hanya terjadi di dalam negeri kita. Jika kita sering mengikuti berita politik internasional, mungkin kita akan setuju bahwa tahun 2023 adalah salah satu tahun dengan ketegangan politik global tertinggi sejak berakhirnya era Perang Dingin.
Belum selesai dengan Perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung selama 1 tahun dan 9 bulan, dunia kini harus bersiap menghadapi potensi meningkatnya konflik antara Israel dan Palestina yang kembali memanas sejak 7 Oktober lalu.
Namun, di tengah semua ketegangan tersebut, banyak yang mulai melupakan satu potensi konflik lain yang juga bisa menjadi bencana geopolitik berikutnya, yaitu eskalasi geopolitik antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan.
Dalam pertemuan terakhir antara Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dan Presiden RRT, Xi Jinping, pada 16 November lalu, Xi menyatakan bahwa topik Taiwan adalah isu paling berbahaya dan sensitif dalam hubungan antara RRT dan AS. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa AS dan RRT belum menemukan kesepahaman mengenai Taiwan, dan topik yang “berbahaya” ini bisa meletus kapan saja.
Mengenai potensi ini, seorang purnawirawan jenderal bintang tiga di Jepang, Koichiro Banso, menyampaikan pandangan yang menarik. Koichiro mengatakan bahwa Jepang kemungkinan akan memainkan peran krusial karena faktor geografis.
Jika Tiongkok melancarkan operasi militer untuk merebut Taiwan, Jepang adalah satu-satunya negara yang dapat menjadi pintu gerbang bagi masyarakat internasional untuk menyediakan pasokan kepada warga Taiwan agar dapat membela diri.
Karena itu, muncul satu pertanyaan menarik: apakah ini berarti Jepang akan menjadi kunci dalam meletus atau tidaknya perang di Taiwan di masa depan, yang sering disebut-sebut akan menjadi “pemantik” Perang Dunia Ketiga?
Memaknai Peran Jepang di Asia Pasifik
Jepang memainkan peran strategis yang sangat penting dalam potensi konflik antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan. Namun, dalam skenario perang antara RRT dan Taiwan, peran Jepang tidak hanya terbatas pada aspek militer, tetapi juga mencakup dimensi politik, ekonomi, dan keamanan regional.Secara strategis, kepulauan Jepang membentuk pertahanan alami di sepanjang Laut Timur dan Selatan, menjadikannya negara yang sangat penting di Asia Timur dalam hal mengontrol akses laut.
Posisi ini memberikan Jepang keunggulan taktis dalam memantau dan mengawasi pergerakan kapal dan pesawat di sekitarnya. Dalam konteks konflik antara RRT dan Taiwan, Jepang dapat berperan penting dalam mengendalikan rute laut strategis dan melindungi jalur perdagangan internasional di kawasan tersebut.Jika dimanfaatkan dengan baik, Jepang bahkan bisa menjadi salah satu negara yang memberikan dampak embargo ekonomi paling efektif terhadap Tiongkok, selain negara-negara di Selat Malaka.
Namun, Jepang juga memiliki peran strategis lain dalam hal keamanan. Seperti yang disampaikan oleh Jenderal Koichiro, posisi geografis Jepang membuatnya sangat vital dalam memastikan dukungan dari negara-negara sekutu Barat. Sebelumnya, Filipina diprediksi akan mengambil peran ini, tetapi hubungan mereka dengan AS saat ini membuat hal tersebut diragukan.
Sementara itu, sekutu terdekat AS di kawasan Asia Pasifik, yaitu Australia, memiliki posisi geografis yang terlalu jauh.Dalam perang Rusia-Ukraina, bantuan dari negara-negara Barat mengandalkan posisi strategis Polandia. Dalam potensi perang RRT-Taiwan, Jepang kemungkinan akan mengambil peran tersebut.Secara keseluruhan, peran Jepang dalam potensi konflik antara RRT dan Taiwan mencakup aspek politik, ekonomi, dan keamanan.
Jepang memiliki kepentingan strategis untuk mencegah eskalasi konflik guna melindungi kepentingan ekonominya dan menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur. Dalam menghadapi tantangan ini, Jepang harus mengelola hubungan dengan baik antara RRT dan Taiwan, sambil mempertahankan keamanan nasional dan kepentingan ekonominya.
Namun, peran krusial Jepang ini menimbulkan pertanyaan yang menarik: jika perang antara RRT dan Taiwan dapat membuat Jepang terseret ke dalam konflik yang berpotensi memicu Perang Dunia Ketiga, bukankah ini justru dapat mendorong Jepang untuk menginginkan agar Taiwan tidak terlalu provokatif terhadap RRT?
Kemerdekaan Taiwan Justru Perlu Dicegah?
Dalam mengidentifikasi strategi Jepang, terdapat dua skenario berikut:
Pada skenario pertama, Taiwan mendeklarasikan kemerdekaannya, yang secara otomatis memicu invasi dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Karena Taiwan yang mengambil langkah deklarasi tersebut, intervensi Amerika Serikat (AS) – dan dampaknya, keterlibatan Jepang – kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa meskipun AS dan Jepang dianggap sebagai negara-negara yang paling dekat dengan Taiwan, mereka selalu berusaha mempertahankan status quo di Selat Taiwan. Deklarasi kemerdekaan oleh Taiwan akan mengganggu keseimbangan ini dan menyebabkan gangguan pada aktivitas ekonomi Jepang-AS karena ketergantungan mereka pada mikrocip buatan Taiwan.
Pada skenario kedua, Tiongkok melancarkan invasi tanpa provokasi terhadap Taiwan. Dalam skenario ini, AS dan Jepang akan lebih cenderung untuk ikut campur. Namun, intervensi oleh AS akan bergantung pada apakah Jepang mengizinkan akses Amerika ke pangkalan AS di Jepang. Jika Jepang memberikan izin tersebut, ada kemungkinan Tiongkok akan melancarkan serangan terhadap pangkalan-pangkalan tersebut di Jepang. Ini berarti bahwa perang di Taiwan juga berarti perang di Jepang.
Di antara kedua skenario ekstrem ini, sangat rasional untuk mengatakan bahwa Jepang, dan juga AS, kemungkinan besar akan menghindari tindakan apa pun yang membuat RRT merasa “dilecehkan” oleh Taiwan, termasuk kemerdekaan Taiwan tanpa persetujuan RRT.
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa peran vital Jepang dalam potensi perang antara RRT dan Taiwan akan membuatnya menjadi pihak yang paling tidak menginginkan perang tersebut terjadi. (D74)