HomeNalar PolitikKPK Kayak Film Holywood?

KPK Kayak Film Holywood?

Kecil Besar

Pak Fahri bilang KPK udah kayak Film Holywood. Maksudnya apa?


PinterPolitik.com

[dropcap]K[/dropcap]alau bicara soal ‘perseteruan’ antara Fahri Hamzah dengan Kapeka, itu bukan lagi cerita baru. Pak Fahri memang dikenal sangat keras dalam mengkritik lembaga anti rasuah ini. Kicauannya yang sedang hangat diberitakan adalah kritiknya terhadap kinerja Kapeka dalam menangani kasus e-Katepe.

Kini, ia menantang Kapeka untuk membuktikan kerugian negara atas kasus e-Katepe. Menurutnya, ada konsekuensi besar bila lembaga anti rasuah itu gagal membuktikan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut.

“Kalau tidak terbukti, menurut saya, KPK sudah menjadi mesin fitnah yang besar bagi DPR dan bangsa Indonesia,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR (22/11).

Bahkan menurut dia, tuduhan Kapeka seolah-olah dilayangkan kepada para anggota De-pe-er. Anggapan ini didasarkan atas kehadiran sosok Nazaruddin yang turut memberikan kesaksian terkait kasus yang menjerat Papa Setnov ini.

“Dia (Nazaruddin) sendiri tidak jadi apa-apa (dalam kasus e-KTP). Tidak pernah diperiksa menjadi tersangka. Orang-orang yang diketahui tidak dijadikan tersangka, tidak pernah diproses. KPK ini kaya film Hollywood, kita tahu ini fiksi tetapi karena yang ditangkapnya beda-beda jadi kelihatan menarik,” tambah Fahri.

Emangnya soal menghadirkan saksi, apakah Kapeka perlu berdiskusi dengan De-pe-er? Rupanya kesaksian Nasrudin dan pernyataan Pak Fahri perlu dikritisi dengan saksama. Jangan-jangan ada ‘udang di balik batu’ nih. Mana yang benar atau hoax, masih jadi misteri.

Soal pernyataan Pak Fahri tentang Kapeka kayak film Holywood, secara tersurat itu nyeleneh. Tapi, secara tersirat bisa aja menunjukkan ada sesuatu yang aneh dalam kinerja KPK. Siapa yang tahu?

Baca juga :  Prabowo dan Lahirnya Gerakan Non-Blok 2.0?

Maka, biar nggak diberi labelling mesin fitnah, Kapeka perlu mengusut tuntas kasus e-Katepe ini. Dengan menahan Papa Setnov itu sudah menjadi langkah awal yang baik untuk Kapeka. Ditunggu ya aksi-aksi selanjutnya.

Untuk Pak Fahri mending fokus pada profesi dan kerjaannya aja deh. Kalau memang para anggota dewan tak terlibat, kenapa harus sewot? Bukankah lebih baik diam dan mengamati, biarkan aja kebenaran yang akan menampakan dirinya sendiri. (K-32)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Return of the Wolf Warrior?

Retorika internasional Tiongkok belakangan mulai menunjukkan perubahan. Kira-kira apa esensi strategis di baliknya? 

Prabowo’s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas “Gabut Berhadiah”?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai “gabut”, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG “kabur” dari investasinya di Indonesia karena masalah “lingkungan investasi”.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS “Gigi Mundur” Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog – atau bahasa kekiniannya eksplainer – membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten “bonus demografi” Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

More Stories

PDIP dan Gerindra Ngos-ngosan

PDI Perjuangan dan Gerindra diprediksi bakal ngos-ngosan dalam Pilgub Jabar nanti. Ada apa ya? PinterPolitik.com Pilgub Jabar kian dekat. Beberapa Partai Politik (Parpol) pun mulai berlomba-lomba...

Arumi, ‘Srikandi Baru’ Puan

Arumi resmi menjadi “srikandi baru” PUAN. Maksudnya gimana? PinterPolitik.com Fenomena artis berpolitik udah bukan hal baru dalam dunia politik tanah air. Partai Amanat Nasional (PAN) termasuk...

Megawati ‘Biro Jodoh’ Jokowi

Megawati tengah mencari calon pendamping Jokowi. Alih profesi jadi ‘biro jodoh’ ya, Bu? PinterPolitik.com Kasih sayang dan pengorbanan seorang ibu laksana lilin yang bernyala. Lilin...