“Pemilih yang bodoh akan hasilkan pemimpin yang bodoh. Maka kita perlu kembali kepada pemilihan tak langsung, lewat keputusan MPR,” demikian sabda Bung Ryaas Rasyid.
PinterPolitik.com
Pernyataan Bung Ryaas bikin saya seperti kesengat aliran listrik. Berarti selama ini presiden-presiden yang telah dipilih oleh rakyat, yakni dari SBY hingga Jokowi bodoh semuanya,gitu? Terus kalau dia bilang semua pemimpin yang telah dipilih rakyat itu bodoh, lantas mengapa ia mau aja menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden di bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi di zaman SBY? Bukankah itu malah membuat dia ikut-ikutan bodoh karena mengabdi pada orang bodoh?
Ryaas Rasyid: Jangan Harap Dapat Pemimpin Cerdas, kalau yang Memilih Bodoh https://t.co/riFEOp0NYu
— Kompas.com (@kompascom) October 16, 2017
Saya malah makin bingung dengan pernyataannya mengenai pemilihan langsung. Katanya pemilihan langsung yang turut melibatkan rakyat, justru menghasilkan pemimpin yang bodoh. Bung Ryaas nampaknya nggak nyadar, kalau pernyataan itu malah tertuju kembali padanya. Selama ia masih berstatus WNI, ikut pemilu merupakan kewajiban. Kalau dia ikut pemilu, maka nasibnya tak jauh beda dengan pemilih lainnya, sama-sama bodoh bukan? Nampaknya Bung Ryaas perlu banyak-banyak belajar tentang konsep demokrasi, terutama soal konsep Trias Politica dan masyarakat madani. Biar bisa paham dan jeli dengan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Masa kita disuruh mundur ke belakang? Dipaksa memakai skema produk Orba, yang mana presiden dipilih lansung oleh MPR dan rakyat tinggal tunggu jadinya aja. Bukankah itu menciderai konsep demokrasi yang konon katanya pemimpin harus dipilih oleh rakyat, untuk rakyat dan dari rakyat?
Kalau memang mendukung penegakkan demokrasi di Indonesia, jangan hanya asal kritik tapi harus kritis dong Bang Ryaas. Bila perlu ada solusi yang membangun untuk bumi pertiwi ini. Katanya, abang ini profesor kok mulutnya kayak ember bocor? Mending abang banyakin belajar soal peta politik Indonesia deh, biar nanti nggak nyasar di dunia lain.
Sebenarnya, masyarakat itu ngak bodoh lho. Karena kemiskinan dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik itulah yang membuat mereka ‘terpaksa’ harus memilih calon pemimpin yang memberi ‘lebih banyak’ dari yang lainnya. Mereka kadang tergoda dengan serangan fajar dan sembako gratis, karena mereka tak ada pilihan lain, kalau menolak berarti nggak bisa makan hari ini. Ini yang dilihat sebagai titik lemah bagi para politikus korup untuk melancarkan gombalannya biar nanti dipilih saat pemilu.
Makanya, Bung Ryaas jangan asal ngomong kalau nggak paham situasi Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kalau abang lagi usaha untuk nyari ‘panggung politik baru’, jangan kayak gini dong caranya. Kasihan rakyat kecil, udah miskin dicap bodoh lagi. Kalau kayak gini, bisa-bisa banyak yang ngak mau milih karena takut salah pilih. Bukan begitu? Bagaimana menurut anda? (K-32)