Site icon PinterPolitik.com

Kocok Ulang, Cak Imin Jadi Cawapres Anies?

Kocok Ulang, Cak Imin Jadi Cawapres Anies?

Foto: PinterPolitik/S91

Cukup mengejutkan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) justru disebut masuk radar cawapres Ganjar Pranowo oleh Puan Maharani. Apakah ini sinyal kandasnya pencapresan Anies Baswedan? Atau justru, ini momentum emas Muhaimin Iskandar alias Cak Imin?


PinterPolitik.com

“Idealism without pragmatism is impotent.” – Richard M. Nixon

Bagi yang menikmati studi hubungan internasional (HI), pasti familiar dengan istilah hard power dan soft power. Menariknya, dua pendekatan itu tidak hanya ditemukan di hubungan antar negara, melainkan juga hubungan politik domestik. Salah satunya adalah upaya merongrong Koalisi Perubahan untuk Persatuan, atau kita singkat saja Koalisi Perubahan.

Strategi hard power terlihat digunakan terhadap Partai NasDem. Menurut laporan Tempo yang berjudul Panas Surya Terbakar Istana, setidaknya terdapat tiga bisnis Surya Paloh yang terganggu setelah deklarasi Anies. Itu telah diulas dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Pilpres 2024 Hampir Pasti Ganjar vs Prabowo?.

Dua menteri NasDem juga kini dihantam kasus korupsi. Johnny G. Plate sudah ditetapkan menjadi tersangka di kasus korupsi proyek menara BTS 4G Kemenkominfo. Sedangkan Syahrul Yasin Limpo diusulkan jadi tersangka di kasus dugaan penyalahgunaan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dan gratifikasi di Kementerian Pertanian.

Jika strategi hard power alias pendekatan berbasis kekerasaan digunakan terhadap Partai NasDem, strategi soft power atau berbasis persuasi digunakan terhadap Partai Demokrat.

Yup, kita semua mengetahui bahwa Puan Maharani menyebut Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masuk ke dalam daftar cawapres Ganjar Pranowo.

Mengingat riwayat ketegangan hubungan PDIP dan Demokrat, masuknya nama AHY tentu menggemparkan. Politikus senior PDIP Panda Nababan dalam bukunya Panda Nababan Lahir Sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi menjelaskan bahwa keretakan itu bermula ketika Megawati Soekarnoputri merasa dibohongi oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ketika ditanya Mega apakah akan maju di Pilpres 2004, SBY menjawab “tidak maju”. Panda menjelaskan kejadian itu dalam sub-judul bukunya yang berjudul SBY Dianggap Berbohong.

Dua Mata Pisau PDIP

Terdapat tiga analisis yang dapat dibangun dari masuknya nama AHY. Analisis pertama, sebagaimana diungkap berbagai pihak, besar kemungkinan PDIP tengah menggoda Demokrat untuk meninggalkan Koalisi Perubahan.

Namun, bukankah seharusnya Demokrat sadar bahwa peluang AHY untuk menjadi cawapres Ganjar terbilang kecil?

Well, bagaimana jika tawaran PDIP adalah kursi menteri? Dengan tidak pastinya pencapresan Anies dan peluang dihantam sana-sini, bukan tidak mungkin Demokrat mengambil langkah pragmatis dengan bergabung di kubu PDIP.

Selain memperbaiki hubungan yang retak selama puluhan tahun, Demokrat dapat kembali menikmati kursi empuk Istana. 

Analisis kedua, tawaran PDIP dapat dibaca sebagai sebuah blunder. Pasalnya, itu dapat dimanfaatkan oleh Demokrat untuk menaikkan daya tawar dan menggertak Koalisi Perubahan untuk memilih AHY sebagai cawapres Anies.

Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul SBY Gertak Koalisi Perubahan?, telah dijabarkan bahwa gertakan politik (political bluffing) sebelumnya terlihat dilakukan ketika SBY melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto. Seolah Demokrat hendak memberi pesan bahwa mereka bisa saja bergabung ke poros Gerindra.

Singkatnya, dengan Puan menyebut nama AHY, itu justru dapat memperkuat Koalisi Perubahan. Dalam artian, Demokrat dapat lebih mengunci posisi cawapres Anies. Seperti dalam dalil zero-sum game, keuntungan satu pihak adalah kerugian bagi pihak lainnya.

Momentum Emas Cak Imin?

Bangunan analisis ketiga adalah yang paling menarik. Katakanlah Demokrat tergoda dan keluar dari Koalisi Perubahan, ini adalah momentum emas untuk PKB dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Ada tiga alasan di balik kesimpulan itu. Pertama, peluang Cak Imin menjadi cawapres Prabowo terlihat tidak besar. Tidak hanya soal elektabilitas yang rendah, belakangan Cak Imin sendiri menyebut Erick Thohir tengah dibahas untuk mendampingi Prabowo.

“Sudah dari dulu (nama Erick dibahas), enam bulan lalu maju ke Pak Prabowo,” kata Cak Imin pada 11 Juni 2023.

Kedua, jika Demokrat keluar, Koalisi Perubahan akan gugur karena tidak memenuhi ambang batas 115 kursi DPR. Oleh karenanya, PKB dapat menutup lubang yang ditinggalkan Demokrat. NasDem (59) + PKS (50) + PKB (58) = 167 kursi DPR.

Ketiga, Cak Imin adalah sosok yang dibutuhkan Anies. Seperti diungkap Waketum NasDem Ahmad Ali, Anies lemah di beberapa provinsi, khususnya di Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim). Dengan Jateng merupakan kandang PDIP, pilihan Anies adalah sosok yang kuat di Jatim.

Nah, Jatim merupakan basis suara terbesar PKB. Pada Pemilu 2019, PKB memperoleh 4.198.551 suara di Jatim, hanya dilewati oleh PDIP dengan 4.319.666 suara. Dengan total meraih 13.570.097 suara, sepertiga suara PKB disumbang oleh satu provinsi, yakni Jawa Timur.

Selain itu, Cak Imin juga memiliki jaringan yang kuat di Nahdlatul Ulama (NU). Kendati terlibat ketegangan dengan NU struktural, Cak Imin mendapat banyak simpati dari NU kultural. Cak Imin membangun jaringan dengan kiai-kiai NU di daerah, khususnya di Jateng dan Jatim.

Well, singkatnya, situasi Koalisi Perubahan yang semakin tidak jelas akibat “godaan” PDIP dapat menjadi peluang emas bagi PKB dan Cak Imin. Kebutuhan atas parpol koalisi dan cawapres yang kuat di Jatim adalah daya tawar Cak Imin untuk menjadi cawapres Anies Baswedan.

Sekalipun bukan Cak Imin, PKB dapat menawarkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Kita lihat saja kelanjutannya. (R53)

Exit mobile version