Revisi UU MD3 yang saat ini tengah dibahas oleh anggota DPR, masih diwarnai tarik menarik penambahan kursi ketua.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]iapa yang tidak ingin duduk di kursi ketua? Bagi para legislator, kursi pimpinan bukanlah sebuah tanggung jawab besar, tapi sebagai prestise partai politiknya. Berdalih keterwakilan parpol di kursi pimpinan, rebutan kekuasaan ini malah membuat proses pembahasannya. Sehingga mau tak mau menjadi lebih lama dan rumit.
Setelah kemarin dibahas mengenai PKB yang ngotot ingin mendapatkan tambahan kursi di DPR, anggota legislatif di MPR pun tak mau kalah. Mereka juga merasa memiliki hak yang sama untuk penambahan kursi tersebut. Revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) seolah menjadi celah untuk menggapai nafsu kekuasaan parpol tertentu.
Seorang sumber di legislatif mengatakan, revisi UU MD3 ini memang tidak ubahnya sebagai bagi-bagi kekuasaan bagi parpol tertentu. Menurutnya, jika pemerintah mendukung revisi UU MD3 ini, berarti tidak ada bedanya dengan DPR yang kerap menjadikan UU sebagai pemenuh syahwat kekuasaan.
“Sekali ditegaskan, DPD menolak jika revisi UU MD3 hanya untuk bagi-bagi kekuasaan, untuk kepentingan elit politik atau pihak tertentu,” katanya di gedung parlemen, Rabu (5/4) malam. Dia menegaskan, jika benar akan ada penambahan kursi di DPR dan MPR seharusnya atas kesepakatan bersama. Sebab UU MD3 bukan hanya mengatur MPR DPR saja, tapi juga lembaga lainnya, yaitu DPD dan DPRD.
“Jika pimpinan DPR ditambah hanya karena alasan memaksimalkan tugas, semestinya DPD juga ada penambahan pimpinan, seperti juga MPR yang ada penambahan kursi pimpinan,” cetusnya. Ia merasa, penambahan itu bukan untuk memberi ruang PDI Perjuangan saja, tapi juga untuk membangun keseimbangan politik.
“Poin tersebut diusulkan oleh Partai Keadilan Sejarah (PKS) karena merasa kursi Ketua MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) mereka ‘dikudeta’. Mereka ingin hak mereka dikembalikan,” ungkapnya.
Selain poin penambahan pimpinan DPR, MPR, dan MKD, ia mengungkapkan kalau rapat harmonisasi Badan Legislatif (Baleg) juga merevisi Pasal 164 mengenai tugas Baleg. Usulan ini, lanjutnya, berkembang saat rapat. Intinya, Baleg ingin agar diberi kewenangan untuk mengusulkan dan menyusun UU.
Selama ini, tambahnya, Baleg tidak bisa mengajukan usulan RUU. Saat ini yang dapat mengajukan hanya DPR, komisi, dan gabungan komisi yang memiliki kewenangan tersebut. Oleh karena itu, mereka ingin adanya penguatan di pasal tersebut. “Kalau ada kewenangan di Baleg untuk menyusun, akan lebih mudah bagi kami manfaatkan,” ujarnya. Pertanyaannya, dimanfaatkan untuk apa? Sumber itu tersenyum, “Tak perlu saya jawablah,” pungkasnya. Sudah jelaskan? Parpol di legislatif memang hanya untuk memikirkan kepentingannya semata. Payah! (Suara Pembaruan)