HomeNalar PolitikKim Jong Un Ngamuk, Indonesia Siaga Perang? 

Kim Jong Un Ngamuk, Indonesia Siaga Perang? 

Yuk dengarkan artikel ini!

Di awal tahun 2024, tensi geopolitik malah semakin memanas. Bagaimana kesiapan Indonesia menghadapi persoalan ini? 


PinterPolitik.com 

Tahun 2024 mungkin memiliki awal yang paling panas dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak, belum satu bulan kita melewati Bulan Januari, sudah ada dua eskalasi geopolitik yang meletus, yaitu konflik antara Amerika Serikat (AS) dengan Yaman, serta Iran dengan Irak, Suriah, dan Palestina. 

Tidak hanya itu, kita pun sedang dihadapi tensi di Asia Timur yang belakangan ini tampak semakin mengkhawatirkan. Khususnya, adalah ketegangan yang semakin tinggi antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel).  

Tidak main-main, Pemimpin Korut, Kim Jong Un, tidak hanya menutup peluang rekonsiliasi dengan Korsel, beberapa waktu terakhir ia juga menguji rudal nuklir bawah lautnya. Hal ini semakin menambah kecurigaan tentang potensi ancaman perang dari anak Kim Jong-il tersebut. 

Dan, jujur saja, Dari semua tensi geopolitik yang disebutkan di atas, potensi meletusnya perang di Semenanjung Korea mungkin adalah yang paling mengkhawatirkan bagi negara kita, Indonesia. Posisinya yang secara geografis lebih dekat dengan kita, ditambah dengan kedekatan diplomatis Korut dengan mitra dagang terbesar kita, yakni Tiongkok, membuat Indonesia perlu lebih seksama memperhatikan dinamika geopolitik yang terus berkembang. 

Lantas, bagaimana kita bisa mengambil pelajaran atas kondisi geopolitik yang seperti ini? 

resolusi 2024 kim jong un perang

Indonesia Perlu Melek? 

Tidak dipungkiri bahwa mungkin tidak semua orang merasa khawatir dengan ancaman-ancaman perang yang dilontarkan Kim Jong Un terhadap Korsel dan AS pada awal tahun ini, karena jujur saja, ini bukan pertama kalinya Kim melontarkan ancaman semacam itu.  

Namun, sebuah essay yang ditulis oleh Robert Carlin dan Siegfried Hecker berjudul Is Kim Jong Un Preparing for War di laman 38 North bisa membuat kita semua berpikir sebaliknya.  

Baca juga :  Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Patut diketahui dahulu sebelumnya bahwa Robert Carlin adalah seorang ilmuwan politik yang kerap jadi salah satu penasehat andalan Badan Intelijen Pusat (CIA) terkait persoalan di Korut selama 50 tahun terakhir. Sementara, Siegfried Hecker adalah ilmuwan teknik nuklir dari Universitas Stanford yang pernah meneliti perkembangan senjata nuklir Korut langsung di tempatnya. 

Carlin dan Hecker menyebutkan bahwa berdasarkan perkembangan informasi yang terjadi di Korut sekarang, bisa jadi ancaman perang kali ini jauh lebih nyata dari tahun-tahun sebelumnya. Carlin dan Hecker mengungkapkan bahwa para pengambil kebijakkan di Korut mulai melihat bahwa saat ini mulai ada penurunan dominasi hegemoni AS. Pandangan tersebut diambil dari minimnya peran AS dalam mencegah dan mengakhiri perang yang hingga kini masih terjadi di Ukraina dan Gaza. 

Menurut Carlin dan Hecker, keadaan seperti ini membuat para pengambil kebijakan di Korut berpandangan bahwa sekarang adalah momen yang tepat bagi mereka untuk melakukan agresi ke “musuh bebuyutan”-nya, yakni Korsel. 

Namun menariknya, asumsi meletusnya perang di Semenanjung Korea ini tidak menutup kemungkinan bisa seret Indonesia. 

Di dalam studi hubungan internasional, ada sebuah konsep yang disebut power dynamics atau dinamika kekuatan. Konsep ini berpendapat bahwa perang memiliki sifat dasar menyebar karena mendorong adanya ketidakseimbangan kekuatan dan sumber daya antar negara dalam suatu kawasan.  

Ketika sebuah negara kuat berusaha memperluas pengaruhnya, negara-negara tetangganya otomatis akan terdorong untuk membantu atau menolak agresi tersebut (baik secara diplomatis ataupun finansial). Dan dua keputusan itu masing-masing memiliki kemungkinan untuk dapat menyebabkan meluasnya konflik. 

Dalam konteks kemungkinan perang di Korea, mungkin kita sendiri bisa berkaca pada sejarah pahit penjajahan Jepang di Indonesia. Walau pada saat itu pertempuran sebetulnya terjadi antara Jepang dan AS, kebutuhan Jepang untuk memastikan sumber daya perangnya membuat Indonesia menjadi negara yang terjajah. Meskipun tentu Korut dan Jepang tidak bisa kita samakan, dinamika perang yang sifatnya dapat menyebar ini tentu wajib kita jadikan kewaspadaan. 

Baca juga :  Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Lantas, sikap apa yang perlu diambil Indonesia? 

as inggris resmi gempur yaman

Harus Terus Waspada? 

Einar Tangen, ilmuwan politik dari Taihe Institute memiliki pandangan yang menarik saat diundang menjadi pembicara oleh Al Jazeera untuk membicarakan dinamika politik yang kini terjadi di Semenanjung Korea. Einar menyinggung pembelian 42 jet Rafale oleh Indonesia sebagai sebuah indikasi geopolitik bahwa negara-negara di Asia Timur kini mulai mempersiapkan diri dalam menyambut adanya kemungkinan perluasan konflik bersenjata. 

Dan memang, untuk saat ini sepertinya kita bisa cukup mengapresiasi langkah-langkah persiapan pertahanan yang sudah diambil oleh pemerintah Indonesia.  

Pembelian Rafale serta penguatan alutsista dari sektor-sektor pertahanan lain, contohnya pembelian kapal perang FREMM dan Maestrale, bisa kita lihat sebagai bukti bahwa Indonesia setidaknya tidak melupakan potensi perang yang ada di depan “pintu rumah” kita. Kehadiran alutsista-alutsista baru ini tentu bisa jadi catatan positif sendiri terkait keselamatan para awak perang yang setiap tahunnya kerap dikritik. 

Namun, kita pun tidak bisa melupakan bahwa Indonesia saat ini sedang akan melalui Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024), dampaknya bisa diprediksi akan berpengaruh kepada perombakkan atau justru perbaikkan terhadap postur pertahanan Indonesia di masa depan. Semoga saja, siapapun presiden baru kita nanti, bisa ikut sadar akan adanya potensi penyebaran konflik yang tampak semakin menjadi ancaman nyata pada tahun 2024 ini. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia?