Menteri BUMN Erick Thohir terpilih sebagai Ketua Umum PSSI. Apakah jabatan itu dapat menjadi batu pijakan Erick untuk menatap Pilpres 2024?
PinterPolitik.com
“Don’t mix politics with football” – Cesc Fabregas
Tidak terasa, Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau dikenal dengan KLB PSSI sudah selesai pada tanggal 16 Februari 2023 lalu dengan terpilihnya Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI. Terpilihnya Erick menjadi polemik tersendiri dikarenakan posisinya sebagai Menteri BUMN. Praktis, ini membuatnya mengambil jabatan ganda dalam mengurusi sepak bola.
Pucuk kepemimpinan PSSI seringkali menjadi “target empuk” bagi pejabat politik untuk menguatkan popularitasnya. Bisa kita saksikan bahwa dalam lima tahun terakhir posisi Ketua Umum PSSI selalu diisi oleh tokoh politik, seperti La Nyalla Mattalitti yang saat ini menjadi Ketua DPD RI dan Edy Rahmayadi yang menjadi Gubernur Sumatera Utara.
Pun demikian pada pagelaran KLB tahun ini, nama-nama yang mendaftarkan diri sebagai calon ketum sebagian besar merupakan politisi, seperti Erick, La Nyalla, dan Menteri Olahraga Zainudin Amali.
Lantas, apakah kemenangan Erick Thohir dalam KLB menjadi momentum untuk membenahi PSSI? Atau ini merupakan batu pijakan politik bagi Erick?
Hanya Batu Loncatan?
PSSI sebagai federasi olahraga yang mengatur perhelatan sepak bola di Indonesia terlihat selalu menjadi incaran politisi dalam memperkuat citranya di mata publik. Ini mudah dipahami karena sepak bola merupakan olahraga yang diminati jutaan masyarakat Indonesia.
Terlebih, pada tahun ini PSSI berkolaborasi dengan FIFA untuk pagelaran Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan pada bulan Mei 2023. Kompetisi bergensi ini tentu akan menonjolkan PSSI apabila pagelaran tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik.
Namun demikian, sejak tahun 2015 hingga saat ini, PSSI selalu menuai masalah dikarenakan manajemen sepak bola di Indonesia selalu diselingi dengan drama tidak sedap, seperti keberadaan mafia bola yang terlibat dalam pengaturan skor Liga 2 tahun 2022 dan pengabaian prosedur dalam penyelenggaraan Liga 1 yang memicu tragedi Kanjuruhan.
Tidak hanya soal manajemen, terdapat pula intrik dugaan politik uang dalam penyelenggeraan KLB PSSI. Kendati Erick Thohir dipandang menjadi sosok pembaharu dalam kepemimpinan PSSI, keterpilihannya tetap memicu polemik dikarenakan posisinya sebagai Menteri BUMN alias rangkap jabatan.
Jika melakukan komparasi, contoh bagus dapat dilihat pada keputusan Zainudin Amali yang memilih mundur sebagai Menteri Olahraga setelah terpilih sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. “Dan saya sampaikan kepada Pak Presiden, ‘Bapak, saya akan fokus dan konsentrasi mengurus sepakbola, menjadi pengurus PSSI’. Dan itu dipahami oleh beliau,” ungkapnya pada 20 Februari 2023.
Persoalan rangkap jabatan ini kemudian membuat banyak pihak menilai kepemimpinan PSSI yang dipegang oleh tokoh politik seringkali dilihat sebagai “batu loncatan” untuk karier politik selanjutnya. PSSI dinilai dimanfaatkan oleh elite politik untuk menggalang dukungan suporter dan simpati publik yang mencintai sepak bola.
Jostein Askim dalam tulisannya berjudul Public Office as a Stepping Stone? Investigating the Careers of Ministerial Advisors, menyebutkan politisi seringkali menggunakan jabatan publik sebagai batu pijakan untuk melejitkan karier politiknya karena jabatan publik menawarkan popularitas dan wewenang.
Tidak hanya berperan sebagai batu pijakan karier, jabatan publik juga memiliki nilai strategis yang seringkali diperebutkan oleh politisi dikarenakan pucuk pimpinan suatu instansi berwenang untuk memobilisasi sumber daya publik instansi terkait. Kewenangan ini dapat dipolitisasi untuk kepentingan tertentu, termasuk mengalokasikan anggaran demi mendongkrak elektabilitas.
Pada kasus Erick Thohir, tidak bisa dipungkiri bahwa karier politiknya meningkat semenjak menjabat sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. Setelah Jokowi memenangkan Pilpres 2019, karier Erick terlihat semakin melesat setelah menduduki kursi Menteri BUMN.
Dan kini, setelah menjabat Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf dan Menteri BUMN, Erick menduduki kursi baru yang juga sangat seksi, yakni Ketua Umum PSSI.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah PSSI akan menjadi batu pijakan Erick untuk beranjak kepada Pilpres 2024 mendatang?
Unjuk Kekuatan Erick?
Tedapat pihak menilai bahwa KLB yang memenangkan Erick Thohir merepresentasikan bagaimana kompetisi politik masih menjadi menu sehari-hari dalam bursa kepemimpinan PSSI.
Lebih menarik lagi, majunya Erick sebagai Ketua Umum PSSI memainkan politik simbol kekuasaan. Di belakangnya terlihat dukungan sosok-sosok terkenal, mulai dari influencer Raffi Ahmad, hingga putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.
Melihatnya dalam kacamata studi politik, apa yang dilakukan Erick tampaknya merupakan show of force atau unjuk kekuatan. Unjuk kekuatan adalah strategi politik (umumnya di operasi militer) yang dimaksudkan untuk memperingatkan atau untuk mengintimidasi lawan politik dengan menunjukkan kemampuan atau kekuatan yang dimiliki.
Pada kasus Erick, foto dirinya yang didukung oleh berbagai sosok berpengaruh merupakan show of force bahwa di belakang terhadap berbagai kekuatan politik. Terlebih lagi, setelah terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, Erick mengunggah video yang berisi dukungan pemain sepak bola dunia, seperti John Terry, Roberto Carlos, Marco Materazzi, Wesley Sneijder, dan Javier Zanetti.
Unggahan video itu dapat dibaca bahwa Erick tidak hanya didukung oleh sosok berpengaruh di dalam negeri, melainkan dunia luar negeri. Selain itu, video yang menampilkan sosok-sosok bintang sepak bola dunia itu tentu akan meningkatkan drastis sentimen positif masyarakat, khususnya yang menyukai sepak bola terhadap Erick.
Well, sebagai penutup, sekiranya kita dapat menyimpulkan satu hal. Jika analisis dalam tulisan ini tepat, posisi Ketua Umum PSSI sepertinya bukan hanya sebagai batu loncatan bagi karier politik Erick Thohir, melainkan juga sebagai ajang show of force. (D90)